Beranda Opini Berusaha dan Berdoa: Jalan Tengah Spiritual dalam Tradisi Nahdlatul Ulama

Berusaha dan Berdoa: Jalan Tengah Spiritual dalam Tradisi Nahdlatul Ulama

135
Oleh: A’isy Hanif Firdaus, S.Ag.

Dalam amaliah Nahdlatul Ulama (NU) konsep berusaha dan berdoa sejalan dengan prinsip dasar yang mengedepankan keseimbangan antara ikhtiar (usaha) dan tawakkal (penyerahan diri kepada Allah). Amaliyah NU menekankan bahwa umat Islam dalam kehidupannya tidak semata-mata mengenai hasil akhir yang tercapai, melainkan tentang proses yang diwarnai usaha maksimal dan disertai doa yang tulus.

Pada hakikatnya dalam pandangan NU, berusaha adalah bagian dari kewajiban seorang Muslim. Ikhtiar adalah bentuk konkret dari pengamalan amar ma’ruf nahi munkar yakni berusaha sebaik mungkin untuk mencapai kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam bermasyarakat. Namun, usaha ini tidak terlepas dari kewajiban untuk selalu mengingat Allah melalui doa dan dzikir.

Berusaha (Ikhtiar) dalam konteks NU tidak berarti memaksakan kehendak atau melupakan nilai-nilai spiritualitas. Justru, melalui amalan yang telah diajarkan oleh para ulama NU usaha yang dilakukan dengan penuh keikhlasan dengan kesadaran bahwa segala sesuatu, pada akhirnya, berada di tangan Allah. Ini tercermin dalam amalan tawassul berdoa melalui perantara orang-orang yang dianggap memiliki kedekatan dengan Allah, seperti Nabi Muhammad SAW, para wali, dan ulama. Tawassul bukan berarti meminta bantuan selain Allah, melainkan sebagai bentuk penghormatan dan pengakuan terhadap perantara yang Allah ridhai.

Berdoa dalam pandangan NU, adalah sarana untuk menjaga kedekatan diri dengan Allah, sebagai bentuk penyerahan diri secara penuh kepada-Nya. Doa tidak hanya sekadar permintaan untuk diberikan rezeki, kesuksesan, atau kebahagiaan, tetapi juga merupakan bentuk syukur atas nikmat yang telah diberikan. Dalam konteks ini, doa juga menjadi bentuk muhasabah, yaitu evaluasi diri untuk selalu memperbaiki niat dan amal perbuatan agar tetap berada di jalan yang diridhai Allah.

Dalam Al-Qur’an, kita sering kali diajarkan bahwa usaha yang baik harus dibarengi dengan doa yang tulus. Misalnya dalam Surah Al-Imran ayat 159:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ

Artinya: “Maka, berkat rahmat Allah engkau (Nabi Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka akan menjauh dari sekitarmu. Oleh karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam segala urusan (penting). Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.

Ayat ini mengajarkan kita bahwa hasil yang baik, yang juga termasuk kebaikan dalam hidup, sangat dipengaruhi oleh doa dan sikap kita yang penuh kasih dan harapan kepada Allah.

Salah satu ajaran utama dalam amaliyah NU adalah konsep “ziyadatul khair” (bertambahnya kebaikan). Dalam ajaran ini, setiap amal baik yang dilakukan, baik berupa usaha maupun doa, akan menghasilkan keberkahan yang lebih besar jika dilakukan dengan niat yang tulus. Ziyadatul khair tidak hanya diukur dari sisi materi atau hasil yang tampak, melainkan juga dari sisi ketenangan batin, keteguhan iman, dan kesejahteraan rohani yang didapatkan.

Ulama NU juga mengajarkan bahwa proses dalam berusaha dan berdoa itu sendiri merupakan bagian dari ibadah. Setiap langkah yang dilakukan untuk mencapai kebaikan, baik dalam pekerjaan, belajar, atau berinteraksi dengan sesama, jika dilakukan dengan niat yang benar, akan bernilai ibadah di sisi Allah. Ini sejalan dengan ajaran Imam Al-Ghazali yang menekankan bahwa semua aktivitas yang dilakukan dalam kehidupan, jika dilandasi dengan niat yang lurus, bisa menjadi amalan yang mendekatkan diri kepada Allah.

Di dalam kehidupan sehari-hari, seorang Muslim yang mengamalkan ajaran NU tidak hanya berusaha maksimal dalam segala hal, tetapi juga senantiasa mengingat Allah, memohon pertolongan-Nya, dan tidak mengandalkan hasil semata. Ini adalah prinsip yang memberikan rasa khusyuk dalam berdoa dan tawakal dalam berusaha.

Sebagai contoh, ketika seseorang berusaha membangun usaha atau bekerja di bidang apa pun, NU mengajarkan agar ia selalu berdoa untuk mendapatkan keberkahan dalam pekerjaan tersebut. Berdoa dengan tulus kepada Allah, memohon agar segala usaha diberi petunjuk dan keberkahan, merupakan bagian dari amal yang tidak terpisahkan dari usaha itu sendiri.

Secara keseluruhan, dalam amaliyah NU berusaha dan berdoa adalah dua sisi yang saling melengkapi. Usaha tanpa doa bisa menjadi sia-sia, sementara doa tanpa usaha juga tidak akan membuahkan hasil yang optimal. Kedua elemen ini berjalan beriringan, menjadikan hidup seorang Muslim lebih bermakna dengan keberkahan yang tidak hanya terlihat dari segi materi, tetapi juga dari kedamaian hati dan hubungan yang lebih erat dengan Allah. Wallahu a’lam bis showwab


Eksplorasi konten lain dari aswajanews

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.