Bandung, AswajaNews – Keterbukaan informasi publik kembali diuji. Hingga batas waktu yang ditentukan, Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandung tak kunjung memberikan tanggapan atas permintaan konfirmasi tertulis terkait status sebidang lahan adat ±1,180 hektar di Kelurahan Antapani Wetan, Kecamatan Antapani, yang hingga kini diduga masih tercatat atas nama almarhum Sadiredja berdasarkan dokumen sah Kohir No. 450 Persil No. 56 S.II.
Media ini sebelumnya telah mengajukan permintaan resmi pada 12 Juni 2025, dengan pertanyaan mendasar: apakah lahan seluas itu telah dialihkan secara sah? Apakah benar telah diterbitkan sertifikat atas nama pihak lain? Apakah betul telah terjadi kerja sama antara Perumnas dan swasta untuk membangun hunian mewah di atasnya? Dan yang terpenting—siapa yang sesungguhnya menguasai tanah tersebut hari ini?
Namun hingga berita ini diterbitkan, tidak ada satu pun klarifikasi tertulis dari pihak Kantor Pertanahan. Diamnya lembaga negara ini jelas menyulut tanda tanya besar: apa yang sebenarnya sedang disembunyikan?
Dokumen yang berada dalam penguasaan tim investigasi menunjukkan konsistensi historis kepemilikan tanah ini atas nama Sadiredja, sejak jual beli tahun 1941 hingga keterangan lurah tahun 2024. Bahkan terdapat pernyataan tertulis dari ahli waris yang membantah adanya pelepasan hak atau kompensasi dari pihak manapun, termasuk Perumnas. Sementara itu, sebagian lahan—seluas ±1.800 meter persegi—telah digunakan sebagai lokasi SDN 269 Griya Bumi Antapani, tanpa kejelasan dasar hukum pelepasan hak.
Dalam surat konfirmasi, media ini mendesak Kantor Pertanahan untuk menjawab secara tertulis dan terbuka sejumlah poin penting: apakah status tanah ini telah diubah? Siapa yang menjadi pemegang hak saat ini? Apakah ada dasar hukum yang sah untuk pendaftaran hak baru atas tanah tersebut? Dan apakah lembaga ini menyadari, jika penguasaan tanah itu tidak berbasis akta yang sah, maka Kantor Pertanahan dapat dituding turut membiarkan praktik perampasan tanah?
Sebagai lembaga teknis negara yang bertanggung jawab langsung atas administrasi pertanahan, publik layak menuntut akuntabilitas penuh dari Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandung. Bungkam terhadap pertanyaan kritis bukan hanya bentuk kelalaian administratif, melainkan juga dapat dianggap sebagai pengkhianatan terhadap mandat reformasi agraria dan hak publik atas kejelasan hukum.
Media ini akan terus menindaklanjuti persoalan ini dan membuka ruang bagi semua pihak—termasuk lembaga hukum dan organisasi masyarakat sipil—untuk ikut mengawal agar kasus ini tidak tenggelam dalam kelengahan birokrasi.
Penulis: Tim Investigasi
Eksplorasi konten lain dari aswajanews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.