Kota Banjar (Aswajanews.id) – Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Kota Banjar tengah menjadi sorotan publik menyusul dugaan pengabaian terhadap instruksi Gubernur Jawa Barat yang melarang pungutan untuk kegiatan perpisahan di sekolah negeri.
Hasil penelusuran tim investigasi mengungkap bahwa siswa kelas XII dibebankan iuran sebesar Rp1.250.000 per siswa, yang kemudian diturunkan menjadi Rp1.025.000 setelah rapat kedua. Total siswa kelas XII tercatat sebanyak 66 orang dari total 201 siswa.
Dana tersebut disebut sebagai “tabungan” yang dihimpun sejak siswa duduk di kelas X hingga kelas XII. Menurut Kepala Tata Usaha MAN Kota Banjar, Ogi, dana ini digunakan untuk kegiatan perpisahan dan pembangunan masjid.
“Tabungan ini merupakan inisiatif komite, bukan dari pihak madrasah. Kami hanya memfasilitasi,” jelas Ogi saat dikonfirmasi. Ia menyebut hingga kini baru 10 siswa yang telah menerima pengembalian dana tersebut.
Hingga berita ini diturunkan, Kepala MAN Kota Banjar belum dapat dimintai konfirmasi.
Sementara itu, Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Banjar, H. Ahmad Fikri Firdaus, menyampaikan klarifikasi dan menegaskan bahwa Kemenag mendukung penuh kebijakan Gubernur Jawa Barat dan Kepala Kanwil Kemenag Jabar dalam mewujudkan pendidikan madrasah yang sederhana, transparan, dan berorientasi pada penguatan karakter.
Fikri merinci delapan pokok kebijakan, di antaranya:
- Kegiatan perpisahan yang sederhana, tanpa unsur pamer kemewahan.
- Study tour yang edukatif, bukan wisata murni.
- Larangan praktik jual beli di madrasah.
- Transparansi pengumuman kelulusan.
- Penguatan karakter dan pemerataan akses pendidikan.
Ia menekankan pentingnya mengembalikan roh pendidikan kepada nilai-nilai integritas, kesetaraan, dan moralitas.
“Bersama seluruh pemangku kepentingan, mari wujudkan pendidikan madrasah yang membumi, merata, dan berorientasi masa depan,” ujar Fikri.
Diduga Langgar Instruksi Gubernur
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat telah menerbitkan surat edaran yang secara tegas melarang adanya pungutan dalam bentuk apapun untuk kegiatan perpisahan siswa di sekolah negeri. Tujuannya adalah menciptakan sistem pendidikan yang inklusif tanpa tekanan finansial bagi siswa dan orang tua.
Bila terbukti, tindakan ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran administratif, dan bahkan berpotensi masuk ke ranah maladministrasi atau penyalahgunaan wewenang, terutama jika ada unsur pemaksaan atau pengelolaan dana tanpa dasar hukum yang sah.
Potensi Sanksi Hukum
Berikut beberapa regulasi yang berpotensi dilanggar:
- UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Pasal 51 dan 52): Sekolah negeri dibiayai negara, tidak diperbolehkan memungut biaya tanpa dasar hukum.
- Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah: Komite hanya boleh menggalang dana secara sukarela dan tidak mengikat.
- UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan: Memberikan sanksi administratif atas penyalahgunaan wewenang.
- Jika terdapat unsur korupsi: Dapat dijerat Pasal 372 KUHP (penggelapan) atau UU Tipikor jika dana publik dikelola tanpa akuntabilitas.
Masyarakat kini menanti tindakan tegas dari otoritas terkait, baik dari Kemenag maupun Pemprov Jabar, untuk memastikan prinsip keadilan dan akuntabilitas dalam dunia pendidikan benar-benar ditegakkan. (Red)
Eksplorasi konten lain dari aswajanews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.