Lebaran sebentar lagi. Tidak lebih dari 3 hari ke depan, kita akan merayakan Hari Lebaran. Muhamadiah sudah menetapkan tanggal 2 Mei 2022. Pemerintah sendiri baru akan memutuskan setelah Sidang Isbath tanggal 1 Mei 2022. Atas gambaran ini, boleh jadi Hari Lebaran untuk tahun ini akan bersamaan antara Muhammadiah dengan Pemerintah, sekali pun awal puasa nya berbeda.
Lebaran tahun ini memang berbeda dengan tahun lalu. Kali ini Pemerintah membolehkan masyarakat untuk mudik. Padahal, pada tahun lalu Pemerintah dengan tegas melarang mudik. Walau tahun ini kita “diwarning” cukup keras untuk mentaati aturan mudik yang cukup ketat, namun hal itu mesti nya jangan menyurutkan niat kita untuk beribadah secara khusu.
Lebaran diawali dengan puasa Ramadhan. Selama sebulan penuh, kita dituntut untuk mensucikan diri. Ramadhan adalah bulan penuh berkah. Kita wajib mengisi nya dengan sikap dan perbuatan yang mengarah pada kesalehan. Semua perilaku buruk harus ditendang jauh-jauh dalam kehidupan. Kita perlu membuktikan bahwa upaya mensucikan diri adalah bagian dari tugas kita selaku manusia.
Satu persoalan yang sering menjadi kerisauan kita adalah terkait dengan ketersediaan bahan pangan menjelang tiba nya hari Lebaran. Pemerintah memberi jaminan kebutuhan bahan pangan pokok menjelang bulan ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri aman dan cukup terkendali. Keterangan yang disampaikan Menteri Pertanian Syahrul Yasir Limpo memberi keyakinan kepada kita tentang data yang memperkuat penjaminan diatas.
Menteri Pertanian mengatakan ketersediaan relatif aman untuk komoditas beras, jagung, bawang merah, cabai merah, daging ayam, telur ayam, dan minyak goreng. Ketersediaan komoditas tersebut diperkirakan dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Sementara stok kedelai, bawang putih, daging sapi, dan gula konsumsi pemenuhannya selain produksi dalam negeri juga dari substitusi impor.
Ketersediaan bahan pangan pokok, memang telah menjadi perhatian Pemerintah menjelang tiba nya Hari Besar Keagamaan Nasional. Setiap tahun Pemerintah Daerah selalu melakukan Rapat Koordinasi antara Satuan Kerja Pemerintah Daerah dengan kalangan Dunia Usaha, Asosiasi dan Komunitas. Hal ini dilakukan, karena Pemerintah terkadang was-was, sekira nya bahan pangan pokok tidak tersedia. Terlebih-lebih bila kelangkaan bahan pangan ini diikuti oleh meroket nya berbagai harga pangan di pasaran. Pemerintah sendiri, tidak melarang para petani untuk memperoleh untung dalam memasuki hari Lebaran ini. Tapi, Pemerintah juga berkewajiban melindungi konsumen agar harga di pasar tidak membebani nya.
Itu sebab nya, penting dicarikan formula bagaimana Pemerintah mampu menciptakan harga yang wajar dan berkeadilan. Disinilah kita butuh kajian dan perhitungan yang cukup matang, sehingga antara tuntutan produsen dan konsumen bahan pangan memperoleh tingkat kepuasan yang sama.
Salah satu langkah yang diupayakan Pemerintah selama ini adalah dengan memperkuat posisi ketersediaan bahan pangan yang berkualitas. Menurut Undang Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, ketersediaan pangan dicapai melalui peningkatan produksi dalam negeri dan penguatan cadangan pangan. Apa pun yang terjadi, Pemerintah terekam akan berjuang keras untuk mencukupi bahan pangan.
Lewat Rapat Koordinasi menjelang HBKN di berbagai tingkatan Pemerintahan, termasuk menjelang hari Lebaran ini, Pemerintah tampak ingin memotret bagaimana sesungguh nya kondisi ketersediaan pangan yang ada. Apakah sudah terpenuhi atau belum. Pemerintah sendiri, tentu tidak ingin kecolongan.
Di sisi lain, sekarang ini, ada nuansa baru yang digarap Pemerintah. Rupa nya Pemerintah tidak mau lagi dicap hanya tampil selaku “pemadam kebakaran” dalam mensolusikan ketersediaan bahan pangan ini. Kesan semacam ini, memang sudah cukup lama melekat. Pemerintah seperti yang kesulitan untuk melepasnya.
Oleh karena nya, kita dapat cermati, sejak jauh-jauh hari menjelang Lebaran, Pemerintah sudah melakukan ancang-ancang untuk merumuskan nya lewat pendekatan deteksi dini. Hal ini jelas merupakan langkah yang cukup baik untuk menghilangkan kesan selaku pemadam kebakaran.
Kesiap-siagaan menghadapi lonjakan harga beberapa hari menjelang hari Lebaran tiba, tentu harus diantisipasi jalan keluar nya. Berdasarkan pengalaman selama ini, pada situasi ini, memang sudah ditengarai kenaikan harga beberapa harga bahan pangan tersebut bakal terjadi. Kita sendiri tidak boleh memungkiri atas fenomena yang terjadi.
Tinggal sekarang bagaimana kita mencari solusi terbaik nya, agar kenaikan harga tersebut masih berada dalam posisi yang wajar. Inilah yang sulit. Istilah wajar, tentu akan terkait dengan kaidah keadilan.
Dilemanya, para produsen, seperti petani, peternak, pekebun, pembudi-daya ikan, nelayan, petani hutan dan lain sebagai nya, pasti mendambakan keuntungan yang optimal. Namun di sisi yang lain, kita pun harus menghormati aspirasi konsumen, yang menuntut agar harga masih dapat terjangkau.
Apalagi di era pandemi covid 19, daya beli masyarakat mengalami penurunan yang cukup signifikan. Para pekerja banyak yang dirumahkan. Karyawan swasta banyak diatur ulang jam kerja nya. Bahkan beberapa kalangan wiraswasta pun banyak yang gulung tikar, karena tidak tumbuh nya perekonomian nasional, yang sangat berdampak nyata terhadap perkembangan perekonomian daerah.
Pangan menjelang Lebaran, memang harus dikelola secara cerdas, baik yang menyangkut ketersediaan atau pun tingkat harga yang terjadi di masyarakat. Pemerintah tidak boleh lagi memainkan peran sebagai pemadam kebakaran, tapi sudah saat nya Pemerintah menerapkan “early warning system”.
Bila hal ini dapat digarap dengan baik, kita optimis, ketersediaan dan harga bahan pangan akan dapat dikendalikan. Ke arah sanalah sebaik nya pola pikir kita tujukan. ***
Eksplorasi konten lain dari aswajanews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.