Beranda Kajian Hayatul Islam fi Ilmi: Membangun Peradaban Melalui Cahaya Ilmu

Hayatul Islam fi Ilmi: Membangun Peradaban Melalui Cahaya Ilmu

127
Oleh: A’isy Hanif Firdaus, S.Ag.

Islam adalah agama yang sejak awal kelahirannya menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ adalah perintah untuk membaca: “Iqra’ bismi rabbika alladzi khalaq” (Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan). Ini bukan sekadar instruksi membaca secara harfiah, melainkan seruan untuk berpikir, mencari kebenaran, dan menyadari keagungan ciptaan Allah SWT melalui ilmu.

Konsep hayatul Islam fi ilmi menegaskan bahwa kehidupan Islam sejati tidak dapat dipisahkan dari semangat tradisi keilmuan. Dalam sejarahnya, Islam pernah menjadi pusat peradaban dunia berkat keterlibatan aktif umatnya dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Tokoh-tokoh seperti Al-Khwarizmi, Ibnu Sina, Al-Farabi, hingga Al-Ghazali adalah bukti bahwa iman dan ilmu dapat berjalan beriringan serta saling menguatkan.

Namun, di era modern ini, semangat hayatul Islam fi ilmi seolah memudar. Banyak umat memisahkan antara agama dan ilmu, seakan-akan ilmu hanya milik dunia sekuler, sementara agama terbatas pada ranah spiritual semata. Ini adalah kekeliruan pandangan yang perlu diluruskan. Islam tidak hanya mengajarkan shalat dan puasa, tetapi juga mendorong penggunaan akal, logika, serta pengembangan ilmu secara mendalam.

Dalam pandangan Islam, ilmu bukan sekadar alat untuk mencari nafkah, melainkan sarana untuk memahami ciptaan Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya. Menuntut ilmu dengan niat yang benar adalah ibadah. Tidak ada dikotomi antara ilmu dunia dan ilmu akhirat. Selama bermanfaat dan diniatkan untuk kebaikan, semua ilmu—baik sains, teknologi, seni, maupun humaniora—termasuk dalam fi sabilillah.

Oleh karena itu, kebangkitan umat Islam tidak akan pernah terwujud tanpa kebangkitan ilmu. Kita perlu menanamkan kembali semangat hayatul Islam fi ilmi kepada generasi muda: bahwa menjadi ilmuwan, guru, peneliti, atau akademisi adalah jalan jihad yang mulia. Dunia Islam harus kembali menjadi pelopor ilmu, bukan sekadar pengikut atau penonton.

Membangun peradaban Islam masa depan bukanlah utopia, jika kita mampu menghidupkan kembali nilai-nilai keilmuan yang berpijak pada iman. Di sanalah letak kekuatan sejati umat: pada keimanan yang tercerahkan oleh ilmu, dan ilmu yang dituntun oleh cahaya wahyu.

Wallahu A’lam Bish Shawab.

www.youtube.com/@anas-aswaja


Eksplorasi konten lain dari aswajanews

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.