Oleh : Akhmad Sururi (Sekretaris MWC NU Wanasari)
Hari Ahad, 5 Januari, Penulis mendapatkan kirim vidio yang menarasikan cerita Bung Karno minta fatwa kepada KH Wahab Hasbullah terkait dengan Irisan Barat yang masih dikuasai oleh penjajah Belanda.Kiriman vidio tersebut dikirim via WA oleh Ketua PCNU Brebes, KH Solahudin Masruru. Dalam vidio tersebut berisi narasi yang pernah ditulis dalam buku yang berjudul Sejarah Tambakberas : Menelisik Sejarah, Mencari Uswah.
Cerita yang sarat dengan makna itu memberikan amanat bahwa kitab kuning yang dikaji oleh Pesantren Salaf dalam hal ini, Fathul Qorib bisa memberikan solusi untuk kepentingan bangsa pada saat itu. Meskipun kitab tersebut ditulis ratusan tahun sebelum Indonesia merdeka, namun kalimat yang terdapat dalam kitab tersebut bisa menjadi jawaban atas pertanyaan Bung Karno terkait dengan Belanda yang menguasai Irian Barat dengan dihukumi “ghosob”.
Pesan tersebut sebagai fatwa kebangsaan untuk mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia yang sudah merdeka sejak tahun 1945. Ketika kemerdekaan sudah proklamirkan maka semua tanah wilayah di Indonesia menjadi milik mutlak negeri kita Indonesia. Bangsa lain dalam hal ini Belanda yang masih menguasai tanah Irian Barat maka statusnya ghosob, yang artinya menggunakan milik orang lain untuk dikuasai. Karena dia bercokol dan menggunakan hak yang menjadi milik bangsa Indonesia. Maka proses pengembaliannya melalui perundingan sebagai saran Mbah Wahab dalam vidio yang berdurasi kurang lebih 5 menit. Dan ternyata perundingan dengan Belanda gagal, akhirnya diambil paksa dengan mengerahkan pasukan yang disebut Tri Kora. Hal tersebut atas komando fatwa dari KH Wahab Hasbullah, Rois Am PBNU saat itu.
Pengarang kitab Fathul Qarib yaitu Syekh Ibnu Qasim Al-Ghazi. Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Qasim bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazi al-Qahiri as-Syafi’i. Beliau selesai menulis kitab tersebut pada tahun 1512 M. Dengan demikian ratusan tahun kitab tersebut, ternyata bisa menjawab persoalan kebangsaan.
Beliau lahir di kota Gaza, Palestina pada tahun 859 H/1455 M. Sejak kecil, Syekh Ibnu Qasim Al-Ghazi telah menunjukan minat yang cukup besar untuk memperdalam imu agama. Beberapa guru Beliau adalah Ulama besar dengan banyak fan ilmu yang dipelajari.
Kembali kepada fatwanya KH Wahab Hasbullah yang mengutip dari kitab Fathul Qorib. Sesungguhnya persoalan bangsa yang telah diselesaikan oleh KH Wahab Hasbullah menjadi inspirasi bahwa sesungguhnya agama dan negara saling membutuhkan. Negara membutuhkan agama melalui fatwa ulama. Agama juga membutuhkan negara untuk menjamin ketenangan dan ketenteraman dalam menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya. Disinilah terjadi simbiosis mutualisme antara agama dan negara.
Fatwa kebangsaan yang bersumber dari kitab kuning tentunya menjadi bagian NU dan Pesantren. Maka melalui fatwa kebangsaan inilah NU berkontribusi besar terhadap negara. Dalam hal tentu tidak bisa dilepaskan figur seorang Kyai atau Ulama yang membawa fatwa tersebut. Oleh karena itu jelas sangat pantas dan layak KH Wahab Hasbullah kemudian menjadi Pahlawan Nasional.
Seorang Mbah Wahab dengan kecerdasannya bisa memberikan solusi atau fatwa untuk Presiden Soekarno. Ini tentu tidak bisa sembarang orang, meskipun banyak yang memahami kitab Fathul Qorib. Kitab dasar yang diajarkan di Pesantren mampu memberikan solusi terkait dengan Irian Barat yang masih dikuasai Belanda saat itu (menjelang tahun 1960). Ini sebuah prestasi yang besar dari NU untuk bangsa.
Sejarah tersebut meskipun menurut KH Dimyati Rois tidak boleh disebarluaskan, akan tetapi karena itu sebuah fakta dari orang tsiqoh (yang bisa dipercaya), maka sudah sepatutnya kita sebarkan. Ini menjadi bagian dari sejarah yang bisa diambil pelajaran, bahwa kitab kuning bisa menjawab persoalan-persoalan politik kebangsaan. ***