Guru Madin/Ustad dan guru Ngaji di Republik Indonesia tampaknya belum berbanding lurus dengan tugas dan amanat mereka dalam mendidik generasi bangsa yang berakhlak mulia dan memperkuat karakter keagamaan. Eksistensi guru Madin dan guru Ngaji di kampung kampung dengan ketulusannya tidak pernah menuntut pemerintah untuk mendapatkan honor atau insentif. Lain halnya dengan buruh perusahaan dimanapun tempatnya, saat perusahaan tidak memberikan upah sesuai dengan UMR, maka mereka bergerak melakukan demonstrasi atau mogok kerja.
Oleh karena itu mempertahankan eksistensi Guru Diniyah dan Guru Ngaji Menuju Indonesia Emas menurut hemat penulis sangat penting. Eksistensi guru Diniyah dan Guru Ngaji diharapkan dengan memperkuat empat pilar yang meliputi, profesionalisme, ekonomi, kesehatan dan regulasi. Empat pilar tersebut dapat menjadi pembahasan yang secara intens didiskusikan serta dikomunikasikan bersama para pengambil kebijakan pendidikan di Indonesia.
Pertama, profesionalisme perlu mendapatkan sentuhan yang memiliki makna terhadap peningkatan kapasitas pendidik di lingkungan lembaga pendidikan non formal. Selama ini profesionalisme seakan akan hanya disematkan pada lembaga pendidikan formal. Sementara lembaga pendidikan non formal yang memiliki tenaga pendidik dengan sebutan guru Diniyah dan guru Ngaji nyaris belum tersentuh secara masif dengan istilah profesionalisme. Padahal kedua entitas tersebut menjadi garda terdepan dalam penguatan pendidikan karakter di republik Indonesia.
Profesionalisme guru Diniyah dan guru Ngaji menjadi mendesak karena merekalah yang bersentuhan persiapan dengan generasi emas yang berkarakter. Meskipun hari ini Kemenag RI atau pemerintah daerah sudah ada sedikit perhatian terhadap kedua komunitas (guru Diniyah dan guru Ngaji) tersebut, akan tetapi belum berbanding lurus dengan tugas dan amanat yang diemban untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mencetak generasi yang berakhlak mulia.
Oleh karena itu pergerakan yang menyentuh secara masif terhadap peningkatan kapasitas pendidik (profesionalisme guru Diniyah dan guru Ngaji) menjadi prioritas yang akan digarap oleh kelompok perkumpulan yang membawahi guru Madin dan guru ngaji termasuk Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah yang memiliki struktur dari pusat sampai ke daerah. Pilar pertama ini menjadi kunci utama untuk peningkatan kualitas pendidikan non formal yang banyak berkembang di desa desa dan sebagian di perkotaan. Beberapa irisan sikap dalam profesionalisme yang meliputi kompetensi pedagogik,akademik, sosial dan kepribadian menjadi bahasan penting dalam rakernas.
Kedua, ekonomi dan kesejahteraan guru Diniyah menjadi prioritas yang harus kita pikirkan bersama baik kelompok masyarakat maupun pemerintah. Karena sesungguhnya profesionalisme juga dipengaruhi oleh tingkat kesejahteraan bagi pelaku profesi tersebut (pendidik). Mafhumnya, kalau guru Diniyah dan guru Ngaji sejahtera dan ekonominya tercukupi maka akan menjalankan tugas dan amanat dengan penuh semangat tidak terganggu oleh pemikiran ekonomi keluarga.
Melalui pergerakan komunitas guru Madin dan guru Ngaji di beberapa daerah diharapkan muncul konsep pemberdayaan ekonomi dilingkungan guru Diniyah dan guru Ngaji dengan menjalin relasi dan kolaborasi dengan beberapa pihak yang memberikan kemaslahatan kesejahteraan. Ini sangat penting karena dengan pemberdayaan ekonomi dilingkungan guru Diniyah dan guru Ngaji, maka akan meminimalkan ketergantungan terhadap pemerintah. Disinilah komunitas guru Madin bisa membuat formula kerjasama dengan beberapa lembaga profit yang bergerak dibidang ekonomi dan usaha produktif.
Ketiga, pilar regulasi dan pendampingan hukum. Pilar ini menjadi bagian perjuangan komunitas guru Madin untuk menjadikan guru Diniyah dan guru Ngaji memiliki legalitas yuridis sebagai landasan bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan terkait dengan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan. Selama ini regulasi yang ada hanya diperuntukkan untuk guru pada lembaga pendidikan formal (UU Guru dan Dosen). Padahal eksistensi guru Diniyah dan guru Ngaji menjadi bagian dari entitas untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Oleh karena itu saatnya komunitas guru Diniyah dan guru Ngaji mendapatkan perhatian regulasi dari pemerintah agar mendapatkan ruang dalam keberpihakan dalam pusaran kekuasaan.
Berkait dengan regulasi, pendampingan hukum terhadap guru Diniyah dan guru Ngaji juga menjadi bagian yang penting untuk kita diskusikan. Acap kali guru Diniyah dan guru Ngaji menghadapi persoalan hukum, namun tidak memiliki pendampingan atau edukasi tentang hukum. Sehingga ketika masuk dalam arena wilayah hukum mendapatkan kekalahan karena faktor kelemahan. Oleh karena itu edukasi tentang hukum akan menjadi salah satu garapan dari komunitas Madin termasuk FKDT.
Pilar yang keempat adalah kesehatan. Pilar ini merupakan ikhtiar untuk menjadikan guru Diniyah dan guru Ngaji sehat wal afiat. Adapun ikhtiar yang akan dilakukan yaitu menjalin kerjasama BBJS Kesehatan, lembaga pengobatan atau klinik kesehatan baik milik swasta atau pemerintah. Sebagai guru Diniyah dan guru Ngaji untuk menjalankan aktivitas sehari-hari tentu dibutuhkan modal sehat. Dengan sehat bisa berbuat banyak untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Oleh karena itu Ikhtiar menjaga kesehatan seluruh guru Diniyah dan guru Ngaji menjadi bagian yang diharapkan akan dibahas dalam forum komunitas Madin.
Akhirnya semoga pergerakan beberapa komunitas Madin dan guru Ngaji membawa perubahan dan kemanfaatan untuk umat, khususnya guru Diniyah dan guru Ngaji di Indonesia. Semua pergerakan dan langkah beberapa komunitas guru Madin menjadi ladang berkhidmah kepada bangsa untuk bersama mewujudkan generasi emas yang hebat dan berakhlak mulia. ***