Lanskap keuangan global saat ini tengah mengalami transformasi digital yang pesat, didorong oleh kemajuan teknologi dan perubahan perilaku masyarakat. Era digital telah membawa perubahan fundamental dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk cara kita bertransaksi, menyimpan nilai, dan mengakses layanan keuangan. Pergeseran dari transaksi berbasis tunai ke transaksi digital semakin tak terhindarkan, membuka peluang sekaligus tantangan baru bagi otoritas moneter di seluruh dunia. Dalam konteks ini, inovasi di bidang sistem pembayaran dan mata uang menjadi krusial untuk menjaga stabilitas, efisiensi, dan inklusi sistem keuangan. Bank Indonesia (BI), sebagai bank sentral Republik Indonesia, menyadari betul dinamika ini dan terus berupaya beradaptasi serta berinovasi untuk merespons perubahan zaman.
Sebagai respons terhadap disrupsi digital dan kebutuhan akan sistem keuangan yang lebih modern, Bank Indonesia tengah menggarap serius penerbitan Central Bank Digital Currency (CBDC) melalui proyek Garuda. Inisiatif ini bukan sekadar mengikuti tren global, melainkan merupakan langkah strategis untuk memperkuat fondasi sistem keuangan Indonesia di era digital. CBDC, yang merupakan mata uang digital yang diterbitkan dan dijamin oleh bank sentral, menawarkan potensi untuk mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi sistem keuangan konvensional, seperti inefisiensi transaksi, biaya yang tinggi, dan eksklusi keuangan. Proyek Garuda sendiri merupakan payung besar yang menaungi berbagai aspek pengembangan CBDC, mulai dari riset, desain, uji coba, hingga implementasi. (https://www.bi.go.id/id/rupiah/digital-rupiah/default.aspx)
Penerbitan CBDC melalui proyek Garuda dipandang sebagai terobosan penting dalam memperkuat efisiensi dan inklusi keuangan di Indonesia. Efisiensi yang dimaksud mencakup pengurangan biaya transaksi, kecepatan penyelesaian transaksi, dan peningkatan aksesibilitas layanan keuangan. Sementara itu, inklusi keuangan bertujuan untuk memperluas jangkauan layanan keuangan kepada masyarakat yang belum terlayani oleh perbankan konvensional, khususnya di daerah-daerah terpencil. Dengan demikian, CBDC diharapkan dapat menjadi katalisator bagi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, serta memperkuat kedaulatan moneter Indonesia di era digital. Langkah ini juga merupakan bagian dari upaya BI untuk memitigasi risiko yang mungkin timbul dari penggunaan mata uang kripto swasta yang belum teregulasi.
Urgensi CBDC dalam Konteks Indonesia
Beberapa faktor mendasari urgensi penerbitan CBDC di Indonesia. Pertama, tingginya penggunaan uang tunai masih menjadi tantangan dalam efisiensi sistem pembayaran. CBDC menawarkan alternatif pembayaran digital yang lebih efisien, aman, dan real-time, mengurangi ketergantungan pada uang tunai dan biaya yang terkait dengannya. Kedua, inklusi keuangan yang belum merata di Indonesia. CBDC berpotensi menjangkau masyarakat yang belum terakses layanan perbankan konvensional, terutama di daerah terpencil, dengan menyediakan akses ke layanan keuangan digital melalui smartphone. Ketiga, mitigasi risiko terhadap mata uang digital swasta (non-sovereign digital currency) yang berpotensi mengganggu stabilitas moneter dan sistem keuangan. Dengan CBDC, negara hadir sebagai penerbit dan pengawas mata uang digital yang sah dan terpercaya.
