Hukum

Tanah Sepadan Sungai Di-SPPT-kan Mafia Tanah Diduga Ada Kerugian Negara, P2T Harus Tanggungjawab

Subang (Aswajanews.id) – Pembangunan waduk Sadawarna sampai saat ini masih berjalan dan terus dikebut.  Luas areal waduk Sadawarna ini meliputi 3 kabupaten, Subang, Sumedang dan Indramayu. Kabupaten Subang meliputi 2 desa, yaitu Desa Sadawarna dan desa Cibalandongjaya.

Sementara kabupaten Sumedang yang terkena dampak desa Tanjung dan desa Suryamedal untuk kabupaten Indramayu hanya desa Bantarwaru saja yang terkena dampak pembebasan lahan tanah yang masuk kawasan penlok bendungan waduk Sadawarna.

Pembayaran ganti rugi atau sekarang disebut ‘ganti untung’ Desa Sadawarna masih belum tuntas bahkan sampai saat ini masih menuai polemik dan protes warga dimana bagunan rumah yang dianggap bagus mendapat ganti utung lebih redah dari warga rumahnya kurang bagus.

Selain itu, warga yang memita relokasi tapi sampai saat ini tidak ada realisasi dari pemerintah daerah.

Selain adanya permasalahan tadi tumpang tindih kepemilikan ganda tanah jadi polemik yang ga kunjung selesai. Salah satu warga pemilik lahan yang tanahnya sudah memiliki sertifikat hak milik yang sudah diakui negara jelas batas-batasnya luasannya menjadi berkurang karena di atas tanahnya yang sudah bersertifikat muncul SPPT siluman yang dikeluarkan tahun 2019. Padahal penlok sudah ditutup tahun 2016.

Dengan munculnya SPPT-SPPT siluman keluaran tahun 2019 ini diduga kuat dalam penerbitan SPPTnya ada campur tangan persekongkolan jahat oknum Satgas A dan Satgas B yang dibantu pihak terkait yang disetujui P2T Kabupaten Subang, bahkan sudah mendapat ganti untung dari Leman lembaga manajemen aset negara.

Kisruh munculnya permasalahan UGR (Uang Ganti Rugi), akibat tidak becusnya oknum Satgas A maupun B Desa Sadawarna diduga kuat telah membuat SPPT-SPPT di tanah sepadan sungai, dengan tujuan mendapat ganti untung dari pemerintah. Jelas, dengan adanya modus tadi negara harus menanggung ganti rugi tanah sepadan.

Menurut Ketua Forum Masarakat Anti Korupsi (Formasi) Kabupaten Subang H Wijaya saat diminta tanggapannya, Sabtu (5/2/2022), mengatakan, P2T Kabupaten Subang dalam hal ini Bupati Subang dan Sekda Subang harus bertanggungjawab terkait kisrus ganti untung tanah bendungan Sadawarna yang jadi polemik berkepanjangan.

Diduga kuat berpontensi menimbul kerugian negara yang sangat besar akibat ulah para mafia tanah yang sangat rakus ingin utung besar. Sepanjang aliran sungai Cipunagara yang masuk kawasan desa Sadawarna dan desa Cibalandongjaya tanah timbul atau tanah sepadan sungai Cipunagara diduga telah di-SPPT-kan oleh Para mafia tanah dan diduga ada kerjasama dengan intasi terkait.

“Dengan adanya tanah sepadan yang jadi rebutan para mafia tanah tidak di-komplain BBWS padahal BBWS ini sebagai pihak pemeritah yang dirugikan,” ujar Wijaya.

Menurutnya, dengan adanya indikasi itu patut diduga adanya persekongkolan jahat dalam memunculkan SPPT-SPPT di tanah sepadan sungai itu, dengan modus berharap mendapat ganti untung dari pemerintah melalui Lembaga Manajemen Aset Negara (LEMAN).

“Harapan saya, aparat hukum Kejaksaan maupun Kepolisian harus berani mengungkap secara tutas demi tegaknya supermasi hukum yang adil di Indonesia apalagi salah satu lembaga telah melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Negeri Subang, mari kita tunggu hasilnya dan kita kawal Bersama,” tegas H Wijaya.

Selanjutnya ia menambahkan, kalau mengacu kepada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 28/prt/m/2015, Pasal 6 ayat 2, 3 disebutkan ayat 2 garis sepadan sugai besar tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hurup a ditentukan paling sedikit berjarak 100 m (seratus meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai. Ayat 3 disebutkan (garis sepadan sungai) kecil tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan sebagai mana di maksud pada ayat 1 hurup b ditentukan paling sedikit 50 m (lima puluh meter) dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai.

“Kalau mengacu kepada peraturan mentri PUPR ini jelas kawasan tanah sepadan yang gak bisa dijualbelikan 100 meter dari palung  sugai dan pemanfaatannya  harus ada ijin gubernur dan bupati.   Dengan adanya permasalahan ini saya kembali meminta aparat penegak hokum harus segera mengusut tuntas guna ada kepastian hukum yang berkeadilan,” pungkasnya. (Hnd/Akm)