Masjid Agung, Ngaji Ihya (Rabu, 1/2/2023), Di depan puluhan peserta ngaji KH. Subhan Ma’mun memberikan beberapa pesan. Namun pesan yang beliau sampaikan membuat penulis terus merenungi dan sepertinya mengingatkan agar ketika menjadi seorang pendidik atau guru maupun ustadz tidak hanya mengajar, tetapi memiliki tugas-tugas lain, seperti mendoakan agar yang diajarkan bisa difahami.
Penulis yang memiliki siswa ngaji setelah sholat Magrib di rumah, merasa bahagia bisa berbagi ilmu dengan mereka. Namun penulis sering lupa untuk mendoakan mereka agar diberi pemahaman dan kelancaran dalam belajar membaca al-Qur’an.
Pesan KH. Subhan Ma’mun kepada peserta ngaji kitab Ihya di Masjid Agung Brebes (1/2/2023), bahwa beliau saat mau mengajar memohon kepada Allah Swt agar jamaah yang ikut ngaji diberi kefahaman.
Beliau faham betul karena sangat susah untuk memahami dalam membedah kandungan isi kitab ihya, apalagi untuk mengajak jamaah ngaji agar bisa faham.
Logika-logika yang dipakai oleh pengarah kitab Ihya Ulumuddin Imam al-Ghozali sangat mendalam dan dibutuhkan berbagai disiplin ilmu untuk dapat memahaminya. Sehingga beliau (KH. Subhan Ma’mun) selalu mendoakannya.
Yang menarik bagi penulis dan dapat dikatakan terenyuh, menangis dalam hati. Ketika KH. Subhan Ma’mun mengatakan pada jamaah ngaji Ihya. Bahwa beliau selalu berdoa memohon kepada Allah Swt, agar jamaah yang ikut mengaji diberi kefahaman. Sungguh sangat bahagianya penulis dan jamaah ngaji ihya yang terus didoakan oleh KH. Subhan Ma’mun agar diberi pemahaman belajar ilmu agama terutama ketika ngaji Ihya.
Penulis mengakui sangat sulit untuk memahami apa yang disampaikan oleh Imam al-Ghozali dalam kitab Ihya. Padahal penjelasannya sering diulang-ulang oleh KH. Subhan Ma’mun, agar bisa memahaminya.
Penulis berharap, semoga penulis dapat menjadi santri beliau, ikut mengaji kajian-kajian beliau dan bisa meniru apa yang dilakukannya. “Memohon kepada Allah Swt. agar santri kecil-kecil penulis diberi kefahaman dan kelancaran belajar membaca al-Quran.” Aamiiin.
Miskin yang Menerima Kaya yang Bersyukur
Ngaji Ihya didalamnya tentu banyak nasehat dalam memahami dan menata kehidupan diri di dunia agar menjadi hamba yang bersyukur, sabar dan terus beribadah.
Kita tidak tahu apa yang Allah Swt takdirkan. Mau menjadi manusia yang kaya atau tidak kaya. Namun Allah Swt mengajarkan ketika menjadi manusia kaya maka banyaklah bersyukur, mensyukuri apa yang yang diberikan untuk jalan beribadah dan dakwah dijalan Allah Swt. Begitu juga ketika saat ini kita belum ditakdirkan kaya, maka bersabarlah.
Allah Swt sangat menyukai orang yang kaya beribadah dan yang belum atau tidak kaya juga beribadah. Orang kaya dan belum kaya dimata Allah Swt sama nilainya ketika beribadah. Ada harta beribadah tidak ada harta juga beribadah.
Orang kaya dan miskin ketika berbuat dosa juga memiliki nilai yang sama, tidak dibedakan berbuat dosa nilainya sama-sama tidak baik. Begitu juga dalam menolong agama Allah, semuanya mendapatkan derajat yang mulia.
Oh Yahh, perlu pembaca fahami dan ketahui serta jangan menganggap orang kaya tidak ada cobaannya. Banyak cobaan bagi orang kaya, yang paling berat adalah tidak mau bersyukur (ora eling Gusti Allah Swt), karena banyak orang kaya menganggap bahwa apa yang didapatkan semua dari hasil kerja kerasnya, sehingga muncul kesombongan dan mengingkari apa-apa yang diberi oleh Allah Swt.
