BOYOLALI (Aswajanews.id) — Kurikulum bukan sekadar daftar mata pelajaran, tetapi menjadi ruh pendidikan yang menghidupkan proses interaksi antara guru dan murid. Hal tersebut ditegaskan Wakil Ketua DPW FKDT Jawa Tengah, Akhmad Sururi, saat menjadi narasumber dalam kegiatan Peningkatan Kualitas Manajemen MDT pada Rabu, 19 November 2025, di Joglo Ageng, Dusun 3 Mliwis, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali.
Sururi menjelaskan bahwa selama ini kurikulum MDT dipahami sebagai kumpulan kitab yang diajarkan, seperti Aqidatul Awam, Tuhfatul Atfal, dan Mabadi Fiqih. Padahal, dalam perspektif akademik, kurikulum adalah seperangkat perencanaan pembelajaran yang mencakup tujuan, materi, metode, serta evaluasi yang disusun dan dilaksanakan oleh guru atau ustadz MDT.
“Kurikulum pembelajaran adalah ruh pendidikan yang menjadi penopang proses interaksi guru dan murid,” ujarnya.

Kurikulum MDT Sudah Memiliki Landasan Regulasi
Dalam paparannya, Sururi menyebut bahwa MDT saat ini memiliki pedoman resmi yang tertuang dalam Keputusan Dirjen Pendis No. 3811 tentang Kurikulum dan Standar Kompetensi Lulusan. Regulasi ini lahir dari diskusi panjang para praktisi MDT dan akademisi yang difasilitasi Kementerian Agama melalui Subdit MDT.
Menurutnya, regulasi tersebut menjadi dasar yuridis implementasi kurikulum MDT, namun sifatnya merupakan standar minimal. Karena itu, setiap MDT didorong melakukan pengembangan sesuai kebutuhan dan karakter lembaga.
Di hadapan para peserta, Sururi mengajak pendidik MDT melakukan inovasi pembelajaran tanpa meninggalkan kekayaan tradisi pesantren. Warisan turots para ulama, katanya, adalah karya tulus yang nilai-nilainya tetap relevan hingga kini.
“Mayoritas guru MDT adalah lulusan pesantren, sehingga kurikulum MDT pun banyak mengacu pada tradisi pesantren,” jelasnya.
Terkait pendekatan deep learning dalam Kurikulum Merdeka, Sururi menyebut bahwa pada dasarnya MDT telah menjalankannya secara natural meski para gurunya belum mengikuti diklat khusus. Menurutnya, pembelajaran mendalam sudah tercermin dari cara guru MDT menekankan pemahaman konsep serta implementasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Sururi juga menyinggung amanat Kemenag RI terkait kurikulum berbasis cinta, yakni pembelajaran yang menanamkan nilai kasih sayang, toleransi, dan sikap moderat dalam beragama. Materi-materi tersebut sudah tercakup dalam mapel seperti Aqidah dan Akhlak.
“Moderasi beragama adalah kemampuan menghargai perbedaan keyakinan tanpa mencampuradukkan ibadah. Prinsip ini sejalan dengan spirit surat Al-Kafirun,” tegasnya.
Selain Sururi, hadir pula Ahmad Syakur dari Lembaga Perlindungan Anak Kabupaten Klaten yang menyampaikan materi tentang Madrasah Diniyah Takmiliyah Ramah Anak. Ketua DPW FKDT Jawa Tengah, Kyai Abdul Rohman, turut menguatkan materi mengenai pengembangan pendidikan MDT.
Kegiatan ini dibuka oleh Kabid PD Pontren Kanwil Kemenag Jawa Tengah, KH Amin Handoyo, Lc., MA., yang menegaskan bahwa meskipun kata Takmiliyah berarti “penyempurna”, namun kurikulum MDT justru menjadi pondasi dasar pembelajaran agama.
Ketua Panitia, Hj. Aini Sa’adah, menyampaikan terima kasih kepada Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Boyolali dan DPC FKDT setempat atas dukungan penuh terhadap penyelenggaraan kegiatan Peningkatan Kualitas Manajemen MDTangkatan ke-6. Ia juga melaporkan sumber dana serta tujuan program yang digelar dalam enam angkatan.
Turut hadir jajaran Kemenag Boyolali, termasuk Kasi PAKIS dan beberapa staf, serta pejabat lainnya yang memberikan arahan terkait peningkatan mutu pendidikan MDT. (Red/Nas)
Eksplorasi konten lain dari aswajanews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.






























