Pendidikan

Rapimnas DPP FKDT : Memperkuat Eksistensi Madrasah Diniyah Takmiliyah untuk Indonesia Sejahtera dan Berakhlakul Karimah

Dewan Pengurus Pusat Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah akan menyelenggarakan forum musyawarah ringan nasional. Forum musyawarah tersebut bernama Rapimnas yang akan berlangsung di Jakarta mulai tanggal 8 s.d 9 Nopember 2023. Forum tersebut akan menghadirkan Ketua DPW FKDT se-Indonesia dan seluruh pengurus DPP FKDT. Seluruh DPW FKDT sudah menyanggupi kehadirannya sebagai bagian dari ikhtiar untuk membahas perkembangan sekaligus menguatkan eksistensi MDT secara nasional menuju Indonesia sejahtera dan berakhlakul karimah.

Tema yang diusung dalam Rapimnas sangat menarik yaitu “Memperkuat Eksistensi MDT untuk Indonesia Sejahtera dan Berakhlakul Karimah”. Tema ini diangkat dengan latarbelakang pemikiran karena selama ini guru MDT secara nasional tingkat kesejahteraannya masih belum berbanding lurus dengan tugas dan amanat dalam ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewujudkan generasi yang berakhlak. Sejalan dengan hal tersebut dalam setiap kesempatan Ketua Umum DPP FKDT selalu menyinggung kesejahteraan guru MDT yang masih rendah ditambah dengan kesadaran masyarakat yang membutuhkan penguatan secara masif.

Tentu hal ini membutuhkan peran beberapa pihak yang memiliki kepedulian terhadap keberlangsungan MDT sebagai lembaga pendidikan keagamaan yang menitikberatkan pada nilai nilai akhlaqul karimah sebagai implementasi tafaquh fiddin. Hal ini sangat penting mengingat keterbatasan jam mata pelajaran pengetahuan agama di lembaga pendidikan formal. Sehingga pemahaman dan pengamal ajaran agama tidak seutuhnya dan berakibat kepada pemahaman Islam radikal.

Oleh karena itu kehadiran MDT dengan pembelajaran agama Islam yang moderat dan ramah menjadi sangat penting untuk generasi penerus bangsa. Oleh karena itu penguatan eksistensi MDT dengan regulasi nasional menjadi sangat penting.

Selama ini regulasi nasional tentang MDT yang menjadi landasan yuridis para pengambil kebijakan mengacu pada PP Nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan. Regulasi ini menjadi dasar keberpihakan pemerintah terhadap MDT dengan memberikan beberapa program yang secara bertahap sudah bisa dirasakan oleh beberapa MDT di Indonesia. Tentu dengan keterbatasan anggaran sehingga belum berbanding lurus dengan jumlah MDT di seluruh Indonesia. Namun demikian hal tersebut menunjukkan perhatian yang serius dari Kementerian Agama terhadap MDT.

Eksistensi MDT sebagai pilar pendidikan yang sangat strategis dalam mencapai tujuan pendidikan nasional sangat membutuhkan penguatan dan dukungan semua pihak, termasuk dukungan penguatan regulasi. Kehadiran MDT sangat memiliki peran dalam membentuk karakter generasi penerus bangsa yang berakhlak mulia. Disinilah penguatan regulasi menjadi sangat penting.

Lain halnya dengan lembaga Pondok Pesantren yang sudah memiliki payung hukum mandiri melalui UU Pesantren dengan beberapa turunannya. Padahal MDT lahir dari rahim Pesantren, karena mayoritas guru Madin adalah alumni Pesantren. Lebih dari itu, santri Pondok Pesantren mayoritas saat sebelum mondok (di rumah) mengenyam pendidikan diniyah (MDT) dengan pola pembelajaran dan tradisi berbasis Pesantren.

Beberapa daerah Kab/Kota sudah muncul kebijakan lokal dalam bentuk Perda yang secara substantif merupakan bagian perhatian kepada Pendidikan Diniyah (MDT). Namun demikian belum secara masif seluruh daerah di Indonesia memiliki regulasi tentang MDT. Ada hambatan dan kendala politis tingkat lokal disamping kurangnya pemahaman bagi para pengambil kebijakan (Politisi dan birokrasi) terhadap MDT. Sehingga beberapa daerah yang hari ini memiliki perhatian kepada MDT karena faktor political will dengan proses yang didorong oleh beberapa pejabat daerah setempat.

Langkah yang dilakukan oleh Ketua Umum DPP FKDT KH Lukman Hakim dengan memberikan pemahaman tentang MDT kepada beberapa pemerintah daerah dan pejabat negara menjadi angin segar yang positif. Setiap turun ke daerah daerah Ketua Umum DPP FKDT mengkampanyekan pentingnya perhatian pemerintah kepada MDT sebagai lembaga pendidikan yang memiliki kontribusi besar kepada bangsa Indonesia.

Beberapa kali Penulis mendampingi Ketua Umum, menyampaikan beberapa daerah yang sudah memiliki perhatian kepada MDT. Tentu kita berharap besar agar daerah daera yang saat ini belum tersentuh oleh perhatian pemda setempat, melalui kunjungan Ketua Umum di daerah daerah akan bisa mengguggah dan meningkatkan perhatian untuk MDT.

Dalam hitungan bulan tepatnya tanggal 14 Februari 2024, masyarakat Indonesia akan menentukan nasib bangsa lima tahun kedepan melalui Pemilihan Umum. Tidak terkecuali nasib dan masa depan MDT sebagai pendidikan non formal yang telah berkontribusi dalam pendidikan karakter generasi bangsa. Oleh karena itu komunitas MDT yang tergabung dalam FKDT tentu menjadi entitas politik yang sarat dengan harapan dan kepentingan untuk masa depan MDT di negeri Indonesia. Harapan dan kepentingan tersebut tentu harus diperjuangkan oleh para pengambil kebijakan negara. Jangan sampai momentum lima tahun dengan kontribusi suara dari guru MDT tidak berimbas kepada MDT.

Sebagai entitas Politik dengan hak politiknya, guru MDT memiliki keterpanggilan nurani untuk memiliki pemimpin bangsa dan wakil rakyat yang berpihak kepada MDT. Oleh karena itu kecerdasan dan kesantunan dalam menggunakan hak politiknya harus menjadi prinsip utama. Sehingga peran politik dalam lima tahunan akan bermakna untuk kemajuan MDT di Indonesia. Apatisme politik harus kita hindari agar daya tawar politik memiliki makna untuk keberlangsungan MDT di negeri Indonesia.

Melalui rapimnas FKDT semoga akan  menghasilkan konsep strategis dalam memperkuat MDT. Kontribusi pemikiran para pengurus DPW FKDT dengan arahan dari Ketua Umum akan menjadi bekal sangat bermanfaat untuk MDT di Indonesia menuju Indonesia sejahtera dan berakhlak mulia. Ketika MDT sejahtera maka Indonesia akan sejahtera lahir batin. Dengan sejahtera lahir batin maka akan mewujudkan insan Indonesia yang berakhlak mulia dengan berpegang teguh kepada falsafah bangsa Pancasila dan UUD 1945. (*)

Editor : Elisa Nurasri