Sejumlah kyai pesantren diawal abad ke-20 dilanda resah menghadapi situasi dan kondisi yang terjadi di dalam negeri. Ada masalah politik terkait dengan penjajah (Belanda) yang semakin mencengkram, ada masalah sosial menyangkut sosial termasuk ekonomi penduduk yang tak berkembang kerena pengaruh politik kolonial. Tak kalah meresahkan adalah masalah keagamaan. Para kiyai sejatinya menghendaki keragaman paham tentang Islam yang digambarkan dengan adanya beberapa mazhab terus dipertahankan. Mereka didukung paham Ahli Sunnah Waljamaah (Aswaja) yaitu paham berpegang pada petunjuk Al Qur’an, sunnah rasul, ijma dan qiyas.
Tapi awal abad 20 itu Raja Saud dari Arab akan mengembangkan paham Wahabi dan akan menghancurkan keragaman paham itu dengan melarang adanya mazhab mazhab lain.
Ini sangat meresahkan para ulama pemimpin pondok pesantren yang sudah berkembang dengan baik diseluruh nusantara. Kerena itu para kiyai mengutus sebuah tim yang disebut Komite Hejaz dimpin KH Wahab Hasbullah berangkat ke Mekkah menemui Raja Saud. Dengan berbagai argumentasi mereka menolak pemberlakuan paham Wahabi dan ingin menjalankan Ahlu Sunnah Wal jamaah dengan keberagaman mazhab. Mungkin kerena apa yang disampaikan tim cukup argumentatif dan melihat besarnya pemeluk Islam di Indonesia alhamdulillah Raja Saud menyetujui dan membatalkan rencana pengembangan Wahabi ke seluruh dunia.Mekkahpun bebas dikunjungi multi mazhab.
Di Nusantara sendiri KH Wahab Hasbullah tahun 1914 mendirikan Tashwirul Afkar yaitu lembaga diskusi sebagai kawah candradimuka pemikiran kebangkitan Islam. Lembaga itu disebut juga Nahdlatul Fiqr (kebangkitan pikir).
Lalu tahun 1916 mendirikan Nahdlatul Waton (Kebangkitan Negeri/tanah air) dan tahun 1918 juga mendirikan Nahdlatul Tujjar (kebangkitan saudagar).
Tahun 1924 KH Wahab Hasbullah mengusulkan kepada KH Hasyim Asy”ari agar membuat organisasi yang lebih besar untuk mempersatukan kiyai kiyai Ahlu Sunnah Wal jamaah guna mempersatukan langkah perjuangan menyiarkan Islam berdasar Alquran, sunnah, ijma dan kias.
KH Hasyim Asy”ari tidak langsung menerima usul itu. Beliau melakukan estimasi dan bahkan sholat istikharah.
Menariknya petunjuk Allah tidak langsung turun kepada KH Hasyim Asy’ari itu, melainkan kepada mantan gurunya KH Syaikhona Mohammad Cholil pemimpin pondok pesantren Bangkalan Madura. Melaui seorang utusan berjalan kaki dari Bangkalan ke Tebuireng petunjuk itu disampaikan kepada KH Hasyim Asy”ari.
Setelah menerima petunjuk itu barulah KH Hasyim Asy’ari menerima usul KH Wahab Hasbullah.
Maka dalam sebuah pertemuan di rumah KH Wahab Hasbullah didekritkanlah berdirinya Nahdlatul Ulama (NU) tepat tanggal 16 Rajab 1344 H atau tanggal 31 Januari 1926 M.
Mereka yang hadir dan menjadi pendiri NU antara lain:
KH.Hasyim Asy”ari Tebuireng Jombang, KH Wahab Hasbullah Tambakberas Jombang, KH Bisri Syamsuri Jombang, KH, Asnawi Kudus Jateng, KH Ridwan Semarang, KH Maksum Lasem Jatim , KH Nahrowi Malang, KH Ndoro Musthaha (Menantu KH Cholil Bangkalan) KH Abdul Hamid Faqig Sedayu Gresik, KH Abdul Halim Leuwimunding Cirebon dll. Seluruhnya ada 14 orang Kiyai. Semua pemimpin pondok pesantren.
Sekarang organisasi Islam itu telah berkembang dengan baik. Selama 100 tahun anggota telah mencapai 92 juta lebih. Tersebar di seluruh nusantara bahkan sampai di luar negeri. Dilengkapi 18 perangkat organisasi dan beberapa organisasi sayap.
Subhanallah semua kerena izin Allah. Dirgahayu 1 abad Nahdlatul Ulama.