Beranda Nusantara 5 Masjid Tertua di Indonesia Memiliki Nilai Sejarah

5 Masjid Tertua di Indonesia Memiliki Nilai Sejarah

Keberadaan masjid di Indonesia menjadi salah satu hal yang menarik untuk dikulik. Terlebih jika berkaitan dengan penelusuran jejak sejarah Islam di Indonesia.

Saat ini, masjid di Indonesia tak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah umat Islam, tetapi juga berfungsi sebagai aktivitas sosial hingga wisata religi. Masjid juga menjadi penanda autentik masuknya Islam di berbagai penjuru tanah air.

Dalam sejarah Islam telah tercatat bahwa masjid adalah tempat pertama kali yang diusulkan oleh Rosululloh untuk membangun masyarakat islam. Pada zaman Rosululloh masjid berfungsi sebagai tempat ibadah, tempat mensucikan jiwa, tempat membaca dan mengajarkan Al-Qur’an, tempat berkonsultasi dan bersilaturrahmi, tempat bermusyawarah, dan masih banyak lagi fungsi lain masjid pada zaman Rasulullah.

Beberapa masjid di Indonesia ternyata juga telah berdiri cukup lama dan memiliki sejarahnya masing-masing. Mengutip dari berbagai sumber, berikut lima masjid tertua di Indonesia:

 1. Masjid Agung Demak

Masjid Agung Demak berlokasi di jantung Kota Demak, Jawa Tengah tepatnya di barat alun-alun Demak. Masjid ini memang cukup populer karena menjadi tempat berkumpulnya Wali Songo. Masjid Agung Demak diyakini sebagai masjid pertama di Jawa dan salah satu yang tertua di Indonesia. Melansir situs Cagar Budaya Kemendikbud, berita mengenai tahun pembangunan Masjid Agung Demak dapat dikaitkan dengan pengangkatan Raden Patah sebagai Adipati Demak tahun 1462 dan pengangkatannya sebagai Sultan Demak Bintara tahun 1478 Masehi.

Dibangun secara kolektif oleh Wali Songo dan Raden Patah sebagai penguasa pertama Kesultanan Demak, masjid ini memiliki arti penting karena tidak hanya sebagai tempat untuk berdoa tetapi pada saat itu juga merupakan pusat pemerintahan sultan dan tempat para wali biasa bertemu untuk membicarakan masalah.

Meski Masjid Agung Demak telah mengalami sejumlah renovasi, namun sebagian besar bangunan ini tetap dalam bentuk aslinya yang mengedepankan konsep klasik tradisional Jawa.

  1. Masjid Agung Sang Ciptarasa

Masjid Agung Sang Cipta Rasa merupakan salah satu bangunan peninggalan Kerajaan Cirebon. Bangunan ini juga dikenal dengan nama Masjid Agung Cirebon atau Masjid Sunan Gunung Jati. Pasalnya, Masjid Agung Sang Cipta Rasa memang dibangun pada masa pemerintahan Sunan Gunung Jati, tepatnya pada tahun 1498 Masehi.

Lebih istimewa lagi, Masjid Agung Sang Cipta Rasa menjadi salah satu masjid yang dibangun oleh Wali Sanga secara gotong-royong. Masjid Agung Sang Cipta Rasa dibangun atas prakarsa Sunan Gunung Jati dan dibantu oleh Wali Sanga. Selain itu, beberapa tenaga ahli untuk membangun Masjid Agung Sang Cipta Rasa dikirim oleh Raden Patah dari Demak. Selain Sunan Gunung Jati, anggota Wali Sanga yang berperan besar dalam pembangunan masjid ini adalah Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga memimpin pembangunan dengan arsitek dari Kerajaan Majapahit bernama Raden Sepat.

Masjid ini dinamai Sang Cipta Rasa karena merupakan pengejawantahan dari rasa dan kepercayaan. Pada zaman dulu, penduduk Cirebon menamainya Masjid Pakungwati, karena terletak dalam komplek Keraton Pakungwati. Sekarang masjid ini terletak di depan Keraton Kesepuhan atau sebelah barat alun-alun kraton ini merupakan salah satu Masjid tertua di Jawa.

Masjid yang memiliki atap bertingkat-tingkat ini memiliki bentuk yang hampir sama dengan masjid Agung Banten.

Dilihat dari bentuk kubahnya, masjid ini memiliki tampilan layaknya masjid pada umumnya. Namun, saat masuk ke dalam, masjid ini memiliki corak arsitektur warna merah khas Tiongkok.

