Beranda Nasional Pelayanan Publik Kabag TU: Penghulu Harus Miliki Kesungguhan Pelayanan Masyarakat

Kabag TU: Penghulu Harus Miliki Kesungguhan Pelayanan Masyarakat

Bandung (Aswajanews.id) – Kepala Bagian Tata Usaha Kanwil Kementeraian Agama Jawa Barat, Drs. H. Ajam Mustajam, M. Si mempertanyakan kesungguhan para penghulu dalam upaya meningkatkan kualitas diri masing-masing. Pertanyaan itu terungkap, berkaitan dengan sedikitnya keikutsertaan mereka dalam kajian fikih munakahat (fikih pernikahan) yang digelar selama tiga hari dalam sepekan ini.

“Jumlah penghulu di Jabar ini lebih dari 1.000 orang. Tapi dalam tiga hari kegiatan, yang menjadi peserta jumlahnya sedikit, bahkan terus menurun. Sekarang saja hanya sekitar seratus orang yang hadir. Apakah tidak ikut serta itu karena malas atau sudah pintar?” ujar Ajam Mustajam saat membuka acara kajian melalui aplikasi zoom hari ketiga tersebut, Kamis (7/4/2022).

Menurutnya, penyelenggaraan kajian fikih munakahat bertujuan untuk pengembangan diri, peningkatan kualitas sumberdaya manusia, yang berkaita erat dengan upaya peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat di wilayah masing-masing. Akhir-akhir ini tantangan Kemenag semakin berat, kompleks, dan menguras tenaga. Jika kondisi ini tidak ditangani SDM yang andal, tentu akan mengala kesulitan.

Dengan rendahnya keikutsertaan para penghulu tersebut, Ajam mengonfimasi SDM bersangkutan dengan kualitas yang dimilikinya. Pihaknya akan melakukan pencatatan dan evaluasi. Nanti akan terlihat pada uji kompetensi. Kalau mereka sudah tidak bisa lagi ditingkatkan kualitasnya, akan dilakukan langkah tertentu. “Buat apa harus mengelola jumlah yang banyak, jika tidak berdampak baik pada lembaga. Hanya akan mubazir,” tegasnya.

Pihaknya sudah melakukan kegiatan untuk pengembangan dan peningkatkan kualitas SDM antara lain dengan kenaikan pangkat. Sebanyak 240 penghulu diikutsertakan dalam uji kompetensi. Andai saja mengesampingkan empati pada yang bersangkutan, maka tingkat kelulusannya akan sangat rendah. Tapi dengan niat untuk membantu, maka mayoritas peserta ujian itu lolos. Hanya beberapa orang yang gugur.

Seharusnya bantuan seperti itu, ditunjang dengan kesungguhan para penghulu. Kegiatan kajian seperti ini seharusnya menjadi momenteum untuk peningkatan kapasitas masing-masing. Jika tidak ada kesungguhan, maka tidak ada yang bisa diharapkan. Karena itulah, Ajam akan berkirim surat kepada Kemenag kota dan kabupaten di Jabar terkait masalah ini.

“Kegiatan ini ujung-ujungnya untuk meningkatkan pelayanan kepada masarakat. Kita akan kirim surat kepada Kemenag kota dan kabupaten terkait masalah ini. Lembaga kita akan repot jika tidak ditangani SDM memadai. Dalam aspek pelayanan akan mendapat cibiran masyarakat. Kita akan dicemoohkan,” katanya.

Masalah Talak

Sementara itu narasumber dalam kajian tersebut adalah Fathi Ridwan dari Garut. Dia membahas masalah talak dan rujuk yang mengacu pada kitab “Fiqih Sunnah” karya Sayyid Sabiq. Dikatakan, kata talak bermakna melepaskan atau membiarkan. Sedangkan secara syar’i, talak adalah melepaskan ikatan perkawinan atau mengakhiri hubungan suami istri.

“Perbuatan talak termasuk yang sangat dibenci Allah. Sebab kelanggengan kehidupan pasangan suami istri merupakan salah satu tujuan yang sangat diperhatikan dalam Islam. Ikatan perkawinan itu sebuah ikatan yang betul-betul untuk membangun kehamonisan dan tidak menghendaki terjadinya disharmonisasi. Kehidupan yang kuat dan kokoh,” ujar Fathi.

Sebuah ikatan perkawinan dilaksanakan dengan tujuan untuk keberlanjutan dan kekal abadi sampai akhir khayat. Agar masing-masing pasangan memudahkan cara untuk menjadikan rumahnya tempat bernaung. Keduanya menikmati kebersamaan keharmonisan berumahtangga dalam lindungan yang sangat nyaman. Nikah adalah ibadah nikmat. Siapa yang melakukan talak, berarti dia telah mengingkari nikmat. Begitu juga wanita yang menggugat cerai suaminya, maka wanita itu kufur nikmat.

Maka tidak dibenarkan perceraian itu kecuali ada kedaruratan, ada mudharat. Misalnya, talak boleh dilakukan seorang suami, jika dia meragukan perilaku pasangan hidupnya. Ada perasaan sudah tidak tertarik lagi kepada istrinya, karena perilaku buruk pasangannya. Jika tidak ada alasan kuat, tapi tetap menjatuhkan talak, maka itu menjadi murni termasuk kufur nikmat Allah,” tegas Fathi Ridwan. *(Kontributor : Eva Nurwidiawati)