BREBES (Aswajanews.id) – Sebagai warga NU memiliki kelebihan dalam beribadah dengan keilmuan yang bersanad sampai Nabi Muhammad SAW. Cara sholat yang kita lakukan sesungguh mengikuti apa yang Beliau ajarkan kepada para Sahabatnya dan terus menerus sampai kepada Ulama yang menjadi panutan kita. Oleh karena itu keilmuan yang meliputi tauhid, fiqih dan tassawuf dalam NU memiliki rujukan atau sanad yang jelas. Demikian disampaikan Akhmad Sururi, sekretaris MWC NU saat memberikan siraman ruhani di hadapan anggota jamiyah Al Mubarokah desa Lengkong Kec Wanasari Kab Brebes, Sabtu 16 September 2023 di Mushola Lengkong.
Lebih lanjut Sururi menjelaskan, tiga hal tersebut (tauhid, fiqih dan tassawuf) merupakan ilmu yang memiliki rujukan kepada siapa kita harus berguru. Disinilah pentingnya sanad keilmuan yang bisa dipertanggungjawabkan. Lain halnya pengetahuan yang bersumber dari google tentu kesahihannya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Dalam bertauhid kita mengikuti Imam Asy’ ari dan Al Maturiei, untuk Fiqih nya mengikuti salah satu 4 mazdhab (imam Malik, Imam Hambali, Imam Syafi’i dan Imam Hanafi) dan dalam tassawuf mengikuti Imam Junaidi Al Baghdadi dan Hujatul Islam Imam Ghazali.
Tentang pentingnya berguru Sururi mengutip sebuah hadis yang artinya, “Sungguh beruntung orang yang pernah melihat aku (Nabi Muhammad SAW) dan orang yang pernah melihat orang yang melihat aku.”
“Sebagai umat zaman akhir kita hidup secara fisik tidak bersama dengan Beliau, namun kita menyakini dan mengimani Beliau sebagai Nabi dan Rosul yang diutus untuk rahmat semua alam. Kita bisa mengerti Iman, Islam dan Ikhsan melaui para Ulama sebagai pewaris Nabi. Ulama atau Kyai sebagai guru kita yang mengajarkan tata cara beribadah. Keilmuan mereka bersanad dengan sambung sinambung sampai dengan Rosulullah SAW,” ujarnya.
Oleh karena itu kita harus bersyukur menjadi umat Nabi Muhammad SAW, yang diberikan kasih sayang dengan berbagai keistimewaan. Sekalipun usia umatnya rata rata berkisar 60 tahunan, namun banyak bonus yang bisa menjadi nilai usia kita melebihi dari itu, contohnya turunnya “Lailatul Qodar” yang hanya untuk umat Nabi Muhammad.
Lebih dari itu banyak amalan amalan lainnya yang memiliki nilai sama dengan ibadah bagi orang yang mampu atau kaya. Contohnya ibadah haji bisa dilaksanakan bagi orang yang mampu secara fisik dan finansial. Untuk orang yang tidak cukup hartanya (faqir) haji adalah sholat jumat di masjid. Namun bukan berarti kewajiban haji yang asli kemudian gugur. Orang miskin atau faqir kemudian menjadi kaya dan hartanya cukup untuk menunaikan haji, maka tetap dia berkewajiban haji ke Mekah.
Kembali menyinggung pentingnya Guru, Ulama dan Kyai, Sekretaris MWC NU Wanasari menegaskan fungsi guru dan Ulama untuk menunjukkan jalan yang benar dan lurus. ” Manusia hidup dikaruniai akal dan nafsu berbeda dengan Malaikat yang tidak memiliki nafsu. Manusia pada umumnya tidak lepas dari kesalahan dan dosa karena nafsu tesebut. Disinilah manusia kadang tersesat secara ruhani kepada jalan yang tidak benar. Untuk mengembalikan manusia kepada peta jalan kebenaran maka perlu pembimbing atau petunjuk yang mengarahkan kepada jalan yang lurus.
Maka mengikuti ulama NU adalah mengikuti jalan yang diridloi Alloh atau thoriqoh al mardliyah. Kita harus yakin dengan mengikuti ilmunya para ulama hidup kita akan menjadi berkah dan ketika kembali ke alam barzah membawa bekal amal ibadah yang baik, pungkas alumni Pondok Pesantren Lirboyo.
Kegiatan jam’iyyah rutin yang dilaksanakan setiap malam ahad diikuti seluruh pengurus NU Lengkong Kec Wanasari. Hadir dalam kesempatan tersebut, Kyai Sobri selaku Rois Syuriah dan Ust Fuad selaku Ketua Tanfidziyah ranting desa Lengkong. *(Red)