Pendidikan

Gus Yusuf dan Keberpihakan kepada Lembaga Pendidikan Keagamaan Islam

Sebagai pengasuh Pesantren, Gus Yusuf dalam banyak ceramahnya selalu mengajak masyarakat untuk nemondokkan anaknya di Pesantren. Madrasah Diniyah dan TPQ agar dikampanyekan oleh alumni Pesantren. Lebih saat akhirusanah, para mubaligh yang mengisi acara di Madin dan TPQ supaya mengajak lulusan Madin/TPQ masuk di Pondok Pesantren.

Pesan ini tentu karena Pondok Pesantren, Madin dan TPQ adalah lembaga pendidikan keagamaan Islam sebagai garda terdepan membangun moralitas (akhlakul karimah) generasi bangsa. Banyak terjadi kasus tawuran dan tindakan kriminal yang dilakukan oleh remaja yang statusnya masih sekolah pada lembaga pendidikan formal. Tentu hal ini menjadi keprihatinan kita bersama, tak terkena Gus Yusuf yang notebenenya sebagai alumni Pesantren sekaligus Pesantren.

Oleh karena itu sangat tepat ketika Gus Yusuf mengilustrasikan Pondok Pesantren, Madin dan TPQ sebagai perahunya Nabi Nuh yang akan menyelematkan banjir bandang degradasi moralitas remaja yang kian tidak bisa terbendung. Perahu penyelamat para generasi bangsa harus kita perkuat dan perbanyak dimana mana. Jagung sampai ada satu kampung di negeri Indonesia ini tidak ada penyelamat generasi bangsa.

Untuk memperkuat perahu yang akan menyelamatkan idiologi agama dan kebangsaan, maka peran kekuasaan sangat penting. Presiden, Gubernur, Bupati, Wali Kota dan para wakil rakyat sangat menentukan terhadap kebijakan untuk memperkuat lembaga pendidikan keagamaan yang berkembang di Indonesia. Sesungguhnnya ketika memperkuat pendidikan keagamaan, maka berarti memperkuat sistem pendidikan nasional. Hal tersebut karena pendidikan keagamaan merupakan pilar dari sistem pendidikan nasional.

Peran jabatan tersebut sebagai penjaga agama menjadi penentu nasib pendidikan keagamaan Islami kedepan. Disinilah pentingnya kekuasaan yang proses meraihnya dengan sistem demokrasi. Kesadaran berdemokrasi dengan landasan kecerdasan politik harus menjadi prinsip utama dalam memilih pemimpin masa depan.

Oleh karena itu menumbuhkan kesadaran untuk memilih pemimpin negeri yang berpihak kepada Lembaga pendidikan keagamaan harus kita gelorakan. Demokrasi yang diwujudkan dalam pemilu jangan sampai menjadi pesta sesaat namun akan membawa petaka umat. Oleh karena itu kecerdasan dalam menentukan pilihan akan berpengaruh terhadap masa depan pendidikan keagamaan Islam di negeri republik Indonesia.

Gus Yusuf sebagai pimpinan PKB Jawa Tengah memiliki kekuatan untuk membawa kebijakan penguasa untuk berpihak kepada pendidikan keagamaan Islami. Hal tersebut pernah dibuktikan saat ramainya demonstrasi dari kalangan NU menolak full day school. Saat demonstrasi di Simpang Lima Semarang yang didukung oleh Rois Syuriah Jawa Tengah, Beliau melanjutkan dengan menyampaikan kepada Presiden Jokowi. Dan akhirnya semua pimpinan Ormas dipanggil oleh presiden sehingga full day school hanya berlaku tingkat SMA/SMK.

Kalau full day school diberlakukan untuk semua lembaga pendidikan formal termasuk SD/MI dan SMP/MTs, maka dipastikan Madin akan gulung tikar aliar bubar. Ketika Madin bubar maka Pesantren akan turut bubar juga, karena mayoritas hari ini mereka yang nyantri adalah mereka yang saat di rumah sekolah di Madin.

Berpijak dari pemikiran tersebut, maka sangat pantas dan layak seorang Gus Yusuf untuk mengawal dan menjaaga pendidikan keagamaan Islam melalui jalur kekuasaan.Untuk menempuh jalur kekuasaan maka tiket dalam pemilu harus kita perkuat dengan suara kita. Demi masa depan pendidikan keagamaan Islam di Jawa Tengah maka sosok Gus Yusuf menjadi satu satunya figur yang akan membawa kemaslahatan untuk Hawa Tengah khususnya pendidikan keagamaan Islam (Pondok Pesantren, Madin dan TPQ). ***