Opini

Wakil Presiden Membuka Pintu Aduan Rakyat adalah Contoh Kepemimpinan Yang Inklusif

Penulis: Kamas Wahyu Amboro (Akademisi, Aktivis, Pengamat)
Penulis: Kamas Wahyu Amboro (Akademisi, Aktivis, Pengamat)

Di setiap kepemimpinan di Indonesia, disetiap level dari desa hingga presiden ada jarak yang sangat Jauh antara Rakyat dengan pemimpinanya. Tidak usah bermimpi masuk ke Istana Presiden dan Wakil Presiden, setiap rakyat yang tidak memiliki kekuatan politik untuk masuk ke rumah kepala desa saja masih ada rasa “deg-degan”, takut dan lain sebagainya karena eklusifnya kepemipinan di Indonesia. Seorang guru ke dalam dinas Pendidikan, seorang guru pesantren di kementerian Agama, semua seolah memiliki tembok besar. Seakan-akan ada syarat formal untuk masuk di gedung yang di bangun oleh uang rakyat.

Hal ini tentu sangat tidak sehat dan merugikan. Satu sisi rakyat tidak bisa menyampaikan aspirasi secara langsung, sisi lain dari pihak pemimpin, pejabat, atau penguasa tidak bisa menyerap aspirasi dari rakyat secara langsung.

Seorang anggota DPR bisa saja mengatakan “..kan ada reses, kita menjalankan ko”. Coba ditanyakan lagi reses ini untuk betul menyerap aspirasi atau perawatan konstituen. Kepala dina atau menteri bisa saja mengatakan silahkan buat aurat audiensi, nanti di sampaikan ke ruang kesekretariatan, nanti disuruh menunggu. Dan saya pastika tidak dipanggil kalo yang datang rakyat biasa. Ini problem,   kepemipinan kita bekerja sangat formalistik tidak substantif. Akhirnya hasilnya mohon maaf, dikutif dari CNBC  Indonesia 30 Januari 2023, Dana Kemiskinan 500 Triliuan Habis Buat Rapat.

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) per September 2022, Anas mengatakan, tingkat kemiskinan di Indonesia sebesar 9,57 persen, menurun dibanding tingkat kemiskinan pada September 2021 sebesar 9,71 persen. Namun, bila dibandingkan dengan posisi Maret 2022 yang sebesar 9,54%, tingkat kemiskinan September itu naik 0,03%. Catat, dalam satu tahun kurang-lebih, hanya Naik 0,03%.

Langkah progressive yang dilakukan Pak Gibran (Wakil Presiden RI) seharusnya membuka mata pejabat kita, membuka mindset kepempinam nasional. Bahwa seorang pemimpin baik di tingkat RT, RW, Desa, Kab/Kota, Provinsi Hingga Pusat, baik eksekutif maupun Legislatif harus melihat kebawah, harus Inklusif, harus, terbuka, sehingga bisa melihat sebenar-benar apa yang memang diinginkan oleh rakyat Indonesia. Sehingga tercipta apa yang dituliskan dalam Sila ke 4, “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat, kebijaksanaan, dalam permusyawaratan Perwakilan”. Kepemimpinan diwakilkan oleh pemimpin yang bijaksana. ***

Tinggalkan Balasan