Kajian

Orang Miskinpun Memiliki Etika Terhadap Allah SWT

Orang yang masuk katagori miskin, tetap harus memiliki etika (adab) sopan santun kepada siapapun termasuk kepada Allah Swt. Sebuah catatan Ngaji Ihya Ulumuddin bersama KH. Subhan Ma’mun pengasuh Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi di Masjid Agung Brebes (1/3/2023), setiap hari Rabu pukul 16.000 WIB.

Yang namanya etika tetap harus dijaga oleh siapapun, selagi ia menjadi hamba yang taat kepada Allah Swt. Beretika juga harus dimiliki oleh seseorang yang dalam kondisi miskin. Sedikitnya harta yang dimiliki sekarang, seseorang tetap harus menjaga akhlaknya. Karena kemiskinan itu sendiri pemberian Allah Swt.

Cobaan miskin yang dialami seseorang, pada dasarnya Allah Swt sudah mengukur kadar kekutan dari setiap cobaan yang diberikannya. Hanya ikhlas dan ridhalah yang harus dikedepankan agar tetap menjadi manusia yang taat dan beruntung. inilah yang disebut miskin abror. Seseorang yang miskin namun tetap sholih atau taat pada seruan Allah Swt.

Semua yang ada dalam alam semesta adalah ciptaan Allah Swt, termasuk seseorang yang sedang dalam kondisi miskin itu juga yang membuat Allah Swt. Maka tidak patut bagi seseorang yang sedang miskin membenci Allah Swt.

Sebagaimana seseorang sedang mengalami patah tulang. Ia sangat merasakan sakitnya ketika sedang dipijat (diurut), namun ia tidak boleh membenci yang meminjat karena dia yang akan membetulkan sakit (membantu penyembuhan) yang dideritanya.

Artinya kemiskinan yang membuat Allah Swt, tetapi Allah Swt juga memiliki rencana dan hadiah yang sangat spesial bagi yang ikhlas, menerima terhadap kondisi yang ada.

Pada sisi lain orang miskin menjadi orang yang sangat dibutuhkan tenaganya. Siapa yang akan bekerja menjadi buruh kasar kalau tidak ada orang miskin? Ada majikan juga ada buruh. Sebagimana juga kalau tidak ada pemuda  pentani (buruh tani) siapa nanti yang akan meneruskan jadi petani.

Sedangkan orang miskin yang tidak taat adalah masuk katagori miskin fajir yaitu miskin yang berbuat dosa lewat perbuatan dan kata-katanya. Menghardik dan mencela atas kemiskinannya.

Yang jelas menyalahkan Allah Swt atas kondisi miskin itu haram dan berdampak pada menghancurkan pahala dari fakir dan miskin itu sendiri.  Tidak terima pada kondisi miskin sama halnya membuat hancurnya ibadah-ibadah yang dijalaninya.

Boleh kita tidak suka pada takdir menjadi miskin, tetapi ingat yang menjadikan miskin pada seseorang adalah pekerjaan Allah Swt. Dzat yang telah banyak memberi kebutuhan pada manusia. Miskin kadang membuat seseorang mendapatkan hisab (perhitungan Allah Swt) lebih cepat dari orang kaya.  Hal ini dapat difahami masuk surganya lebih dulu orang miskin dari pada orang kaya.

Kemiskinan yang dialami oleh seseorang, sesungguhnya diberi keistimewaan oleh Allah Swt berupa kebahagiaan. Orang miskin juga merasakan kebahagian sama seperti orang kaya. Tidak selamanya miskin itu terus menderita.

Kebahagiaan orang miskin dapat dikatakan memiliki ukuran yang beda dengan orang kaya. Seorang miskin mendapatkan penghasilan lima puluh ribu sehari sangat senang sekali. Namun bagi orang kaya yang sehari satu juta belum tentu bahagia, karena harus membayar tenaga kerja yang membantunya dalam usaha.

Lain halnya pula dengan kebahagiaan santri, ia akan sangat bahagia bila bisa hafal alfiyah, bangga terhadap prestasi yang diraihnya. Walaupun makan keseharianyapun ala kadarnya dan tidak tinggal bersama kedua orang tuanya.

Dengan adanya hisab yang tidak bisa lepas bagi setiap manusia dan sangat memberatkan serta memakan waktu yang sangat lama, selayaknya kita terus berdoa memohon kepada Allah Swt. ‘Rabbi Hasibni Hisaban Yasiira” Ya Allah Hisablah aku dengan hisab yang ringan.

Sebagai penghibur dan pemberi kabar gembira pada orang miskin. “Wahai orang yang miskin, datanglah saat menghadap Allah Swt dengan ikhlas menerima apa yang diberikannya, maka kamu akan mendapatkan fahala, sedangkan kalau tidak ikhlas, tentu tidak akan mendapatkan pahala, melainkan siksaan.”

Yakinlah suatu saat miskin juga akan mendapatkan hal yang sangat luar biasa. Tetaplah ridho terhadap pemberian Allah Swt dan dari orang lain. Mudah-mudah kemiskinan yang dihadapi sekarang dapat mengangkat derajatnya menjadi wali Allah Swt dari jalur miskin. Aamiiin.

(Lukmanrandusanga, Kamis 2 Maret 2023)