Ketua Pengurus Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Kyai Haji Robikin Emhas adalah salah satu Staf Khusus yang ditunjuk Wakil Presiden Republik Indonesia, Ma’ruf Amin. Sosok KH Robikin dikenal sebagai salah satu Ketua PBNU yang cukup dekat dengan Wapres Ma’ruf Amin.
Juru bicara Wapres, Marsudi Syuhud pernah mengatakan jika sejak masuk dalam organisasi mahasiswa Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), karir Robikin diketahui cukup baik. Marsudi tidak bisa memberi tahu secara gamblang rekam jejak Robikin, namun yang dia bisa sampaikan adalah Robikin memiliki latar belakang pendidikan hukum.
Mengutip dari situs NU, Robikin diketahui sempat tercatat menjadi Ketua Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum PMII pada masa orde baru. Di dalam situs tersebut, Robikin mengemukakan tentang tantangan PMII pada saat dirinya aktif di PMII di masa pemerintahan Presiden kedua Republik Indonesia, Soeharto itu.
Ia mengatakan saat masa itu PMII termarjinalkan sehingga dirinya harus berupaya untuk membuat PMII tegak berdiri dengan tenaga sendiri karena PMII tidak mendapat fasilitas anggaran dari negara. Bahkan, di dalam menyampaikan pandangan pun, PMII mendapat kontrol yang ketat dari pemerintah. Namun, kata Robikin, hal itu menjadi tantangan bagi PMII bagaimana mempunyai kesanggupan berdiri di kaki sendiri atau menjadi mandiri.
Karena dianggap cukup eksis di PMII, Alumni Pesantren Miftahul Huda Gading, Malang, Jawa Timur itu akhirnya ditarik oleh PBNU. Di PBNU Robikin kreatif menjaga eksistensi dirinya menjadi tokoh nasional menjaga kapabilitasnya sebagai ahli hukum.
Meskipun PMII pernah menyatakan independen terhadap NU, tetapi pada hakikatnya landasan ideologi ahlussunnah wal jama’ah (Aswaja) yang diusung PMII masih selaras dengan landasan ideologi NU.
Itu sebabnya, saat itu Robikin dengan cepat beradaptasi dengan lingkungan Pengurus Besar salah satu organisasi massa Islam terbesar di Indonesia itu. Di PBNU, ia menjabat Ketua bidang Hukum, HAM, dan Perundang-undangan. Sampai sekarang, ia salah satu Ketua PBNU yang termasuk aktif yang bisa menjawab persoalan kebangsaan.
Mempertahankan Tradisi dan Khazanah Budaya
Robikin Emhas, menegaskan, sejarah NU lahir di antara semangatnya ialah untuk mempertahankan tradisi dan khazanah budaya yang menopang ajaran dan syiar agama. Dalam menjadikan budaya sebagai infrastruktur agama. “Tentu saja sepanjang tradisi, budaya, dan adat istiadat yang ada tidak bertentangan dengan syariat Islam. Sebab, agama kering tanpa budaya.
Kaidah fiqihnya, al-muhafadzah alal-qadim al-shalih wal-akhdzu bil-jadid al-ashlah. Melestarikan nilai-nilai lama yang baik dan menerapkan nilai-nilai baru yang lebih baik.
Menurut Robikin, semangat inilah yang pada era 1980-an oleh Deliar Noer dikategorisasi sebagai gerakan kelompok tradisional. Jadi, meski sekarang NU telah memiliki aset pendidikan dan rumah sakit modern sekali pun, kata dia, NU masih tetap digolongkan kelompok tradisional.
“Jika mau objektif, predikat tradisional yang melekat inilah sebenarnya yang membuat eksistensi NU terus menemukan aktualitasnya. Bagi NU kemajuan sebuah peradaban penting. Tetapi tetap mengakarnya peradaban pada nilai-nilai tradisi yang lestari, menjadi hal yang jauh lebih penting. Bukankah agama adalah institusi yang fokus pada penyebaran ajaran tentang keyakinan dan pengawalan nilai-nilai kebaikan yang berlaku secara ajeg dalam tradisi yang lestari?,” paparnya.
NU sebagai organisasi kemasyarakatan memiliki dua tanggung jawab sekaligus. Pertama, tanggung jawab keagamaan atau mas’uliyah diniyah dan tanggung jawab kebangsaan atau mas’uliyah wathaniyah.
Tanggung jawab keagamaan NU, menurut Robikin, ialah bagaimana terus mengembangkan paham keagamaan ala ahlussunnah wal jamaah (Aswaja) yang terkenal dengan prinsip moderasi dan wasathiyah itu. Adapun tangggung jawab kebangsaan NU ialah menjalankan komitmen kebangsaan dan kenegaraan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Sejak dahulu NU selalu konsisten menjalankan dua peran ini baik diminta atau tidak oleh negara. Karena itu, NU tidak pernah sekali pun punya catatan makar terhadap negara,” tegasnya.
Menyinggung kontribusi terhadap negara, ia menegaskan NU tidak perlu diragukan lagi. NU terlibat penuh dalam perjuangan kemerdekaan. Dalam menyusun dasar-dasar negara, serta dalam menjaga negeri ini dari rongrongan dan ancaman perpecahan yang bertubi datang, baik dari luar maupun dalam. NU adalah pemilik saham sah negeri ini.
Robikin mengutarakan bahwa politik NU adalah politik kebangsaan. Tugasnya menjaga keutuhan negara, membangun harmoni di antara masyarakat yang beragam, memperjuangkan kepentingan umat, dan lain-lain. (Berbagai Sumber)