Wacana libur Ramadhan sebulan penuh untuk lembaga pendidikan formal di Indonesia terus bergulir. Beberapa orang penting di negeri yang mayoritas beragama Islam menyampaikan wacana tersebut dengan beberapa pertimbangan. Termasuk dari anggota legislatif yang membidangi pendidikan pun juga ikut mengomentari wacana yang digulirkan oleh Kementerian era Presiden Prabowo Subianto.
Setiap kebijakan pasti mengandung resiko pro kontra. Termasuk libur Ramadhan penuh untuk lembaga pendidikan formal. Bagi yang mendukung membuat argumentasi untuk mendukung kebijakan tersebut. Bagi yang kontra juga memiliki argumentasi yang menolak libur penuh juga memiliki argumentasi. Semuanya akan berujung kepada keputusan Pemerintah.
Terlepas dari pro kontra libur sekolah saat bulan Ramadhan dengan penuh, sebagai seorang muslim tentu Ramadhan menjadi mementum untuk meningkatkan ibadah. Ibadah itu sendiri tentu tidak berarti sempit terbatas pada dimensi ritual. Namun lebih dari itu ada ibadah yang berdeminsi sosial. Kedua dimensi Ibadah tersebut akan memiliki makna disaat nilai penghayatan spritual terinternalisasi dalam diri seorang muslim.
Sebagai peserta didik muslim tentu sangat diharapkan karakter keberagaman mewarnai dalam hidupnya. Hal inilah yang ditegaskan dalam tujuan dan fungsi pendidikan nasional yang menempatkan posisi iman dan takwa serta akhlak mulia pada awal kalimat. Namun demikian dalam implementasinya Pendidikan Keagamaan kurang mendapatkan porsi yang seimbang. Sehingga yang terjadi banyak orang yang cerdas secara intelektual tapi minus cerdas spritual. Lebih dari itu tingkat kriminalitas remaja pelajar sungguh sangat memperhatikan di era informasi dan teknologi.
Mendekatkan generasi Z terhadap pendidikan keagamaan dibutuhkan upaya semua komponen bangsa Indonesia agar mereka memiliki landasan moral yang kuat. Ini sangat penting, agar menuju Indonesia emas diisi oleh generasi yang berakhlak mulia dengan memiliki karakter keagamaan yang kuat.
Karakter keberagamaan yang dibangun melalui momentum Ramadlan tidak boleh kita sia siakan. Jangan sampai terjadi los learning (lepas dari pembelajaran). Saat Ramadhan mereka (peserta didik yang muslim) akan mendapatkan Pembelajaran dan praktek keagamaan melalui pesantren Ramadhan.Oleh karena itu kegiatan Pesantren Ramadhan menjadi solusi yang paling tepat untuk lembaga pendidikan pada saat bulan Ramadhan. Mereka peserta didik tetap melaksanakan pembelajaran hanya berfokus terhadap pendidikan keagamaan dan ibadah dengan dipusatkan di masjid.
Bagaimanapun juga pendidikan dan pembelajaran harus terus berjalan. Ketika pembelajaran berhenti maka akan berakibat buruk terhadap generasi menuju Indonesia emas. Oleh karena itu Ramadhan menjadi momentum untuk memperkuat pendidikan karakter melalui kegiatan keagamaan dalam bentuk Pesantren Ramadhan.
Keterlibatan Guru Madrasah Diniyah,LPQ, Alumni Pesantren dan pengurus masjid, pada kegiatan Pesantren Ramadhan akan menjadi warna religius pada kegiatan Pesantren Ramadhan. Sehingga peserta didik bisa berinteraksi dalam proses pembelajaran dengan orang yang memiliki kompetensi khusus dibidang keagamaan. Dengan demikian pola kerjasama antara Sekolah/Madrasah dengan lembaga pendidikan non formal akan terwujud secara harmonis.
Akhirnya kita berharap kepada pemerintah, semoga bisa memberikan keputusan yang solutif untuk menyelamatkan anak bangsa agar terhindar dari efek negatif lost learning. Tawaran kegiatan Pesantren Ramadhan yang dulu disebut dengan Pesantren Kilat akan sani memiliki makna untuk penguatan karakter keagamaan untuk peserta didik. Lebih dari itu melalui kegiatan Pesantren Ramadhan, peserta didik akan dibiasakan beribadah yang menjadi amanat Mendikbud. ***