INDRAMAYU (Aswajanews.id) – Salah satu karya budaya dari Kabupaten Kuningan yaitu Bobotan berhasil ditetapkan menjadi Warisan Budaya Takbenda (WBTb). Penetapan tersebut resmi dicatat oleh negara melalui Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI pada 23 Agustus 2024 lalu.
Bobotan sendiri merupakan upacara tradisional yang biasa dilaksanakan masyarakat Kabupaten Indramayu sekitar tahun 1960-1980an. Saat ini, Upacara Bobotan dapat dikatakan nyaris punah karena hanya masyarakat di kecamatan tertentu yang masih melakukan kegiatan tersebut.
Istilah Bobotan memiliki banyak makna. Dalam bahasa Jawa, Bobotan diartikan berat. Selain itu Bobotan juga berasal dari kayu milik Buyut Babar, namanya kayu bobotan. Kayu ini sekarang menjadi alat yang digunakan dalam upacara Bobotan. Kayu bobotan sampai sekarang masih disimpan penduduk setempat maupun keluarganya yang berada di kejauhan.
Lalu siapa Buyut Babar itu? Menurut laman Kemendikbudristek RI, dulu ada seorang prajurit Bagelan yang bernama Sutra Jiwa dari Mataram pernah menetap di Desa Pangkalan, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu. Alasan Sutra Jiwa menetap di desa tersebut karena kalah berperang. Suatu ketika, Sutra Jiwa bertemu dengan utusan dari Cirebon saat sedang memeriksa daerah perbatasan. Seorang utusan dari suatu kerajaan atau kesultanan, tentunya memiliki ilmu kedigdayaan dan tokoh asal Cirebon ini menyimpan ilmu Macan Siliwangi. Utusan Cirebon menyangka bahwa Sutra Jiwa berpihak pada kompeni (Belanda). Dituduh demikian, Sutra Jiwa pun tidak menerimanya. Mereka kemudian berkelahi. Perkelahian berjalan seimbang dan berakhir dengan babar (wafat). Dari peristiwa itulah, masyarakat kemudian menyebut keduanya dengan istilah Buyut Babar.
Upacara Bobotan dilaksanakan berkaitan dengan keturunan. Misalnya, apabila memiliki anak pertama laki-laki dan anak bungsu laki-laki, maka untuk menyelamatkan jiwa kedua anaknya harus mengadakan Upacara Bobotan. Caranya adalah, kedua anak ditimbang atau dibobot dengan kayu bobotan. Supaya seimbang, timbangan sebelahnya diberi tambahan berat yang sama.
Selain itu, upacara ini juga dilaksanakan apabila memiliki anak tunggal laki-laki atau perempuan. Upacara Bobotan juga dapat dilakukan jika satu keluarga memiliki tiga orang anak, tapi anak kedua sudah meninggal.
Tujuan upacara ini adalah untuk memohon keberkahan dari Tuhan Yang Maha Esa, agar mendapat keselamatan di dunia dan juga akhirat. Ini sekaligus sebagai salah satu cara untuk memupuk kerukunan persaudaraan kekeluargaan. Selain itu, agar anak mendapatkan keselamatan, perlindungan, dan kemuliaan.
Jalannya upacara bobotan dimulai dengan menimbang anak. Bobot isi timbangan harus seimbang dengan berat badan anak. Bila isi timbangan lebih banyak, maka anak tersebut akan mendapatkan kemuliaan di kemudian hari. Barang-barang yang ditimbang adalah barang-barang yang dianggap berharga, seperti pakaian, emas, perak, uang, beras, dan lain-lain. Selanjutnya, barang-barang tersebut menjadi harta kekayaan anak sebagai bekal untuk hidupnya.
Penimbangan dilakukan oleh juru timbang. Saat menimbang, juru timbang melantunkan kidung dengan lantunan syair bahasa daerah. Sambil mendengarkan lantunan kidung, sang anak yang ditimbang melemparkan uang ke tempat yang sudah disediakan. Uang tersebut nantinya menjadi milik juru timbang. Juru timbang biasanya akan mengantongi uang kurang lebih satu juta sampai lima juta tergantung tingkat ekonomi si empunya hajat. *(Sumber: Kemendikbudristek RI)