Pendidikan

Naskah Soal Ujian Jangan Kontroversial

Bandung (Aswajanews.id) – Penyusunan naskah soal ujian apalagi mata pelajaran agama jangan sampai membuat kegaduhan. Sebagai antisipasi terkait soal-soal yang kontroversial, seharusnya ada tim analisis yang melakukan pemeriksaan secara seksama sebelum materi ujian itu dicetak.

Hal itu dikatakan Plt Kakanwil Kemenag Jabar, Dr. H. Yusup, M. Pd., saat rapat koordinasi persiapan ujian sekolah (US) mata pelajaran pendidikan agama Islam (PAI) tahun 2021/2022, di hadapan guru guru PAI SE Jawa Barat, Jumat (04/03/2022) di Aula Kanwil Kemenag Jabar Jalan Jendral Sudirman Bandung. Hadir  mendampingi Kepala Bidang PAIS Kemenag Kanwil Jabar Drs. H. Abudin, M.Ag.

Dikatakan, kompetensi serta kemampuan para guru dalam menjabarkan kisi kisi materi ujian,  belum tentu persepsinya sama. “Oleh karena itu kalau bisa nanti di awasi oleh Kabid PAIS. Kami juga berharap ada tim pengoreksi di setiap kab/kota,” ujarnya.

Yusup menjelaskan, kunci utama dalam penyusunan ujian sekolah, harus ada acuannya yaitu kisi kisi. Tanpa ada kisi kisi tidak mungkin soal ujian berkualitas baik. Tentu saja bagaimana aspek kognitif, afektif dan psikomotoriknya.

Konflik baru

Yusup juga menyampaikan program prioritas Kementerian Agama, salah satunya  moderasi beragama. Tahun 2022 merupakan tahun moderasi beragama, jangan sampai menimbulkan konflik- konflik baru, atau munculnya  soal-soal ujian yang mungkin bertentangan dengan pemahaman moderasi beragama itu sendiri.

Sesuai arahan Menteri Agama agar seluruh bidang di Kemenag bisa mensosialisasikan SE No 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Suara di Masjid dan Musala, kepada masyarakat umum sosialisasi tersebut diserahkan kepada wilayah masing masing. Untuk di tingkat Kanwil,  teknisnya diserahkan pada kepala bidang masing-masing. Jika tidak memungkinkan bisa disosialisasikan  lewat zoom.

Yusup juga menyampaikan siaran pers humas Badan Kepegawaian Negara (BKN) mengenai enam bentuk aktivitas ujaran kebencian yang dilarang dilakukan oleh aparatur sipil negara (ASN). Pertama, menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis lewat media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila, UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan Pemerintah.

Kedua, menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis lewat media sosial yang mengandung ujaran kebencian salah satu suku, agama, ras dan antargolongan.

Ketiga, menyebarluaskan pendapat yang bermuatan ujaran kebencian (pada poin 1 dan 2) melalui media sosial (share, broadcast, upload, retweet, repost Instagram, dan sejenisnya)

Keempat, mengadakan kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan pemerintah.

Kelima, mengikuti atau menghadiri kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi dan membenci Pancasila, UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah.

Keenam, menanggapi atau mendukung sebagai tandda setuju pendapat sebagaimana pada poin kesatu dan kedua dengan memberikan like, dislike, love, retweet atau comment di media sosial.

ASN yang terbukti melakukan pelanggaran pada poin 1 sampai 4 dijatuhi hukuman disiplin berat dan ASN yang melakukan pelanggaran pada poin 5 dan 6 dijatuhi hukuman disiplin sedang atau ringan. Penjatuhan disiplin dilakukan dengan mempertimbangkan latar belakang dan dampak perbuatan yang dilakukan oleh ASN.

Mutu pembelajaran

Mantan Kakankemenag Kota Bandung ini juga mengajak untuk meningkatkan pengabdian, sekaligus meningkatkan mutu pembelajaran yang berujung pada hasil  bagi para siswa kita untuk bisa berakhlakul karimah. Mereka bisa bertoleransi terhadap sesama.

Guru agama, kata Yusup, merupalan ujung tombak pendidikan. Keberhasilan suatu pendidikan jika anak anak memiliki akhlak karimah . Sekolah itu tanggung jawabnya lebih besar. Keberhasilan dakwah agama Islam, bukan kognitif semata. Justru yang paling utama itu bagaimana kemampuan dari aspek afektif dan psikomotorik ini. *(Kontributor: Eva Nurwidiawati)