Aktual

Gugat Eksekusi Lelang di PN Sumber, Sampe Banjarnahor Minta Perlindungan Hukum

112

Bandung (Aswajanews.id) – Sebuah gugatan perlawanan terhadap pelaksanaan lelang eksekusi mengemuka di Pengadilan Negeri Sumber, Kabupaten Cirebon. Gugatan ini diajukan oleh Sampe Banjarnahor melalui kuasa hukumnya dari Kantor Hukum Bernard Simamora dan Rekan (BSDR), Banelaus Naipospos, S.H., M.H., dan Bernard Simamora, S.Si., S.IP., S.H., M.H. Gugatan tersebut menyasar pelaksanaan eksekusi lelang atas rumah yang merupakan harta bersama (gono-gini) antara dirinya dan istri yang kini menghilang, Herlina Purba.

“Saya tidak pernah tahu atau menyetujui utang-utang istri saya,” tegas Sampe melalui kuasa hukumnya dalam dokumen resmi yang telah disampaikan ke Ketua Pengadilan Negeri Sumber pada 21 Mei 2025. Menurutnya, putusan verstek dalam perkara perdata sebelumnya (No. 49/Pdt.G/2020/PN.Sbr) telah mencederai hak-haknya sebagai suami yang tidak terlibat dalam perjanjian utang piutang.

Lelang Didasarkan pada Perjanjian Sepihak.

Lelang eksekusi ini dijadwalkan akan dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Cirebon pada 22 Mei 2025. Dasarnya adalah putusan pengadilan dan penetapan eksekusi yang menghukum Sampe turut bertanggung jawab membayar utang sebesar Rp 213,3 juta, termasuk bunga lima persen. Namun yang jadi sorotan, Sampe menegaskan bahwa utang tersebut sepenuhnya dilakukan secara sepihak oleh istrinya—tanpa persetujuan ataupun pengetahuannya.

Dalam pernyataan perlawanan eksekusi yang dikirimkan kepada Ketua PN Sumber, kuasa hukum menyoroti bahwa: “Tidak ada bukti kesepakatan tertulis ataupun kuasa dari klien kami kepada istri ataupun pihak ketiga terkait utang tersebut. Pelawan tidak pernah menerima manfaat dari utang itu.”

Objek Lelang Masih Berstatus Harta Bersama.

Yang menjadi sorotan utama dalam gugatan ini adalah fakta bahwa objek lelang merupakan rumah tinggal atas nama Herlina Purba, istri pelawan, yang berdiri di atas Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 262 seluas ±96 m² di Komplek Lobunta, Desa Banjarwangunan, Cirebon. Rumah tersebut, menurut Sampe, adalah harta bersama yang status hukumnya belum diputuskan secara final, karena proses perceraian masih bergulir di tingkat kasasi Mahkamah Agung.

Peringatan Terhadap Bahaya Eksekusi Prematur.

Gugatan ini sekaligus menjadi peringatan hukum terhadap KPKNL dan pihak-pihak terkait agar tidak gegabah mengeksekusi harta yang belum ada kejelasan statusnya. Jika lelang tetap dipaksakan, Sampe menilai itu merupakan pelanggaran terhadap asas keadilan, perlindungan terhadap harta bersama, serta prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia.

Pengacara Bernard Simamora menambahkan, “Kami menegaskan, proses lelang yang menyasar harta bersama harus ditangguhkan sampai ada keputusan hukum tetap dalam perkara perceraian.” Pernyataan ini merujuk pula pada yurisprudensi Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa transaksi atas harta bersama harus disetujui kedua belah pihak dalam pernikahan.

Kuasa Hukum Desak PN Sumber Tangguhkan Eksekusi

Atas dasar tersebut, kuasa hukum mengajukan petitum agar Pengadilan Negeri Sumber: Menyatakan pelaksanaan eksekusi tidak sah; Menyatakan Sampe tidak bertanggung jawab atas utang istrinya; Menangguhkan pelaksanaan lelang hingga keluar putusan kasasi; dan, Memerintahkan KPKNL Cirebon untuk menunda atau membatalkan proses lelang.

Gugatan ini diharapkan menjadi perhatian serius bagi seluruh aparat penegak hukum di wilayah Pengadilan Negeri Sumber dan KPKNL Cirebon. Sampe, seorang warga biasa, menuntut keadilan atas tindakan yang berpotensi merampas rumahnya tanpa dasar hukum yang jelas.

“Saya hanya ingin rumah saya dan hak saya sebagai suami dihargai,” pungkasnya lirih. (Ans)

https://aswajanews.id/wp-content/uploads/2025/04/muakhi-313.jpg