Pengamat dan elit politik kita memang piawai membuat istilah istilah yang unik dan menarik. Kemarin Ketua DPD PDIP Jawa Tengah, Bambang Wuryanto melempar wacana “pasukan celeng”, sekarang muncul istilah “Politik Gentong Babi”. Yang melempar adalah peneliti politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati. Ia mengingatkan potensi beberapa menteri yang bisa nyapres 2024 dengan mengendarai politik Gentong Babi.
Disebut misalnya Mensos Risma dan Menparekraf Sandiaga Uno. Atau menteri lain yang menjelang pelaksanaan pilpres kerena jabatan dan instansinya bisa menyelenggarakan kegiatan/proyek yang bersentuhan dengan keperluan masarakat banyak. Semisal bantuan sosial, hibah atau proyek negara tetapi sangat terasa manfaat seketika oleh masyarakat.
Peneliti Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Heroik Pratama menyebut Poltik Gentong Babi itu berpotensi terjadi jual beli suara. Lu ngasih gua pilih. Terjadi pemanfaatan dana publik untuk kepentingan ambisi pribadi. Dan ini banyak terjadi terutama pada pemilihan kepala daerah. Dampak serius kata Heroik adalah :
Pertama, merusak rasionalitas pemilih. Setelah ada transaksi para pemilih harus berhitung aspek materi.Pertimbangan obyektif tentang kualitas calon menyangkut rekam jejak, kapasitas, integritas, menjadi terkesampingkan.
Kedua, persaingan kandidat menjadi tidak seimbang.Petahana atau pejabat yang memiliki akses kekuasaan akan lebih dominan dan berpeluang menang secara tidak adil.
Salah satu solusi mengindari politik Gentong Babi itu ya menghilangkan periodesasi masa jabatan sejak presiden sampai kepala daerah. Hal ini pernah diusulkan profesor Salim Said. Menurut guru besar ilmu pertahanan itu jabatan presiden dan kepala daerah cukup at periode saja. Masa jabatannya bisa ditambah, misalnya 7 atau 8 tahun. Tapi ide mantan wartawan Tempo itu bagai gayung tak bersambut. Sepi sepi wae.
Memang tak mudah melaksanakan alam pikir itu. Itu harus dilakukan dengan amandemen UU1945. Itu bukan perkara enteng. Bukan Sim salabim Abra kadabra. Dengan menghilangkan petahana itu tentu jual jasa pejabat bisa dihindarkan. Dengan demikian juga gak bakal ada istilah politik Gentong Babi itu.
Lalu apa sih itu Gentong Babi ?
Menurut pengamat dan dosen Politik Universitas Muhammadiyah Jogyakarta Bambang Eka Cahya secara historical itu lahir di Amrik dimasa perbudakan sekitar tahun 1800an.Para tuan tanah yang kaya raya kecewa pada kinerja para budak belian. Mereka dianggap bekerja malas malasan. Sebenarnya para budak itu sengaja bekerja lamban agar para majikan berkurang keuntungannya. Hadi ada aspek perjuangan disitu Kalau perlu mereka bangkrut .
Lalu tuan tuan kaya itu memutar otak. Di buatlah shop babi didalam dan disimpan dalam gentong. Diumumkan pula siapa yang kerjanya baik dan cepat akan diberi hadiah makan shop babi yang ada di dalam gentong itu.
Ternyata perut tak bisa diajak kompromi . Tidak ada jalan lain kerena lapar mereka terpaksa bekerja baik dan produktif. Nah cara ini juga pernah diterapkan di Amerika.Untuk kepentingan politik petahana Presiden James Madison, wapres George Clinton mengusulkan dibangun jalan tembus dari timur ke barat dengan melingkar ke Utara.
Nah rupanya inilah yang ditempuh oleh para politikus kita dalam meraih jabatan periode berikut. Ini yang minta diwaspadai oleh Wasisto Raharjo Jati. Hati hati dengan menteri yang punya peluang bikin gentong babi. Jual beli suara. Lu ngasih gua pilih. ****