Pendidikan

Impian Guru Madin Brebes Wujudnya Perda Madin Yang tak Kunjung Datang

Oleh : Akhmad Sururi (Ketua DPC FKDT Kab Brebes)
Oleh : Akhmad Sururi (Ketua DPC FKDT Kab Brebes)

Sebagai guru Madin yang setiap harinya berkecimpung dalam dunia pendidikan keagamaan tidak memahami proses detail tentang Perda Madin. Hanya yang mereka tahu sebagian besar bahwa kalau ada Perda Madin maka Madin akan banyak muridnya karena siswa formal wajib belajar di Madin dan kesejahteraan guru Madin akan meningkat. Itulah yang menjadi harapan dan impian Guru Madin di Brebes. Impian tersebut karena sebagian menerima informasi dari Kabupaten atau daerah lain yang sudah menerbitkan Perda. Akan tetapi impian tersebut sampai hari ini tak kunjung datang. Entah sampai kapan Guru Madin Brebes harus bermimpi dan akhirnya akan berwujud menjadi kenyataan.

Informasi yang diterima terkait dengan bagaimana Perda Madin bisa terwujud tentu tidak melihat proses dan langkah yang dilakukan oleh para politisi baik legislatif atau eksekutif. Mereka hanya berharap Kabupaten Brebes memiliki perda secara khusus tentang Madin. Namun demikian dalam beberapa hal tentang wujudnya Perda Madin atau Pendidikan Keagamaan tidak lepas dari dorongan dan keinginan masyarakat.

Dorongan dari kelompok masyarakat yang tergabung dalam komunitas Madin termasuk FKDT, itulah yang kemudian ditangkap oleh para wakil rakyat atau kepala daerah yang mengambil langkah keberpihakan kepada Madin. Oleh karena itu ketika gayung bersambut antara keinginan komunitas Madin dengan para wakil rakyat atau kepala daerah,maka akan dengan sangat mudah pemerintah daerah menerbitkan Perda Madin.

Namun demikian karena Perda adalah produk hukum politik maka dibutuhkan komunikasi politik yang memperkuat terhadap wujudnya Perda. Komunikasi ini sangat dibutuhkan baik secara formal maupun informal sebagai bagian dari langkah untuk mewujudkan harapan dari komunitas Madin. Perihal komunikasi politik tentu bukan bidangnya guru Madin. Beberapa kali DPC FKDT melakukan audiensi semenjak tahun 2011 sampai hari ini Perda itu tak kunjung selesai (terbit). Paling terakhir draft perda Madin sudah tersusun dengan naskah akademiknya, namun sampai hari ini tidak ada kabar beritanya. Pemilu sudah dua kali berjalan belum ada angin segar yang berpihak kepada Madin dalam penguatan regulasi.

Meskipun regulasi yang terkait dengan guru Madin dalam nomenklatur Pebub No 55 tahun 2023 tengah Penggiat Keagamaan, akan tetap substansi yang bersentuhan dengan wajih belajar Madin tidak termaktub dalam Perbup tersebut.Sehingga dititik ini harapan guru Madin masih dalam impian besar. Dalam Perbup tersebut guru Madin menjadi salah satu irisan dari penggiat keagamaan yang berhak mendapatkan insentif sesuai dengan kemampuan daerah.

Mimpi Brebes mewujudkan Perda sebagai turunan PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan. Dalam pasal bab III pasal 12 ayat 1 disebutkan bahwa pemerintah dan atau pemerintah daerah memberikan bantuan sumber daya pendidikan untuk pendidikan keagamaan. Sebagai implementasi memberikan beberapa sumber daya bisa berbentuk dana atau lainnya yang dapat memberdayakan Madin.

Sebelumnya pada bab III pasal 8 ayat 1 Pendidikan Keagamaan berfungsi untuk mempersiapkan peserta didik untuk memahami dan mengamalkan ajaran agama dan atau menjadi ahli agama. Fungsi ini sejalan dengan fungsi tujuan pendidikan nasional yang termaktub dalam UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.Oleh karena itu sebenarnya pada tataran landasan yuridis eksistensi Madin sudah memiliki kekuatan legal standing. Hanya penafsiran dan pertimbangan politis yang menjadikan Madin kurang mendapatkan sentuhan keberpihakan regulasi.

Pasal 8 ayat 2 , Pendidikan Keagamaan bertujuan untuk mewujudkan peserta didik yang mengamalkan dan memahami ajaran agamanya atau menjadi ahli agama yang berwawasan luas, kritis inovatif dan dinamis dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia. Dengan demikian pendidikan keagamaan yang didalamnya ada Madin (Madrasah Diniyah Takmiliyah) sangat dibutuhkan untuk generasi bangsa.

Namun demikian keterpanggilan masyarakat masih belum semuanya menemukan titik kesadaran bahwa Madin sangat penting untuk menguatkan pendidikan karakter. Sehingga ada beberapa Madin di wilayahnya Brebes yang mengalami gulung tikar (tutup). Disinilah mestinya harus menjadi keprihatinan bersama pemerintah dan masyarakat untuk mewujudkan rasa tanggung jawab bersama.

Maraknya tawuran pelajar dan tindakan kriminalitas menurut sebagian peneliti disebabkan karena minimnya pengetahuan agama bagi kaum pelajar. Pengetahuan agama yang didapatkan pada lembaga formal dengan jam yang sangat terbatas, sehingga berakibat pada pemahaman agama yang dangkal. Hal tersebut sangat rawan untuk memicu tindakan yang lepas dari moral agama dan sikap radikalisme.

Oleh karena itu guru Madin menaruh harapan besar atas impian Perda Madin kepada para pengambil kebijakan di Kab Brebes dalam hal ini adalah Pemerintah daerah. Kekhawatiran oleh para politisi terhadap tuntutan yang berlebihan dari guru Madin mestinya tidak boleh terjadi. Meskipun hal tersebut bisa jadi merupakan argumen politis, akan tetapi bagi guru Madin yang terpenting bagaimana muridnya bisa banyak dan gurunya sejahtera.

Untuk mewujudkan hal tersebut jalan satu-satunya Pemerintah daerah mewujudkan regulasi (Peraturan Daerah) tentang Madin atau Perbup tentang Madin (Madrasah Diniyah Takmiliyah). Dalam regulasi (Perda atau Perbup) tersebut diharapkan ada klausul yang menyebutkan ijazah Madin menjadi salah satu persyaratan saat PPDM pada lembaga pendidikan formal. Klausul ini akan mendongkrak angka layanan pendidikan MDT untuk anak anak yang hari ini belum mengikuti pembelajaran di Madin. (*)

Tinggalkan Balasan