Aktual

“Mapag Sri”, Menjemput Rezeki dalam Harmoni di Desa Wanasari

160

INDRAMAYU (Aswajanews.id) – Langit cerah menyambut pagi di Desa Wanasari, Kecamatan Bangodua, Kabupaten Indramayu, Jumat (9/5/2025). Di halaman Balai Desa, suasana penuh kehangatan mulai terasa. Warga dari berbagai penjuru desa datang berbondong-bondong, membawa tumpeng dan lauk pauk sederhana dari rumah masing-masing. Di tangan mereka, bukan hanya bekakak ayam atau sayur urap, tapi juga semangat kebersamaan dan nilai leluhur yang terus hidup: Mapag Sri.

Tradisi Mapag Sri adalah perwujudan rasa syukur atas hasil panen yang melimpah. Dalam bahasa lokal, “mapag” berarti menyambut atau menjemput, sementara “Sri” melambangkan Dewi Sri, dewi kesuburan dan kemakmuran dalam kepercayaan agraris masyarakat Jawa. Tradisi ini menjadi simbol keharmonisan antara manusia, alam, dan Sang Pencipta.

Kuwu Wanasari, Tarsono, ST., menjelaskan makna dalam dari perayaan ini. “Mapag Sri bukan sekadar acara tahunan. Ini adalah doa bersama kami, rasa syukur kami. Kami percaya, ketika kita bersyukur, maka rezeki akan terus mengalir,” katanya penuh haru.


Rangkaian acara diawali dengan tahlilan dan doa bersama. Di bawah naungan tenda sederhana, para tokoh agama, masyarakat, dan pemuda duduk bersila, mengirim doa bagi para leluhur dan memohon keberkahan panen berikutnya. Setelah itu, makanan yang dibawa dari rumah disantap bersama. Tidak ada sekat antara pemimpin dan rakyat—semua duduk setara, menyatu dalam semangat kekeluargaan.

Hiburan wayang kulit dari kelompok Langgeng Budaya Desa Lohbener menjadi penutup yang meriah. Anak-anak berlarian di halaman, para orang tua duduk menikmati kisah pewayangan, sementara para pemuda mengabadikan momen dengan kamera ponsel.

Acara ini turut dihadiri sejumlah pejabat dan tokoh penting, di antaranya Kapolsek Tukdana Iptu Junata Tisna Sanjaya, S.H., Kasium Aiptu Wahyudin, Bhabinkamtibmas Bripka Asep Heriyanto, S.H., Babinsa Serma Damun, Kasi Trantib Kecamatan Bangodua Eko Febiyanto, S.IP., serta para Kuwu dari desa sekitar. Hadir pula ketua RT/RW, BPD, LPM, dan ibu-ibu PKK Desa Wanasari.

Yang istimewa dari Mapag Sri bukanlah kemegahan acaranya, tapi nilai-nilai yang dikandungnya—gotong royong, syukur, dan pelestarian budaya. Di tengah modernisasi dan arus digital yang deras, Desa Wanasari tetap memegang erat akar budayanya.

Di penghujung acara, senyum mengembang di wajah Tarsono. “Selama kami masih menanam, selama kami masih percaya pada Tuhan, selama itu pula Mapag Sri akan terus hidup,” ucapnya mantap.

(PRAPTO/Herman Tongol)

https://aswajanews.id/wp-content/uploads/2025/04/muakhi-313.jpg