Peran CBDC dalam Transmisi Kebijakan Moneter
CBDC tidak hanya berperan dalam efisiensi dan inklusi keuangan, tetapi juga berpotensi memperkuat transmisi kebijakan moneter. Pertama, CBDC dapat menjadi instrumen baru dalam pengendalian moneter. BI dapat mengatur jumlah uang beredar secara lebih presisi melalui CBDC, mempercepat respons terhadap perubahan kondisi ekonomi. Kedua, CBDC memungkinkan implementasi kebijakan moneter yang lebih targeted. Misalnya, BI dapat memberikan stimulus fiskal secara langsung kepada masyarakat melalui CBDC, dengan mekanisme yang lebih transparan dan akuntabel. Ketiga, CBDC dapat memfasilitasi transaksi lintas batas yang lebih efisien dan murah. Hal ini penting dalam mendukung perdagangan internasional dan investasi.
Proyek Garuda merupakan langkah strategis BI dalam mewujudkan penerbitan CBDC. Proyek ini mencakup berbagai aspek, mulai dari desain teknis, infrastruktur, regulasi, hingga edukasi publik. BI juga melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk lembaga keuangan, fintech, dan akademisi, untuk memastikan implementasi CBDC yang optimal.
Tantangan dan Mitigasi
Meskipun CBDC menawarkan berbagai potensi manfaat, implementasinya tidak terlepas dari berbagai tantangan yang perlu diantisipasi dan dimitigasi secara cermat. Pertama, risiko keamanan siber menjadi perhatian utama. Sistem CBDC yang terhubung secara digital rentan terhadap serangan siber, seperti peretasan, pencurian data, dan manipulasi transaksi. Serangan ini dapat mengakibatkan kerugian finansial yang signifikan bagi pengguna dan mengganggu stabilitas sistem keuangan. Kedua, isu privasi data juga menjadi krusial. Transaksi CBDC yang tercatat secara digital menimbulkan kekhawatiran tentang potensi penyalahgunaan data pribadi pengguna oleh pihak yang tidak berwenang. Keseimbangan antara transparansi dan privasi perlu dijaga dengan baik. Ketiga, dampak terhadap stabilitas sistem keuangan perlu dianalisis secara mendalam. Penerbitan CBDC berpotensi memengaruhi model bisnis perbankan konvensional, misalnya dengan mengurangi simpanan masyarakat di bank. Hal ini dapat berdampak pada likuiditas dan profitabilitas bank. Selain itu, transisi ke CBDC juga perlu mempertimbangkan implikasinya terhadap kebijakan moneter dan stabilitas nilai tukar. Tantangan lainnya meliputi interoperabilitas dengan sistem pembayaran yang sudah ada, potensi disintermediation (pemutusan rantai perantara keuangan), dan kebutuhan infrastruktur teknologi yang andal dan scalable.
Menyadari tantangan-tantangan tersebut, Bank Indonesia perlu menerapkan strategi mitigasi yang komprehensif dan terukur. Pertama, penguatan sistem keamanan siber menjadi prioritas utama. BI perlu berinvestasi dalam teknologi keamanan yang canggih, seperti enkripsi data, autentikasi multi-faktor, dan sistem deteksi intrusi. Kerja sama dengan ahli keamanan siber dan lembaga terkait juga penting untuk memastikan sistem CBDC terlindungi dari ancaman siber yang terus berkembang. Kedua, regulasi yang ketat dan transparan diperlukan untuk melindungi privasi data pengguna. Regulasi ini harus mengatur pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan data pribadi secara jelas dan tegas, serta memberikan sanksi yang berat bagi pelanggar. Ketiga, analisis dampak yang mendalam terhadap stabilitas sistem keuangan perlu dilakukan sebelum implementasi CBDC. BI perlu melakukan simulasi dan stress test untuk mengidentifikasi potensi risiko dan merancang langkah-langkah mitigasi yang tepat. Selain itu, edukasi publik yang berkelanjutan juga sangat penting untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang CBDC dan mengurangi potensi misinformasi. Kerja sama dengan industri perbankan dan fintech juga diperlukan untuk memastikan transisi yang lancar dan harmonis. Terakhir, pengembangan infrastruktur digital yang handal dan scalable sangat penting untuk mendukung operasional CBDC yang efisien dan aman. ***