Kajian

Taubat Kunci Sukses Meraih Dunia dan Akhirat

Jumat, 2 Ramadhan 1444/24 Maret 2023. Pengajian pasaran Ramadhan kitab Kifayatul Atqiya’ oleh KH. Subhan Ma’mun di Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi Bulakamba Brebes. Setiap hari pukul 16.00 – 17.25 WIB.

Ngaji hari pada kedua penulis mencoba memahami apa yang disampaikan oleh KH. Subhan Ma’mun dan mengasih judul “Taubat Kunci Sukses Meraih Dunia dan Akhirat.”

Sebagai prolog dalam catatan penulis mengaji kali ini, tanpa disadari dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mengalami kesulitan memperoleh rizki, atau bisa dikatakan sering mendapat janji bisnis, namun tanpa sebab dibatalkan sepihak. Kondisi ketidakjelasan dalam memperoleh rizki tersebut, maka  selayaknya kita segera bertaubat, perbanyak istighfar dan sabar terhadap kondisi yang sekarang dihadapi.

Taubat sendiri sesungguhnya menjadi kunci dari semua ibadah. Oleh karena itu jangan sekali-kali meninggalkan taubat dengan merutinkan membaca istighfar.

Bacalah istighfar dengan jumlah bilangan yang banyak dan sering diucapkan. Hal ini dilakukan untuk kemudahan diri sendiri dalam menghadapi masalah dan kemudahan mengais rizki dari Allah Swt. Istighfar dapat menjadi kunci atau pembuka utama dalam segala hal. Baik urusan yang berhubungan dengan dunia dan keselamatan akhirat

Lakukanlah di bulan Ramadhan yang mulia ini untuk memperbanyak istigfar, minimal 70 kali setiap selesai sholat dan dijadikan dzikir yang rutin kapanpun. Pada sisilain dari taubat sendiri, ada hal yang menarik pada seseorang yang diterima taubatnya yaitu hatinya menjadi tenang.

Pertaubatan dengan ucapan permohonan ampunan (istighfar) dapat menjadi dasar atau pondasi seseorang dalam memperoleh derajat yang tinggi. Jika seseorang jarang membaca istighfar ibarat bangunan keimanan seseorang lemah. Sama halnya dengan bangunan yang memiliki pondasi yang kurang kuat, maka akan membuat bangunan kurang kokoh dan akan mudah runtuh.

Taubatlah dengan menjaga lisan untuk tidak mencaci tetangga dan orang lain, menjaga dari memperoleh rizki yang haram dan berbuat yang haram pula, tidak melakukan kekerasan dan ikhkas menerima ketetapan Allah Swt.

Kalaupun kita ingin menjadi wali, maka salah satu syarat wali adalah taubat (tidak berbuat maksiat, mampu menjaga lisan dari menyakiti orang lain dan mampu menahan perut dari makan yang berlebihan dan asal makanan serta menerima terhadap ketetapan Allah Swt atau konaah).

Ketika seseorang terlalu banyak makan, maka akan menjadikan keras hatinya, tidak mau menerima nasehat dan petunjuk ilmu. Oleh karena itu janganlah makan yang berlebih-lebihan karena akan membuat kondisi hatinya sakit.

Begitu juga kalau seseorang tidak mampu menjaga makanan, dari mana asal uang untuk beli makanan. Maka hal ini akan membuat dirinya mengalami kesusahan. Oleh karena itu bertaubat dan ikhlas terhadap apa yang diberikan oleh Allah Swt.

Begitu juga dengan cerita para pekerja yang ada di negara tetangga maupun seberang. Janganlah tergiur dengan nilai rupiah yang besar ketika bekerja di luar negeri atau jauh dari keluarga. Ingatlah akan pribahasa yang menasehati kita semua bahwa “Hujan batu di negeri sendiri lebih baik dari pada hujan mas di negeri orang lain.”

Jangan sampai ada istilah “Sarapan bubur anggo urab, sing lanang nganggur bojone neng arab.” Kewajiban suami yang bekerja bukan “Pamong Praja” Bapane momong istrinya kerja.

Mari kita renungkan bersama, seorang budak akan menjadi merdeka asal ia menerima. Tetapi orang yang merdeka akan menjadi hina kalau hidupnya selalu meminta-minta.

Satu lagi yang pembaca perlu ketahui. Kurangi mendengarkan musik dan nyanyi-nyanyian saat didunia, karena hal itu akan menghambat mendengar bacaan-bacaan qiroah indah di Surga.

Diakhir ngaji penulis menutup dengan memberi empat kriteria manusia yang bahagia.

Pertama, memiliki istri atau suami yang shalih

Kedua, mempunyai anak yang berbakti kepada kedua orang tua

Ketiga, berteman dengan orang-orang yang shalih.

Keempat, masih mendapatkan rizki di negaranya sendiri.

Semoga kita masuk kriteria dalam manusia yang berbahagia. Aamiiin.

(Lukmanrandusanga)