Opini

Sejahtera Tanpa Judi: Mengurai Akar Masalah Judi Online di Kalangan Rakyat

oleh; Kamas Wahyu Amboro

Judi online terdengar sederhana, namun sangat sulit untuk diberantas. Ketika membahas peran pemuda dalam memberantas judi online, jawabannya jelas—pemuda harus berhenti terlibat dalam praktik ini. Jika kita memiliki teman yang bermain judi online, bagaimana kita merespons? Apakah kita akan membiarkannya, menegurnya secara halus, memberi nasihat tegas, melapor ke pihak berwenang, atau justru ikut terlibat? Jika pelakunya adalah adik kita, sebagai kakak, apakah kita akan menasihatinya dengan lembut atau lebih tegas? Memberi nasihat kepada pecandu judi online sering kali sulit dan tidak selalu efektif. Upaya pemberantasan tidak akan berhasil jika kita tidak memahami akar permasalahan.

Mengapa orang terjerumus dalam judi online? Mungkin karena keinginan cepat kaya, memiliki mobil, menggandakan uang, atau mencapai kebebasan finansial. Namun, yang pasti, mereka tidak ingin merugi. Orang yang bermain judi sering kali sedang membutuhkan uang. Namun, banyak pula orang kaya yang tetap bermain judi online. Jadi, di mana letak akar masalahnya?

Kecanduan bisa muncul dari dorongan nafsu manusia. Ada ungkapan terkenal bahwa jika manusia diberi satu gunung emas, ia akan menginginkan gunung emas lainnya. Nafsu tidak bisa dihilangkan sepenuhnya, tetapi kita bisa menyadarkan orang bahwa judi online itu merugikan, haram, dan dapat memperburuk kondisi hidup mereka.

Pernahkah Anda bermain judi online? Jika tidak, mungkin ada alasan tertentu. Bisa jadi karena kita merasa cukup, memahami bahwa judi itu buruk, atau sekadar tidak tertarik. Rasanya sulit dipercaya jika pelaku judi online tidak menyadari dampak negatifnya. Mereka tahu risikonya, tetapi tetap melakukannya.

Pemuda berusia 20-30 tahun memiliki peran penting dalam memberantas judi online. Salah satu solusi yang saya sarankan adalah memasukkan materi tentang bahaya judi online dalam kurikulum pendidikan. Pendidikan kita saat ini terlalu berorientasi pada industri, seolah-olah siswa dipersiapkan hanya untuk menjadi pekerja. Akibatnya, anak-anak Indonesia berpikir bahwa hidup ini tentang uang, dan judi online menjadi salah satu cara cepat untuk mendapatkannya.

Pendapat ini bersifat subjektif, namun jika kita ingin memberantas judi online, kita juga harus melihat kondisi masyarakat. Upah Minimum Regional (UMR) yang rendah dan tingkat kesejahteraan yang kurang menjadi faktor pendorong. Pemerintah perlu menentukan arah kebijakannya. Jika UMR dinaikkan, mungkin ada pihak kapitalis yang keberatan, tetapi kesejahteraan masyarakat akan meningkat. Ketika masyarakat hidup sejahtera, ketertarikan terhadap judi online akan berkurang. ***