Beranda Nasional Pelayanan Publik REKAYASA ANGGARAN & SILPA AKTIF: Polemik Pengelolaan DBHCHT Kota Banjar 2025

REKAYASA ANGGARAN & SILPA AKTIF: Polemik Pengelolaan DBHCHT Kota Banjar 2025

178
Kabag Perekonomian Setda Kota Banjar, Tatang, S.E., M.Si.

BANJAR (Aswajanews.id) — Pengelolaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) Kota Banjar tahun anggaran 2025 kembali menuai sorotan. Indikasi tumpang tindih kewenangan, realisasi lambat, dan sisa anggaran (SILPA) yang menumpuk menjadi sinyal lemahnya tata kelola keuangan daerah.


Dinkes Terjepit: 100 Persen DBHCHT untuk PBI

Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Banjar hanya mendapat alokasi DBHCHT sebesar Rp 3,47 miliar, dan seluruhnya digunakan untuk membayar iuran Jaminan Kesehatan Nasional–Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) bagi Penerima Bantuan Iuran (PBI).

“Sejak beberapa tahun terakhir, 100 persen DBHCHT untuk Dinkes dialokasikan ke PBI. Padahal kami butuh anggaran untuk fasilitas kesehatan seperti kulkas vaksin, tapi tidak bisa diadakan,” ujar Uus Firdaus, staf program Dinkes Kota Banjar.

Menurutnya, kebijakan itu menjadi kewenangan penuh Bagian Perekonomian Setda. “Untuk alasan kenapa semua diarahkan ke PBI, silakan tanya ke Kabag Ekonomi,” tambahnya.

Perebutan Anggaran dan Ultimatum Sekda

Kepala Bagian Perekonomian Setda Kota Banjar, Tatang, S.E., M.Si., menyebut total DBHCHT tahun 2025 mencapai Rp 9,036 miliar, terbagi untuk lima OPD: Dinkes Rp 3,6 miliar, Satpol PP Rp 800 juta, Dinsos Rp 1,4 miliar, Disnaker Rp 2,6 miliar, dan DKUKMP Rp 500 juta. Namun hingga 6 November 2025, realisasi baru sekitar Rp 6 miliar.

“Disnaker sudah 100 persen, Dinkes 85 persen, Satpol PP baru 25 persen, DKUKMP baru 1 persen,” jelas Tatang.

Ia mengungkapkan masalah utama terletak pada mekanisme kas daerah. “Uang DBHCHT tidak punya ciri. Begitu masuk kas daerah, langsung bercampur, jadi rebutan antar-OPD. Saat mau dicairkan, uangnya tidak ada, hanya angka saja,” keluhnya.

Akibatnya, Sekda Banjar turun tangan mengeluarkan ultimatum agar dana digunakan sesuai peruntukan. “Tahun kemarin Satpol PP sampai tidak bisa bekerja karena tidak punya dana talangan. Tahun ini bisa jadi muncul SILPA lagi,” kata Tatang.


Anggaran Dipangkas, DKUKMP Pasrah

Kepala Bidang Perindustrian DKUKMP, Yadi Suryadi Praja, S.Sos., M.AP., mengaku pasrah setelah anggarannya dipangkas dari Rp 500 juta menjadi Rp 300 juta.
“Biarkan saja disilpakan,” ujarnya.

Padahal, Yadi tengah merancang pembangunan Sentra Industri Hasil Tembakau (SIHT) di Banjar. Tahun 2024 pihaknya sudah membuat studi kelayakan (feasibility study), dan rencana tahun 2025 adalah pembebasan lahan serta detailed engineering design (DED).

“Anggaran Rp 300 juta tidak cukup untuk apa pun. Saya sudah minta agar tahun depan diarahkan semua untuk pengembangan SIHT supaya Banjar bisa jadi contoh industri tembakau di Jawa Barat,” ungkapnya.

1335517A 8B9C 493D 9B8C 15FB6A9D0727
Riany Dwi Setianingrum, SSTP, M.Si.,
BPKAD Bantah Ada Penyimpangan

Sekretaris BPKAD Kota Banjar, Riany Dwi Setianingrum, SSTP, M.Si., menegaskan seluruh pengelolaan DBHCHT selalu diaudit oleh BPK setiap tahun.
“Tidak mungkin ada penggunaan dana yang tidak sesuai, karena mulai dari penganggaran hingga realisasi diaudit ketat,” tegasnya.

Riany menyebut total DBHCHT 2025 berikut SILPA 2024 sebesar Rp 8,22 miliar, dengan realisasi hingga 31 Oktober 2025 sebagai berikut:

  • Dinkes: Rp 3,09 M dari Rp 3,47 M (89%)

  • Satpol PP: Rp 206 Jt dari Rp 755 Jt (27%)

  • DinsosP3A: Rp 0 dari Rp 1,3 M (0%)

  • Disnaker: Rp 2,2 M dari Rp 2,3 M (96%)

  • DKUKMP: Rp 3,3 Jt dari Rp 307 Jt (1%)

  • Setda: Rp 71,3 Jt dari Rp 80 Jt (89%)


Pemerhati Anggaran: Ada Pelanggaran Prinsip Pengelolaan

Menurut pemerhati kebijakan dan anggaran Jawa Barat, Yana Supriatna, terdapat beberapa pelanggaran prinsip dalam pengelolaan DBHCHT Kota Banjar:

  1. Pelanggaran spesifikasi anggaran (PP 12/2019 & PMK 223/2020): Dana DBHCHT bercampur dengan kas umum daerah sehingga rawan dialihkan.

  2. