JAKARTA (Aswajanews.id) – Anggota Pansus Angket Haji DPR RI, Marwan Jafar membeberkan sejumlah temuan dari kunjungan tim pansus ke Arab Saudi sejak 11 hingga 15 September 2024.
Dalam kunjungannya itu, pansus bertemu dengan beberapa saksi; Konjen, KUH Arab Saudi, hingga masyair.
Setelah bertemu dengan Pansus Haji secara maraton, Pansus haji menemukan banyak masalah mulai akomodasi, katering, transportasi, dan lain sebagainya.
“Banyak katering yang tidak menyajikan menu nusantara, sehingga jemaah tidak bisa menjalankan ibadah dengan khusyuk,” kata Marwan kepada wartawan, Senin (16/9/2024).
Hal ini, menurut Marwan, tidak sesuai dengan perjanjian kerja sama.
“Banyak katering yang mengirimkan makanan cepat saji. Selain itu perusahaan yang ditunjuk Kemenag juga sangat tertutup. Dapurnya tidak terstandar. Patut diduga ada ‘pat-gulipat’, ini meguntungkan pejabat di Kemenag dan merugikan jemaah,” kata dia.
Masalah lainnya yang ditemukan, lanjut Marwan, yakni pemondokan jemaah.
Diungkapkannya, pihaknya menemukan pemenang tender tidak menjalankan sendiri kontrak penyediaan pemondokan jemaah haji, tetapi dialihkan atau subkontrakkan ke perusahaan lain.
“Hal inilah yang menyebabkan penumpukan jemaah saat wukuf ataupun jauhnya lokasi pemondokan jemaah,” ujar Marwan.
Ia melanjutkan, semula saat ada penambahan kuota 20 ribu jamaah, pihak Arab Saudi sangat terbuka dan berkomitmen menyediakan tambahan lokasi wukuf dan lainnya.
“Pemerintah Arab Saudi sangat menghargai pemerintah Indonesia sebagai salah satu mitra penting dan pemilik jemaah dengan jumlah yang cukup besar. Namun, pemerintah Saudi tidak pernah membagikan komposisi kuota haji,” kata dia
“Pemerintah hanya memberikan kuota haji dalam bentuk gelondongan, yaitu 20.000. Pembagian secara teknis dilakukan oleh pihak terkait dari Indonesia dituangkan dalam MoU dan diinput dalam e-hajj berdasarkan kesepakatan tersebut. Inisiasi pembagian kuota berasal dari pihak Kemenag RI. Jadi tidak benar keterangan yang disampaikan oleh dirjen Haji yang mengatakan keputusan membagi 50:50 persen karena didesak oleh pemerintah arab saudi. Tidak sama sekali benar,” kata Marwan.
Selain itu, Marwan mengatakan banyak dokumen perjanjian yang mencurigakan, di antaranya kantor urusan haji (KUH) di Arab Saudi yang tidak transparan dan perusahaan yang diragukan kredibilitasnya.
“Janggal, asal asalan, tidak sesuai dengan komitmen dan perusahaan pemenang tender tidak menjalankan komitmen yang tertulis. Banyak perusahaan pemenang tender yang wanprestasi, tapi tetap digunakan. Intinya, KUH Arab Saudi sangat buruk kinerjanya,” ujar Marwan.
Marwan pun meminta penegak hukum untuk menyelidi kasus pelaksanaan haji 2024 untuk perbaikan layanan haji.
“Selain itu, pelaksanaan ibadah haji ini menggunakan anggaran negera yang sangat besar lebih dari Rp8 triliun. Semakin tahun semakian banyak masalah dan penyelenggara hanya berorinetasi keuntungan, bukan layanan jamaah,” tandasnya. *(Sumber: Tribunnews.com)