Salah satu fenomena pesantren kini adalah menjadi pilihan masyarakat, untuk memasukan anak-anaknya menjadi santri. Ini terjadi di banyak pesantren di Jawa Barat. Banyak pesantren yang tidak mampu menampung seluruh peminat karena keterbatasan tempat dan fasilitas lainnya.
Fenomena itu menurut pendapat beberapa Kyai terjadi karena banyaknya kekhawatiran para orangtua akan masa depan anaknya karena ancaman bahaya narkotika, psikotropika dan obat terlarang (Narkoba).
Selama ini pesantren dianggap masih steril dari serangan penyakit masyarakat itu. Selain dijadikan benteng, penangkal masuknya arus perdagangan dan penggunaan obat yang bisa merusak susunan saraf sentral itu, pesantren juga menjadi tumpuan banyak pihak sebagai bengkel untuk menyembuhkan (rehabilitasi) mereka yang sudah menjadi korban serangan narkoba. Seperti Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya dan Al Qodir Sleman Yogyakarta sudah puluhan tahun menyelenggarakan upaya untuk penyembuhan para korban narkoba.
Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat berbahaya. Kemudian dikenal juga nama Napza (narkotika, psikotropika dan zat adiktif). Psikotropika adalah obat yang menyebabkan gangguan pada system saraf pusat sehingga mempengaruhi kondisi mental penggunanya, misalnya heroin. Zat adiktif adalah obat yang membuat penggunanya mengalami ketergantungan baik secara fisik maupun psikologis misalnya rokok dan alkohol.
Ada satu hal yang menyebabkan Napza menarik untuk dibicarakan yaitu bahayanya akibat menggunakan atau mengkonsumsi barang terlarang itu. Membicarakan Napza atau pun narkoba, pastilah banyak orang dilanda rasa takut, khawatir dan benci. Sebabnya ialah jika seseorang, siapapun dia yang sudah terkena atau menggunakan barang tersebut, maka kerugian dan kehancuran akan menimpanya. Tubuh dan mentalnya akan rusak karena susunan saraf sentralnya terganggu. Tak hanya dirinya yang akan menderita, tapi juga keluarga dan masyarakat akan terkena imbas. Sekarang ini serangan secara sistematik dan massif, telah menyebar ke seluruh pelosok dan kehidupan. Nyaris semua komunitas kehidupan di negeri kita sudah terkena penyebaran barang haram ini. Mulai dari anak muda, pelajar, mahasiswa, artis, pegawai negeri, penerbang dan juga polisi.
Sebagai Negara dengan penduduk 270 juta jiwa nomor 4 terbesar di dunia, Indonesia telah dijadikan sasaran pasar barang haram tersebut. Selain didatangkan dari luar, barang itu juga telah diproduksi di dalam negeri. Jadi kalau mulanya Indonesia hanya berfungsi sebagai Negara transit, sekarang sudah menjadi daerah pemasar utama dan produksi.
Itu gambaran betapa narkoba itu sudah merupakan komoditas yang mengancam masa depan bangsa kita. Negeri ini akan dihuni oleh banyak penduduk yang tidak memiliki jati diri. Mental dan moralnya rusak karena syaraf sentralnya digerogoti oleh barang haram dan berbahaya itu. Mereka akan menjadi manusia yang tidak memiliki kekuatan produktif dalam hidupnya. Merugikan dirinya, keluarga lingkungan dan bangsanya.
Oleh karena itu, perang melawan narkoba adalah perang berkepanjangan dan paradigma “Santri Yes, Narkoba No” harus menjadi pegangan sebagai salah satu upaya menyelamatkan masa depan bangsa ini. *** (Anas/Sumber : Noong Kobong/Berbagai Sumber)