  1. Masjid Agung Sunan Ampel

Masjid Ampel didirikan pada tahun 1421 oleh Raden Mohammad Ali Rahmatullah alias Sunan Ampel dengan dibantu kedua sahabat karibnya, Mbah Sholeh dan Mbah Sonhaji, dan para santrinya.3 Di atas sebidang tanah di Desa Ampel (sekarang Kelurahan Ampel) Kecamatan Semampir sekitar 2 kilometer ke arah Timur Jembatan Merah, Sunan Ampel selain mendirikan Masjid Ampel, juga mendirikan Pondok Pesantren Ampel. Cuma sayangnya, ihwal kapan selesainya pembangunan Masjid Ampel ini, tidak ada catatan tertulis yang menyebutkannya.

Masjid Sunan Ampel yang dibangun dengan gaya arsitektur Jawa kuno dan nuansa Arab Islami. Masjid ini masih dipengaruhi dengan alkuturisasi dari budaya lokal dan Hindu-Budha lewat arsitektur bangunannya. Di masjid inilah saat itu sebagai tempat berkumpulnya para ulama dan wali dari berbagai daerah di Jawa untuk membicarakan ajaran Islam sekaligus membahas metode penyebarannya di Pulau Jawa.

Masjid Ampel berbahan kayu jati yang didatangkan dari beberapa wilayah di Jawa Timur dan diyakini memiiki ‘karomah’. Seperti disebut dalam cerita masyarakat, saat pasukan asing menyerang Surabaya dengan senjata berat dari berbagai arah dan menghancurkan kota Surabaya namun tidak menimbulkan kerusakan sedikitpun pada Masjid Ampel bahkan seolah tidak terusik.

  1. Masjid Kuno Bayan Beleq

Masjid kuno Bayan Beleq adalah sebuah masjid Wetu Telu yang terletak di jalan Labuan lombok, desa Bayan, kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat atau sekitar 80 kilometer dari ibukota provinsi NTB, yakni Mataram.

Bentuk masjid ini memang tidak berbeda jauh dengan rumah-rumah sekitarnya. Bentuknya yang sederhana membuatnya tidak mudah untuk dikenali dari tepi jalan. Bangunan masjid ini memiliki ukuran 9 kali 9 meter. Dinding-dindingnya rendah dan terbuat dari anyaman bambu, atapnya berbentuk tumpang yang disusun dari bilah-bilah bambu, sedangkan fondasi lantainya terbuat dari batu-batu kali. Sementara itu, lantai masjid terbuat dari tanah liat yang telah ditutupi tikar buluh. Di sudut-sudut ruang masjid terdapat empat tiang utama penopang masjid, yang terbuat dari kayu nangka berbentuk silinder. Di dalam masjid tersebut, juga terdapat sebuah bedug dari kayu, yang digantung di tiang atap masjid.

Di dalam masjid ini, terdapat beleq (makam besar) salah seorang penyebar agama Islam pertama di kawasan ini, yakni Gaus Abdul Rozak. Selain itu, di belakang kanan dan depan kiri masjid terdapat dua gubuk kecil. Di dalam kedua gubuk ini, terdapat makam tokoh-tokoh agama yang turut membangun dan mengurusi masjid ini sedari awal.

  1. Masjid Saka Tunggal Banyumas

Masjid Saka Tunggal Banyumas merupakan masjid tertua di Indonesia. Masjid ini dibangun pada 1288 Masehi, era Mataram Kuno.

Masjid unik yang berlokasi di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah ini tetap mempertahankan bentuk aslinya. Saka Tunggal berarti ‘tiang tunggal’. Masjid ini memang memiliki satu tiang tunggal di tengahnya, dihiasi dengan ukiran bunga Jawa yang indah. Pilarnya dilindungi dengan kotak kaca. Salah satu keunikan masjid ini ialah memiliki empat helai sayap dari kayu di dalam saka yang melambangkan “papat kiblat lima pancer” atau empat mata angin serta satu pusat.

Dengan usianya yang sudah mencapai 735 tahun, masjid ini berdiri di masa Kerajaan Singasari. Sejarahnya terkait dengan tokoh penyebar Islam di Cikakak yaitu Mbah Mustolih yang hidup dalam Kesultanan Mataram Kuno.

Masjid ini terkenal unik lantaran masih banyak monyet yang berkeliaran di sekitar lokasinya. Keberadaan ratusan kera di kompleks Masjid Saka Tunggal memang menjadi keunikan tersendiri. Masyarakat di sekitar masjid telah terbiasa hidup berdampingan dengan kera-kera ini. Tak jarang, para pengunjung yang datang ke kompleks masjid yang menjadi warisan budaya ini juga berinteraksi dengan kera-kera ini. Pengunjung bisa memberikan makanan kepada para kera, tentunya dengan tetap berhati-hati. *(Berbagai Sumber)