Padahal orang kaya yang tidak bersyukur maka akan membuat rejekinya tidak berkah dan keluarga kurang nyaman.
Menjadi orang kaya memiliki tugas yang berat juga. Bagaimana mengangkat kemiskinan, ada perhatian untuk berdiskusi membahas kemiskinan dan memiliki perhatikan pada kemiskinan. inilah kadang yang dilupakan juga oleh orang-orang kaya. Menjadi kaya untuk membantu orang yang belum atau tidak kaya.
Bagi orang kaya, janganlah sering menampakan jumlah harta pada orang lain. Kalau keluarga melihat harta maka akan membuat sakit hati dan mengurangi keberkahan harta yang dimiliki. Begitu juga ketika kaya suka pamer harta maka kalau tidak punya harta akan hina.
Ukurlah kemampuan kekayaan yang dimiliki. Jangan membeli sesuatu diluar kemampuanya dan mengada-ada dengan harta semua bisa dibelinya. Karena hal ini akan merugikan diri sendiri dan ini berlaku bagi orang miskin pula. Tetap berusaha mengira-ngira kemampuan diri sendiri ketika akan membeli sesuatu, tidak asal membeli.
Kalaupun ingin membeli mobil, niatilah untuk mengaji dan bersilahturahmi. maka rizki yang digunakan untuk membeli mobil akan memberikan kemanfaatan untuk diri sendiri dan orang lain
Semua bentuk pengeluaran harta dan kegiatan apapun harus ada hubungan dengan ahirat (lillahi ta’ala). Maka kekayaan yang dimiliki akan diterus didoakan malaikat. (yang ahli infak diberi kesehatan dan keberkahan dan berilah orang yang medit diganti kerusakan).
Harta yang dimiliki tidak untuk pamer dan menghalang-halangi menolong agama Allah Swt nanti hartanya akan muspro. Semua harta yang dimiliki harus dikaitkan dengan Ibadah.
Ingat !! Kehancuran bagi orang kaya, salah satunya ketika mendapatkan warisan tidak adil. Menyembunyikan harta yang dimiliki oleh orangtua yang seharusnya dibagikan untuk dimiliki sendiri.
Kaya miskin ada cobaannya. Menjadi orang miskin dicoba bagaimana ia harus menerima kondisi yang ada, sabar terhadap takdir yang dijalaninya. Semua ujian Allah Swt ada yang berbentuk bahagian dan tidak bahagia (kepenak lan ora kepenak).
Jadi orang miskin cobaanya sangat berat untuk beribadah. Karena waktu untuk beribadah dan mengaji, ia masih disibukan dengan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan perutnya. Sehingga ibadahnya kalah dengan orang lain yang diberi kecukupan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kemiskinan yang akut, tidak punya apapun ataupun sangat susah untuk mendapatkan makanan untuk modal hidup keseharian. Maka hal ini akan berbahaya bagi simiskin untuk pindah akidah. Ini menjadi cobaan yang sangat berak “kefakiran mengarah pada kecenderungan kekafiran.”
Manusia sebenarnya diberi kecukupan kalau yang dicari diatas kebutuhannya semata atau sesuai kadar kebutuhannya. Dan mencarinyapun lebih utama kalau tujuan untuk melaksanakan ibadah dan mencapai jalan ketenagan dalam beragama.
Sebenarnya, dunia bagi orang muslim tidak ada kebebasan. Dari kekayaan yang didapat tidak boleh dimilikinya sendiri. Ia harus mengeluarkan zakat, infak dan shodakoh serta menjalankan kewajiban beribadah yang lain kepada
Allah Swt.
Begitu pula ketika menjadi manusia kalau tidak meminta kepada Allah Swt maka dihukumi sombong. Maka berdoalah karena berdoa adalah menjemput bola rizki. Sama halnya manusia hidup di dunia tidak ada keutamaan (fadhilah) sama sekali, kalau hanya berorientasi dunia semata. Wallahu ‘alam bishowab.
Lukmanrandusanga, Kamis (2/2/2023)