PURBALINGGA (Aswajanews.id) – Kurikulum Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT) berfokus pada pendalaman pemahaman keagamaan atau tafaqquh fiddin. Namun, menurut Akhmad Sururi selaku narasumber kegiatan Peningkatan Kualitas Manajemen MDT Angkatan 2, pembelajaran di MDT tidak hanya berhenti pada aspek kognitif, tetapi juga harus menyentuh aspek psikomotorik dan afektif.
“Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa pendidikan mencakup tiga unsur: ilmu (kognitif), amal (psikomotorik), dan hal (afektif). Ketiganya harus menyatu dalam proses pendidikan,” jelas Akhmad Sururi dalam kegiatan yang digelar di Braling Grand Hotel, Purbalingga, Kamis (7/11/2025).
Lebih lanjut, Sururi menjelaskan bahwa seiring perkembangan kurikulum pendidikan formal, pemerintah melalui Subdit MDT telah menerbitkan Buku Pedoman Kurikulum dan Standar Kompetensi Lulusan berdasarkan SK Dirjen Pendis. Buku tersebut menjadi acuan bagi para pengelola MDT untuk melakukan inovasi dan peningkatan mutu pembelajaran.
“Guru MDT harus kreatif menciptakan suasana belajar yang menyenangkan agar anak-anak betah di madrasah dan gembira mempelajari ilmu agama. Ini penting karena karakter anak zaman sekarang sangat berbeda dengan era delapan puluhan,” ujarnya.
Sururi menegaskan bahwa kurikulum merupakan serangkaian rencana pembelajaran yang meliputi tujuan pembelajaran (capaian pembelajaran), bahan ajar, metode, dan evaluasi. Semua komponen tersebut menjadi satu kesatuan dalam mencapai tujuan pendidikan nasional.
Ia menambahkan, tiga kata kunci dalam tujuan pendidikan nasional—iman, takwa, dan akhlak mulia—adalah wilayah strategis yang menjadi fokus utama MDT, dengan kurikulum yang sepenuhnya berbasis pengetahuan agama Islam.
Terkait pendekatan deep learning dan kurikulum berbasis cinta, Sururi menilai MDT sesungguhnya telah menerapkan keduanya sejak lama. “Ketika guru mengajarkan wudhu dengan contoh langsung, itu sudah termasuk pembelajaran yang bermakna. Begitu pula saat menyisipkan nilai cinta dan kebersamaan dalam pelajaran akhlak,” terangnya.
Meski demikian, ia menekankan pentingnya keterbukaan terhadap inovasi. “Sebagai guru MDT, kita harus berprinsip al-muhafazhah ‘ala al-qadim as-shalih wal akhdzu bil jadid al-ashlah—mempertahankan tradisi lama yang baik dan mengadopsi hal baru yang lebih baik,” tutur alumnus Pondok Pesantren Lirboyo itu.
Menurut Sururi, mempertahankan tradisi pesantren dengan pembelajaran kitab kuning tetap relevan. “Kitab kuning adalah karya para wali yang tulus. Karena ketulusannya, karya mereka tetap hidup hingga kini, seperti Kitab Jurumiyah yang konon tetap utuh meski pernah dibuang ke laut selama 40 hari,” kisahnya.
Ia menambahkan, sumber pembelajaran boleh tetap menggunakan kitab kuning, tetapi metode bisa dikembangkan dengan teknologi modern dan media berbasis IT. “Kreativitas dan inovasi juga penting, misalnya meringkas Alfiyah Ibnu Malik dari seribu bait menjadi 250 bait,” imbuh Wakil Sekretaris DPP FKDT tersebut.
Kegiatan Peningkatan Kualitas Manajemen MDT Angkatan 2 ini dibuka oleh Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Purbalingga, KH Zahid Hasani, M.Si. Sebelumnya, Ketua Panitia Hj. Aini Sa’adah menyampaikan laporan kegiatan.
Selain sosialisasi kurikulum MDT, kegiatan juga diisi dengan materi “MDT Ramah Anak” oleh Ema Rahmawati dari DP3AP2KB Jawa Tengah, sosialisasi aplikasi Izop MDT oleh Mas Fadli dari tim operator Kanwil Kemenag Jateng, serta penguatan regulasi MDT oleh Ketua DPW FKDT Jawa Tengah, Kyai Abdul Rohman.
(Red/Nas)
Eksplorasi konten lain dari aswajanews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.






























