Soreang (Aswajanews.id) – Perhelatan Musabaqah Qira’atil Kutub (MQK) Tingkat Provinsi Jawa Barat Tahun 2021 dilangsungkan dengan meriah dengan berbagai rangkaian kegiatan. Salah satunya yaitu menggelar Halaqah Series yaitu diskusi milenial dengan pembahasan seputar dunia pondok pesantren dan santri.
Halaqah Series #1 yang bertemakan Nilai-nilai Kitab Kuning dalam Penguatan Pesantren Ramah Anak di Jawa Barat mengundang narasumber dan dilaksanakan secara luring dan daring.
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Waryono, yang dalam kesempatan daring menegaskan bahwa pondok pesantren dan para ulama harus dapat melindungi hak-hak santri untuk mendapatkan perlakuan yang mulia dan pendidikan. “Maka dari itu, dari mulai tahun 2016 Kementerian Agama mulai menggaungkan Pondok Pesantren Ramah Anak bahkan buku juknis sudah dibuat untuk mengatur hal tersebut,” kata Wahyono, Jumat (17/12).
Ia mengatakan bahwa Kitab Kuning yang diajarkan di Pondok Pesantren merupakan teori sedangkan kiyai dan nyai sebagai wujud praktek dari kitab kuning tersebut, sehingga perpaduan tersebutlah yang akan membentuk santri.
Pada Kitab Kuning terdapat pembelajaran Akhlak Lil Banin untuk laki-laki dan Akhlak Lil Banat untuk perempuan. “Pada pembelajaran inilah santri diajarkan untuk memiliki etika dalam kehidupan sosial dan lingkungan. jadi, sepanjang Kitab Kuning diajarkan dengan sebaik mungkin maka akan terciptalah santri dengan akidah dan akhlak yang mumpuni,” jelasnya.
Kemudian, Ia juga menyoroti kejadian yang terjadi saat ini yang merupakan kejadian sangat luar biasa dan Kementerian Agama sangat mengutuk perbuatan tersebut. “Hal ini merupakan pembelajaran yang sangat berarti bagi kami agar lebih ketat dalam melakukan pengawasan terhadap pendidikan pondok pesantren. Berdirinya pondok pesantren dilakukan dengan niat yang tulus dalam mendidik santri,” pungkasnya.
Nyai Hj. Masriyah Amva, Pengasuh Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon yang juga seorang ulama perempuan terkenal dalam menyempatkan hadir langsung di Hotel Sutanraja Soreang mengatakan bahwa hak perempuan sangat dilindungi dalam pendidikan Islam.
Ia menegaskan bahwa prilaku menyimpang diakibatkan dari kelalaian dalam melakukan ibadah. “Masih banyak diantara kita yang melaksanakan ibadahnya hanya sebuah kewajiban semata, padahal seharusnya ibadah bukan hanya sekedar kewajiban tetapi kebutuhan kita akan kehadiran Allah SWT,” ujarnya.
“Kita harus bisa meresapi dan memahami ayat-ayat suci yang kita lafaz-kan agar kita terhindar dari perbuatan tercela,” ucapnya.
Sebagai penutup Halaqah ini, Kepala Bidang PD Pontren, Abdurahim, menyimpulkan bahwa ada 4 hal untuk mewujudkan pesantren ramah anak yaitu yang pertama para kiyai, nyai, ulama, dan pengurus pondok pesantren harus dapat memberikan perlindungan dan pengasuhan yang baik kepada santri.
“Kemudian yang kedua fasilitas pondok pesantren harus dapat memenuhi kebutuhan para santri seperti pemondokan, tempat tidur, kamar mandi yang memberikan kenyamanan dan keamanan kepada santri,” jelasnya.
Ia juga menginformasikan bahwa saat ini sudah banyak pondok pesantren yang mendapatkan bantuan dari Kementerian PUPR untuk memperbaiki fasilitas pondok pesantren sehingga lebih baik.
“Perihal yang ketiga yaitu pondok pesantren harus memiliki tenaga pendidik yang mampu memberikan pengajaran sesuai dengan kitab kuning dan pembelajaran lainnya untuk para santri,” ujarnya.
Dan yang terakhir, Ohim, mengajak para pengurus pondok pesantren untuk menjadi suritauladan yang baik bagi para santri sehingga kehidupan sosial serta lingkungannya dapat memberikan kenyamanan, keamanan, dann ketenangan. Halaqah Series #1 ini akan dilanjutkan selama perhelatan MQK Jabar berlangsung dengan tujuan agar masyarakat lebih mengenal dunia santri dan pondok pesantren. (Kontributor: Novam Scorpiantrien)