Kajian

Ngaji Tasawuf bersama Gus Said Lirboyo : Tasawuf Lintas Profesi

oleh : Akhmad Sururi (Alumni Lirboyo angkatan tahun 2000)

Tasawuf dalam Islam menjadi dimensi esotoris yang menjadi implementasi dari makna “ikhsan” sebagaimana disebutkan dalam hadis Arbani Nawawi. Sebagai dimensi esotoris tidak bisa dilepaskan dari.dimensi eksotoris dalam bentuk fiqih yang bersentuhan dengan aspek hukum hukum syariat.Keduanya ibarat dua sisi dalam koin mata uang yang menyatu dalam diri seorang hamba muslim. Oleh karena itu sungguh benar apa yang disampaikan oleh Ulama, belajar tasawuf tanpa fiqih akan menjadi kafir zindik, dan belajar fiqih tanpa tasawuf akan menjadi fasik. Seorang muslim yang belajar keduanya (Tasawuf dan Fiqih), maka akan menemukan hakekat dalam beragama.

Pada dasarnya tasawuf dapat dilakukan oleh setiap muslim dengan ragam profesi. Hal ini yang disampaikan oleh Gus Said saat Penulis sowan sesaat setelah pengajian kitab Tasawuf karya Syekh Izudin. Tasawuf ibarat air bisa menempati dan bersentuhan dengan apapun. Dengan teh, menjadi air teh, dengan kopi menjadi air kopi, dengan kuah sayur menjadi air kuah dan lainnya. Saat air menempati di sungai disebut air sungai, ketik di laut disebut dengan air laut, di gunung disebut dengan air gunung. Semua itu akan disebut air dengan tambahan tempat tertentu.

Begitu juga dengan ragam tasawuf yang diamalkan oleh setiap muslim dengan ragam profesi dan pekerjaan. Seorang Kyai bisa disebut sebagai Kyai Sufi, seorang yang berdagang bisa disebut dengan Pedagang Sufi, seorang guru yang mengajar di lembaga pendidikan bisa disebut dengan guru Sufi, seorang yang bergelut di bidang pertanian bisa disebut dengan petani sufi dan sebutan lainnya. Predikat sufi bisa melekat pada beberapa jenis profesi dalam kehidupan bermasyarakat.

Sehingga dengan demikian profesi apapun di dunia ini bisa menyandang sufi sepanjang hati dan batinnya selalu terjaga dalam kesucian dan selalu ingat kepada Allah. Predikat, profesi dan status sosial di tengah tengah masyarakat tidak menjadi dirinya sombong dan jauh dari ingat kepada Allah. Namun sebaliknya profesi duniawi menjadikan dirinya banyak bersyukur dan memberikan kemanfaatan kepada sesama manusia.

Seorang Kyai dan guru yang sufi senantiasa menjaga ketulusan hati dalam mendidik santri dan muridnya. Dirinya tidak berharap akan sebuah penghormatan yang lebih laksana raja. Apa yang disampaikan berdasarkan pengetahuan tidak berdasarkan kepentingan pribadi.  Setiap ucapannya penuh makna dan tidak menyakiti muridnya. Untaian nasehatnya menjadi dorongan untuk melakukan kebaikan dan menjadikan sang murid selalu ingat kepada Alloh. Prilaku keseharian dengan cerminan kesederhanaan dan ketawadluan menjadi uswah untuk murid-muridnya.

Petani yang sufi setiap hari ke sawah bercocok tanam dengan tidak meninggalkan kewajiban sholat lima waktu dan sholat sunah. Jerih payah dari bertani sebagian disedekahkan kepada fakir miskin sebagai zakat atau infak sunah. Pagi sebelum berangkat ke sawah ia tunaikan sholat duha, setelah subuhnya sholat jamaah subuh di masjid. Malam hari ia sisipkan dua rokaat untuk munajat kepada Sang Pencipta dalam ibadah sholat tahajud.

Pejabat yang dengan kebijakannya membawa kepada kemaslahatan rakyatnya dengan tidak melanggar ketentuan agama bisa disebut dengan pejabat yang sufi. Lebih dari itu tentu menjauhi mental korup dan bertindak sewenang-wenang. Taat pada aturan hukum negara menjadi pilar ketaatan kepada agama, karena hukum negara menjadi bagian dari Ulil Amri. Tentu pejabat yang baik tidak sombong dengan jabatan yang disandangnya, tidak arogan dan tidak melakukan manipulasi terkait dengan data dan lain sebagainya. Segala perbuatan yang dilakukan semata-mata karena mengharapkan ridlo Allah.

Sesungguhnya dimanapun tempatnya bisa kita temukan sufi sufi yang tidak menampakkan kesufiannya. Mereka mengamalkan ibadah dengan istiqomah dengan tetap menjaga hati selalu berdzikir disela sela melaksanakan tuga profesi didunia yang fana. Profesi dan predikat apapun didunia sesungguhnya hanya titipan atau amanat yang diberikan oleh Sang Pencipta. Oleh karena itu jabatan tidak diper Tuhan kan, jabatan tidak dijadikan sebagai kesempatan untuk memperoleh kepentingan pribadi atau kelompoknya.

Sepenggal kalimat yang sarat dengan makna dari ucapan seorang Dzuriyah Lirboyo (Gus Said) mengingatkan kepada kita semua, bahwa siapa kita dan apapun kita bisa melaksanakan amalan tasawuf untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Ketika diri kita selalu mendekat kepada Sang Pencipta, maka penyakit hati, hasud ,iri, dengki, sombong  dan lain akan terhindar dari hati  kita. Semoga Alloh memberikan pertolongan kepada kita semua untuk selalu menjaga kebersihan dan kejernihan hati. Hati yang bersih akan mudah menerima pesan kebaikan dan kebenaran dari manapun. Hati yang jernih akan mudah menangani pemahaman keagamaan yang tidak sebatas di otak, namun akan terinternalisasi dalam prilaku sebagai muslim sejati. ***

www.youtube.com/@anas-aswaja