Opini

Pak Dhe Atmo Sang Pembedah Buku “MDT di Persimpangan Regulasi Nasional”

Oleh : Akhmad Sururi

Pagi Jumat, 31 Januari 2025 menjadi pagi yang berkah karena saya dikirimi tulisan opini di koran harian Radar Tegal dengan judul “Madrasah Diniyah Takmiliyah : Kejajar tapi belih Kepetung. Opini tesebut ditulis oleh Sang Maestro Budayawan yang kaya dengan leterasi, Beliau adalah H. Atmo Tan Sidik, kelahiran Brebes yang saat sekarang bertempat tinggal di Kota Tegal.

Tulisan opini tersebut sangat menarik karena menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan bedah buku dengan judul “Madrasah Diniyah Takmiliyah di Persimpangan Regulasi Nasional.” Kebetulan Beliau saya mohon untuk menjadi Nara Sumber Pembedah Buku tersebut yang ditulis dalam rentang perjalanan sebagai praktisi pendidikan MDT.

Dalam kapasitas sebagai budaya tentu tidak lepas dari prespektif antropologis dalam membedah sebuah buku yang bertemakan tentang pendidikan. Antropologi bersentuhan dengan manusia dengan varian budaya yang berkembang serta pendidikan. Disinilah ada pertautan yang kuat antara manusia dan pendidikan. Karena sesungguhnya manusia tidak lepas dari pendidikan.

Oleh karena itu dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, pendidikan di negeri ini tentu memiliki tujuan dan fungsi, termasuk pendidikan keagamaan yang menjadi pilar sistem pendidikan nasional. Tujuan dan fungsi tersebut akan berpulang kepada masyarakat sebagai warga negara Indonesia. Pemerintah berkewajiban hadir dalam konteks regulasi sebagai bagian dari rekognisi terhadap pendidikan keagamaan yang selama ini kurang tersentuh, selalu ada di pinggir atau di persimpangan. Itulah kegelisahan penulis buku tersebut.

Searah dengan hal tersebut   fungsi pendidikan keagamaan dalam membangun karakter bangsa mestinya harus menjadi perhatian kita bersama,dalam hal ini pemerintah dan masyarakat. Ini yang sangat ditekankan oleh Pak Dhe Atmo, agar generasi penerus bangsa tidak menjadi karakter bangsa (t). Maka kehadiran pemerintah dalam bentuk penguatan regulasi MDT sangat mendesak. Hal tersebut yang menjadi harapan dalam buku yang dibedah di kantor FKDT Kab Brebes.

Kantor DPC FKDT Kab Brebes di Jl. Yos Soedarso Brebes

Sebagai pegiat leterasi Pak Dhe Atmo menangkap dengan serius apa yang termaktub dalam buku tersebut, terkhusus yang berhubungan dengan regulasi PMA No 13 tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam sebagai payung hukum tentang MDT. Namun pada tataran di lapangan MDT belum mendapatkan perhatian yang serius oleh pemerintah. Terbukti masih banyak guru Madin yang mendapatkan kesejahteraan yang sangat minim. Sehingga ada beberapa MDT yang terpaksa gulung tikar karena gurunya merantau di Jakarta.

Disisi yang lain ada beberapa desa yang memiliki lebih dari satu Madin, sehingga menurut Pak Dhe Atmo disebut dengan “Kejajar tapi ora kepetung”, tidak terhitung oleh anggaran pemerintah yang sesuai dengan harapan. Tentu melalui buku tersebut penulis berharap agar pemerintah meningkatkan perhatian kesejahteraan untuk para Ustad Madin. Para Ustadz MDT memang tidak pernah demo atau unjuk rasa menuntut kesejahteraan. Karena bagi mereka tidak demo atau unjuk rasa kurang mencerminkan akhlak guru Madin terhadap pemerintah. Namun demikian hal ini terkadang dianggap oleh pengambil kebijakan menjadi kesempatan untuk tidak berpihak kepada nasib mereka. Sehingga seberapapun anggaran untuk guru Madin tetap diterima dengan ikhlas, seperti logonya Kemenag Ikhlas Beramal. Inilah yang disampaikan Gus Syaffa dalam kelakarnya saat didaulat menjadi Keynote Speaker.

Karena keterbatasan waktu saat Bedah Buku, Pak Dhe Atmo tidak mengulas lebih detail setiap judul dalam buku tersebut. Namun secara substantif dihadapan peserta menyampaikan inti terkait dengan buku dengan 41 judul. Melalui kolom opini di koran harian Radar Tegal secara lebih tajam lagi mengulas terkait dengan kondisi riil MDT yang membutuhkan penguatan regulasi.

Kedekatan Pak Dhe Atmo dengan komunitas media menjadikan acara tersebut diliput oleh media nasional, dalam hal ini media Indonesia dan beberapa media online. Sehari sebelum kegiatan berlangsung Pak Dhe sudah menulis di Pantura Post dg judul “Perjumpaan yang terhalang Palang Kereta”. Sehari setelahnya juga menulis di media yang sama yang berjudul “Guru Madin Jadi Juru Sembur Saja”, mengutip  kalimatnya Gus Syaffa seorang anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah saat menyampaikan keprihatinan dan kondisi kesejahteran Guru Madin di hadapan peserta bedah buku.

Acara yang menurut penulis sangat sederhana, tapi bagi sang Maestro Budayawan dari Tegal memiliki magnet yang besar. Hal tersebut dibuktikan dengan kehadiran Kepala Kantor Kemenag Kab Brebes yang datang sendiri dari Batang didampingi Kasubag TU yang kebetulan menjadi narasumber. Kedua doktor yang menjadi pejabat Kementerian Agama Kab Brebes menjadi bukti bahwa bedah buku ini memiliki makna strategi untuk MDT kedepan. Lebih dari itu kehadiran Gus Syaffa selaku anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah dari PKB juga menjadikan acara beda buku kian berbobot.

Akhirnya semoga bedah buku yang diselenggarakan di DPC FKDT Kab Brebes menjadi tonggak sejarah dalam bentuk karya yang tertulis untuk masa depan MDT di Nusantara. Bergerak dari Brebes untuk Indonesia demi MDT agar jaya menuju bangsa Indonesia yang berkarakter. ***