Kajian

Memaknai Momentum Hari Raya Idul Fitri

Tak terasa bulan Ramadhan telah berlalu dan selesai, kini hari demi hari yang sangat nanti-nantikan dan dirindukan oleh jutaan umat muslim yang telah melaksanakan ibadah puasa selama sebulan penuh hingga pada akhirnya diselimuti rasa bahagia karena sebagai seorang hamba telah menyelesaikan suatu bentuk tatanan madrasah sekaligus lulus dari ujian yang diberikan oleh Allah SWT berupa kewajiban menunaikan ibadah khusus di bulan Ramadhan.

Dengan harapan dan keyakinan serta ampunan atas segala kesalahan dan dosa serta memperoleh pahala dan kebahagiaan yang tak terhitung seperti yang dijanjikan oleh Allah SWT.

Maka momentum Idul Fitri adalah kembalinya seorang manusia ke dalam kondisi alam awal yang merupakan kondisi seperti bayi yang baru saja lahir di alam dunia.

Dalam Al-Qur’an surat Ar Ruum ayat 30 Allah SWT berfirman:

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِى فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ ٱللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

Artinya: “Maka tujukanlah wajahmu kepada agama Allah; (tetap pada) sifat Tuhan yang telah menciptakan manusia menurut sifat itu. Tidak ada perubahan dalam sifat Allah. (Yaitu) agama yang lurus; tetapi kebanyakan orang tidak mengetahuinya.” (QS. Ar Ruum: 30)

Menghidupkan Malam Idul Fitri dengan Bertakbir

Malam takbiran menjadi salah satu tradisi menjelang Hari Raya Idul fitri dengan mengumandangkan takbir yang dilakukan pada malam hari tepat sebelum paginya berLebaran. Umumnya malam takbiran di Indonesia diisi dengan berbagai kegiatan, bisa sesuai tradisi di masing-masing daerah. Misalnya dengan pawai takbir keliling, Festival Bedug, dan sebagainya.

Lazimnya kita sebagai umat Islam dalam upaya menghidupkan malam hari raya dengan ungkapan takbir yang membawa pada kesadaran akan fitrah kita sebagai manusia. Sehebat apaapapun pun kita, setinggi apapun derajat kita, sekuat apapun kekuasaan kita, sebanyak apapun harta kekayaan kita, fitrah kita sebagai manusia hanyalah sebagai hamba Allah.Kita adalah makhluk dan karenanya tidak sepantasnya menyandang beragam bentuk kesombongan yang itu adalah pakaian Allah.

Tradisi Nyekar, Bakti terhadap Leluhur

Tradisi Nyekar merupakan satu di antara tradisi untuk menghormati serta mendoakan orang yang telah mendahului kita dengan berdoa.

Biasanya nyekar dilakukan ke makam keluarga maupun kerabat. Tradisi nyekar juga bisa meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT untuk senantiasa mengingat kepada kematian.

Biasanya tradisi nyekar adalah dengan mengunjungi makam keluarga untuk memohon doa restu (pangestu) kepadanya seraya meminta permohonan maaf di hari raya suci idul fitri.

Jangan memandang sepele dalam tradisi Nyekar ini, setidaknya mengandung interpretasi terhadap makna tradisi nyekar ini memang harus lebih produktif. Di mana, Nyekar bukan hanya realitas dari praktik keagamaan atau kepercayaan, tetapi bahkan lebih luas dari itu, tradisi nyekar melibatkan ranah kebudayaan, sosial, bahkan ekonomi. Karena tradisi nyekar di samping merupakan bentuk akulturasi dan model budaya keislaman pribumi, nyekar  merupakan ajang merajut kembali akar historis serta merefleksikan masa depan.

Budaya silaturahmi di hari raya

Penulis menggarisbawahi bahwa bentuk silaturrahmi pada hari raya idul fitri tidak hanya sebatas acara formal semata, seperti halal bihalal yang selama ini  kita kenal, namun lebih daripada itu makna silaturrahmi tersebut dapat dilaksanakan secara person to person dengan  saling berkunjung ke rumah-rumah saudara beserta keluarga yang masih dalam bingkai suasana kekeluargaan yang erat pula.

Dengan cara yang begini justru akan lebih memberikan dampak positif bagi kesinambungan hubungan, baik kekeluargaan maupun kolega.

Namun dewasa ini, bentuk silaturahmi yang semacam ini dizaman sekarang mulai memudar, terutama pada kalangan menengah keatas dan wilayah perkotaan.

Dan makna momentum idul fitri yang seperti sesungguhnya yang harus terus menjadi perhatian semua pihak untuk dapat mempertahankan tradisi yang telah mengakar di masyarakat kita sejak dahulu, tentu dengan segala variasinya.

Maka terakhir, Sejatinya kegembiraan di hari raya Idul Fitri menjadi kesempurnaan ibadah puasa sebulan penuh selama Ramadhan dikarenakan pada hari itu Allah kembali mengunjungi hambanya dengan membawa kebaikan dan kegembiraan dengan diampuninya dosa-dosa, sehingga kita benar-benar kembali kepada fitrah Islamiyah, itulah sebabnya disebut hari raya Idul Fitri. Untuk mengungkapkan rasa gembira, suka cita maka disunnahkan pada hari raya Idul Fitri dengan ungkapan tahni’ah (mengucapkan selamat) dan musafahah (bersalam-salaman). Dengan demikian kita berharap bahwa momentum perayaan Idul Fitri tahun ini menjadi ajang silaturrahmi dan mengambil hikmah serta makna yang sangat mendalam untuk merajut kehidupan persaudaraan yang lebih baik di masa sekarang hingga mendatang.

Selamat Hari Raya Idul Fitri

1 Syawal 1444 H

Mohon Maaf Lahir dan Batin