Kajian

Berbagi Hikmah Pasca Muktamar NU di Lampung

Sabtu, 25 Desember 2021, Penulis bersilaturahmi dengan K.H. Subhan Ma’mun pengasuh Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi Brebes Jawa Tengah. Setelah melihat di postingan group Assalafiyah III, K.H. Subhan Ma’mun ada di sekertariatan pembangunan Pondok Pesantren Assalafiyah III yang nantinya akan digunakan untuk santri anak jalananan.

Penulis berangkat dari rumah Randusanga Brebes, ke tempat pembangunan Assalafiyah 3, dengan niat bersilaturahmi dan mau mendengarkan nasehat dari K.H. Subhan Ma’mun, pasca Muktamar NU ke-34 di Lampung, yang berlangsung dari tanggal 22 – 23 Desember 2021. Sekaligus penulis melaksanakan tugas piket panitia pembangunan pondok yang dijadwalkan pada penulis disetiap hari Sabtu.

Sesampai di Sekretariatan Assalafiyah 3, K.H. Subhan Ma’mun sedang ngobrol bersama dengan para panitia pembangunan lainnya, sehingga penulis langsung ikut nimbrung mendengarkan nasehat-nesehat dari beliau, setelah penulis bersalaman terlebih dahulu.

Menurut K.H. Subhan Ma’mun, Muktamar NU yang ke-34, Alhamdulillah berjalan dengan lancar dan tidak mengalami halangan apapun yang mengganggu proses perjalanan muktamar. Kegiatan muktamar dapat dikatakan juga sebagai ajang berkumpulnya para ilmuan dan orang-orang alim, dalam satu tempat. Sehingga muktamar ini menjadi forum silaturahmi para ulama.

Pemilihan ketua yang biasa ramai dalam setiap ajang pergantian ketua, ternyata dalam Muktamar NU berjalan dengan lancar, damai dan sejuk. Terpilihnya KH. Yahya Cholil Staquf, yang berkompetisi dengan K.H. Said Aqil Siraj sebagai petahana, tidak ada gejolak dan langsung diterima hasil pemilihan yang dilaksanakan secara langsung tersebut.

K.H. Subhan Ma’mun mengatakan, penyelenggaraan Muktamar NU ini juga, sebagai salah satu media untuk niat berkhidmah pada para Kyai. Kehidupan santri yang kental dengan berhidmah (melayani) para kyai, tidak berhenti ataupun lepas saat menjadi santri saja. Namun ketika sudah kembali ke rumah masing-masing, maka hidmah pada para kyai masih tetap dilestarikan.

Hidmah pada para kyai, menjadi identitas diri santri yang kuat, untuk mendapatkan keberkahan dari para Kyai. Berbeda dengan berhidmah karena memiliki oreintasi yang lain, maka dapat dikatakan, ini bukan budaya santri, dan kalaupun ada maka hanya akan mendapat keuntungan popularitas sesaat.

Berangkat dari berhidmah pada Kyai juga menjadi salah satu jalan, dari para orang sukses, dalam meniti karier yang diraihnya. Baik dalam akademik, ekonomi, instansi tertentu maupun keluarga. Tak bisa disangkal pula, mereka para panitia dalam Muktamar, yang penuh semangat tak bisa lepas dari niat berhidmah pada para kyai pula.

Diselah-selah istirahat kegiatan muktamar para kyai, kadang masih menyempatkan diri untuk bercengkrama berdiskusi tentang hukum, silsilah sanad keilmuan dan perkembangan pondok pesantren yang dulu pernah menimbah ilmu di pondok tersebut saat menjadi santri.

Perkawinan sekupu (setara) yang sudah tidak asing dalam kalangan para kyai NU, membuat para keluarga Gus-Gus menjadikan perjumpaan mereka dalam muktamar sebagai wahana untuk menyambung maupun mengurai keturunan atau silsilah dari hasil perkawinan, yang kadang tidak percaya, bahwa keduanya (pasangan perkawinan) adalah saudara yang ketemu di kakek nenek mereka. Atau sebenarnya para orang tua mereka pernah berguru pada kyai yang sama saat dulu menjadi santri, yang hanya dipisahkan pada tahun berbeda saja.

Kebahagian lain saat ikut muktamar, bisa bertemu dengan para kyai ataupun putra-putra kyai, dikala dulu menjadi santri. Kalau saja ada keniatan untuk bersilaturahmi dirumah mereka belum tentu bertemu dan memakan waktu yang lama dalam perjalanannya. Muktamar sebagai tempat menemukan para putra kyai atau Gus-gus.

Sepulang dari muktamar, menurut K.H. Subhan Ma’mun, masih ada pekerjaan selanjutnya. Menunggu rumusan Kepengurusan PBNU yang baru di kepemimpinan Rois Aam K.H. Miftachul Akhyar dan ketua umum K.H Yahya Cholil Staquf, di masa khidmah tahun 2021-2026. Semoga penyusunan kepengurusan yang baru berjalan lancar. Aamiiin. ***

*Lukman Nur Hakim, Lahir di Randusanga Kulon, Brebes, 5 Mei 1974. Putra tunggal dari pasangan H. Syamsuri dan Hj. Maslikhah. Saat ini penulis sebagai Guru BK (Bimbingan dan Konseling) di SMA Negeri 1 Brebes. Pernah mengajar di UPS Tegal dan Akademi Kebidanan Brebes dan Guru Ngaji di Kampung Halamannya. Penulis menikah dengan Widiyawati, S.P., putri Alm. H. Ikhsan dan Alm. Hj. Muchayah yang berasal dari Pati. Dikaruniai 3 (tiga) anak yang bernama, Zukhruf Syamil Basyayef Hakim, Zahro’ Raihanatul Widad hakim dan Zamzami Fayyed Syaibah Hakim. Jenjang pendidikan penulis dimulai dari; (1) TK Pertiwi Randusanga Kulon, (2) SD Negeri Randusanga kulon Brebes, lulus tahun 1987. (3) MTs NU Putra II Buntet Pesantren Cirebon, lulus tahun 1990. (4) MAN 01 Pekalongan, lulus tahun 1993. (5) S1 Fakultas Tarbiyah IAIN Walisanga Semarang (Tidak Tamat) tahun masuk 1995, (6) S1 Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta, tahun lulus 2000. (7) S1 Bimbingan dan Konseling Universitas Panca Sakti Tegal, lulus tahun 2008. (8) S2 Bimbingan dan Konseling UNNES lulus tahun 2011. (9) sekarang (2021) kuliah S2 Jurusan Pendidkan Agama Islam (PAI) Universitas Wahid Hasyim.