Dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang mengalami perasaan insecure atau ketidakamanan diri, terutama dalam hal status sosial, ekonomi, dan penampilan. Hal ini sering terjadi karena kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain yang tampak lebih sukses atau beruntung. Islam dan Al-Qur’an memberikan pandangan yang jelas tentang perasaan ini dan bagaimana cara mengatasinya agar tidak menjadi penghalang dalam kehidupan seorang Muslim.
Perasaan insecure atau ketidakamanan diri sering dialami oleh banyak orang dalam berbagai aspek kehidupan, seperti fisik, ekonomi, sosial, maupun pencapaian pribadi. Dalam Islam, perasaan ini tidak diabaikan, tetapi diberikan solusi agar seorang Muslim bisa mengatasinya dengan cara yang benar.
Insecure dalam Pandangan Islam
Islam mengajarkan bahwa setiap manusia memiliki nilai dan keistimewaannya masing-masing. Rasa insecure sering kali muncul karena seseorang membandingkan dirinya dengan orang lain dan merasa kurang berharga. Namun, dalam Islam, kebahagiaan sejati tidak diukur dari materi, penampilan, atau pengakuan sosial, melainkan dari ketakwaan kepada Allah SWT Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk rupa dan harta kalian, tetapi Dia melihat hati dan amal kalian.” (HR. Muslim)
Hadis ini mengajarkan bahwa keutamaan seseorang bukan berdasarkan hal-hal duniawi, tetapi pada ketulusan hatinya dan amal kebaikannya. Oleh karena itu, Islam mengajak manusia untuk lebih fokus pada usaha memperbaiki diri daripada membandingkan diri dengan orang lain.
Insecure dalam Perspektif Al-Qur’an
Al-Qur’an banyak menyinggung perasaan rendah diri atau kegelisahan dengan memberikan motivasi dan penguatan spiritual. Salah satunya dalam Surah Al-Baqarah ayat 286:
لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَاۗ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ اِنْ نَّسِيْنَآ اَوْ اَخْطَأْنَاۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَآ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهٗ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَاۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهٖۚ وَاعْفُ عَنَّاۗ وَاغْفِرْ لَنَاۗ وَارْحَمْنَاۗ اَنْتَ مَوْلٰىنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَࣖ ٢٨٦
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…”
Ayat ini mengajarkan bahwa setiap manusia diberikan ujian sesuai dengan kemampuan mereka, sehingga tidak perlu merasa tidak cukup baik atau tidak mampu. Allah telah menciptakan setiap manusia dengan potensi dan rezeki masing-masing, yang seharusnya menjadi penyemangat untuk terus berusaha dan bersyukur.
Selain itu, dalam Surah Adh-Dhuha (93:3-5), Allah menenangkan Nabi Muhammad SAW yang sempat merasa sedih dan khawatir:
مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلٰىۗ ٣وَلَلْاٰخِرَةُ خَيْرٌ لَّكَ مِنَ الْاُوْلٰىۗ ٤وَلَسَوْفَ يُعْطِيْكَ رَبُّكَ فَتَرْضٰىۗ ٥
“Tuhanmu tidak meninggalkan engkau dan tidak (pula) membencimu. Dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang permulaan. Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas.”
Ayat ini mengajarkan bahwa Allah selalu menyertai hamba-Nya, dan masa depan bisa lebih baik jika seseorang terus berusaha dan percaya kepada-Nya.
Mengatasi Insecure dengan Prinsip Islam
Untuk mengatasi rasa insecure, Islam mengajarkan beberapa prinsip:
- Bersyukur atas apa yang dimiliki
– Dengan bersyukur, seseorang akan lebih fokus pada keberkahan yang ada daripada kekurangan yang dirasakan.
- Berusaha dan bertawakal – Usaha yang diiringi dengan doa dan kepercayaan kepada Allah akan memberikan ketenangan hati.
- Tidak membandingkan diri dengan orang lain secara berlebihan – Setiap orang memiliki jalan hidup yang berbeda, sehingga membandingkan diri secara terus-menerus hanya akan menambah kegelisahan.
- Menguatkan hubungan dengan Allah – Dengan mendekatkan diri kepada Allah melalui ibadah, doa, dan dzikir, hati akan menjadi lebih tenang dan merasa cukup.
Kesimpulan
Rasa insecure adalah sesuatu yang wajar, tetapi Islam memberikan solusi agar tidak tenggelam dalam perasaan tersebut. Dengan memahami ajaran Islam dan Al-Qur’an, seseorang bisa menemukan ketenangan dan kebahagiaan sejati yang tidak bergantung pada penilaian manusia, tetapi pada hubungan dengan Allah dan usaha dalam menjalani hidup. (*)