Opini

Negeri Bernama Indonesia: Koruptor Makin Bahagia, Masyarakat Miskin ‘Terpaksa’ Bahagia

Penulis : Kamas Wahyu Amboro (Akademisi, Aktivis, Pengamat)

Indonesia sebagai negara yang katanya Makmur ternyata memiliki keunikan-keunikan tersendiri. Keunikan itu terkadang menjadi lelucon di kalangan intelektual. Memang banyak hal yang kita sebut “Paradoks” mungkin kata ini pernah juga ditulis oleh Presiden Kita bapak Prabowo Subianto. Gagasan yang dibawa beliau adalah Indonesia yang memiliki sumberdaya melimpah tapi rakyatnya tidak Sejahtera. Sebuah gagasan yang masuk akal.

Masyarakat Indonesia ini memang masyarakat yang paling kuat. Gimana tidak kuat? Hidup disebuah negeri yang dituntut untuk sekolah, setelah lulus sekolah, susah untuk kuliah, paska kuliah susah dapat kerja, kalopun dapat kerja, gajinya kecil, gajinya kecil jadi banyak hutang, jadi kurang sejahtera akhirnya timbul berbagai masalah lainnya.

Seakan untuk menjadi sukses di Indonesia ini sangat sulit sekali atau sekedar hidup layak, sepertinya Masyarakat Indonesia sudah bosen dengan istilah kerja keras, nanti sukses, jadi anak pinter nanti sukses. Ketika Masyarakat Indonesia tidak begitu mendengarkan memang faktanya feodalisme masih tinggi.

Kalo kita terlahir dari keluarga yang memang tidak memiliki network yang bagus, akan sulit bagi kita untuk sukses. Bekerja dimanapun sepertinya perlu ‘orang dalem’.

UMR kecil, pengusahanya makin kaya karena cukup kecil beban untuk menggaji karyawan. Karena Masyarakat kurang Sejahtera akhirnya ‘money politic’ menjadi laris. Orang mau memilih karena uang, karena memang masyarakatnya butuh uang walau tak seberapa tetapi akan menjadi berharga. Untuk bisa sukses di Indonesinya sepertinya memang kita butuh terlahirnya dari keluarga yang berada, kedua punya relasi atau kita sering menyebutnya ‘orang dalem’, atau memang kita menjadi orang pinter dan takdir mengantarkan kita menuju kehidupan yang layak.

Tidak hanya dunia industri, dalam bidang pertanian rasanya petani hanya bolak-balik memutar uangnya saja. Dari musim tanam ke musim panen rasanya uang segitu-gitu aja. Bahkan beberapa orang cenderung rugi, mungkin karena memang pekerjaannya tani, dari pada sawah nganggur juga akhirnya ditanam lagi, lagi dan lagi meskipun hasilnya tak sesuai.

Siapa sebenarnya pemain dalam kanca nasional ini? Partai politik butuh uang untuk pembiyaan politik, setiap politisi secara individu juga butuh untuk memenangkan dirinya. Sumber uang itu adalah dilingkaran sebuah Perusahaan atau APBN. Jalannya agar mendapatkan uang adalah bekerja sama dengan pengusaha atau memang menemukan jalannya sendiri untuk mendapatkan uang. Uang ini digunakan untuk memenangkan politisi agar bisa Kembali menjadi pengelola uang APBN.

Ada lelucon yang bagus, cara terbaik untuk kaya cepat adalah dengan korupsi. Dengan waktu 6,5 tahun (penjara), dengan timbal balik triliunan sepertinya bisnis paling menguntungkan. 6,5 tahun adalah harga yang dibayar untuk koruptor yang merugikan negara ratusan triliun. Indahnya negeriku Indonesia, koruptor makin bahagia, masyarakat miskin juga ‘terpaksa’ bahagia karena terbiasa hidup susah. ***

www.youtube.com/@anas-aswaja