Sebagai orang yang beragama tidak bisa dilepaskan dari pendidikan keagamaan. Kedua menjadi satu kesatuan utuh dalam membentuk kepribadian murid yang memiliki karakter keagamaan dan akhlakul karimah. Proses pengamalan ajaran agama melalui pendidikan yang dilaksanakan baik.secara formal, non formal maupun informal untuk anak usia dini sangat penting.
Hari ini meskipun anak anak sudah mendapatkan pendidikan keagamaan pada jalur formal akan tetapi masih belum mencukupi untuk mewujudkan anak memiliki kekuatan karakter dalam beragama. Keterbatasan jam tatap muka untuk mapel PAI menjadikan anak anak tidak sepenuhnya dapat mempraktekkan teori pembangunan yang disampaikan di ruang kelas.
Disinilah pentingnya kolaborasi dan sinergi ketiga jalur pendidikan, formal, non formal dan informal dalam satu tarikan nafas mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Lebih dari itu implementasi tujuh kebiasaan yang menjadi program Kemendikdasmen tentu bisa berjalan dengan baik ketika tiga jalur pendidikan tersebut dapat bekerja sama baik. Semuanya memiliki peran yang penting untuk mempersiapkan generasi Indonesia hebat melalui penguatan karakter keberagamaan.
Hadirnya pendidikan keagamaan non formal seperti MDT (Madrasah Diniyah Takmiliyah), TPQ (Taman Pendidikan Qur’an) dan Majlis Ta’lim memiliki peran penting dalam mewujudkan tujuh kebiasaan anak Indonesia hebat. Implementasi kebiasaan beribadah untuk murid membutuhkan pengetahuan tentang ibadah yang didapatkan pada Madrasah Diniyah Takmiliyah,TPQ dan Majlis Ta’lim. Kebiasaan beribadah tentu harus menjadi kebiasaan sehari-hari secara istiqamah, contohnya sholat lima waktu bagi siswa muslim.
Pendidikan informal yang dilaksanakan dalam lingkungan keluarga juga menempati posisi yang penting. Hal tersebut karena waktu selain anak disekolah adalah di tengah tengah keluarga. Untuk mewujudkan kebiasaan beribadah di rumah maka menjadi tugas orang tua di rumah, termasuk kebiasaan bangun pagi dan tidur cepat. Tanpa pantauan dan pengawasan orang tua di rumah terhadap kebiasaan beribadah tentu anak anak akan meremehkan kebiasaan ini (beribadah).
Hadis Nabi Muhammad SAW memerintahkan untuk menyuruh anak-anak melaksanakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun. Ini artinya bahwa orang tua hendaknya mulai mengajarkan dan memerintahkan anak-anak mereka untuk melaksanakan ibadah shalat pada usia tujuh tahun. Hal ini karena menjadi persiapan dan pembiasaan sebelum usia baligh setelah taklif (berkewajiban melaksanakan).
Hadis ini menunjukkan bahwa usia tujuh tahun adalah waktu yang tepat untuk mulai mengenalkan dan melatih anak-anak dalam melaksanakan shalat.
Pendidikan shalat sejak usia dini, termasuk pada usia tujuh tahun, bertujuan untuk membiasakan anak-anak dengan ibadah shalat, sehingga ketika mereka baligh, mereka sudah terbiasa dan mudah dalam melaksanakannya.
Disinilah orang tua memiliki peran penting dalam mengajarkan shalat kepada anak-anak, termasuk mengajarkan bacaan, gerakan, serta syarat dan rukun shalat. Oleh karena itu kebiasaan beribadah se sesungguhnya menjadi perintah agama yang melibatkan peran orang tua dalam jalur pendidikan informal.
Belajar agama dengan pembiasaan ibadah memiliki nilai yang sangat penting untuk perkembangan jiwa anak. Dasar dasar keagamaan yang ditanamkan sejak anak akan membekas saat memasuki remaja dan dewasa. Meskipun demikian tentu kebiasaan belajar agama dan beribadah harus menjadi kebiasaan sepanjang hidup, baik dalam lingkungan pendidikan formal, non formal maupun informal. ***
Eksplorasi konten lain dari aswajanews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.