JAKARTA (Aswajanews.id) – Komite Perjuangan Rakyat (Kopra Institut) akan membangun konsolidasi masyarakat sipil dan organisasi kepemudaan untuk mendiskusikan serta protes kebijakan penegak hukum (Polri) terkait kasus yang terjadi beberapa tahun terakhir.
Kasus pelanggaran HAM, judi online, dan diskriminasi terhadap mahasiswa yang kerap terjadi merupakan sebuah tindakan inkonstitusional. Dengan demikian, maka Komite Perjuangan Rakyat berinisiatif mediasi diskusi dengar pendapat dan petisi terhadap polri.
Menurut Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), bahwa dalam kurun waktu 2024 ada sebanyak 663 aduan dugaan pelanggaran HAM yang melibatkan polisi republik Indonesia (Polri). Hal itu menunjukkan bahwa lembaga penegak hukum harus dievaluasi dan bahkan bisa direformasi.
“Kami berharap bahwa polri sebagai institusi sipil semestinya jelas fungsinya. Polri seharusnya melakukan penegakan hukum, melayani dan mengayomi masyarakat bukan sebaliknya,” ucap Faisal, Direktur Komite Perjuangan Rakyat.
“Namun faktanya hari ini, Polri Masih jauh dari tujuan dan fuksinya. Contoh kasus polisi tembak polisi, polisi tembak siswa yang menghebohkan publik, belum juga kasus diskriminasi terhadap mahasiswa pada saat melakukan demonstrasi,” lanjut Faisal.
Kasus yang melibatkan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) soal pelanggaran HAM juga kinerja Polri harus ditanggapi secara serius oleh pegiat HAM, organisasi mahasiswa, LSM dan masyarakat luas.
“Dari beberapa kasus polri yang tidak pernah berhenti, maka kami menginisiasi dengar pendapat masyarakat sipil dengan tujuan kritikan dan evaluasi kepada penegak hukum,” tutup Faisal. (Kamas Wahyu Amboro)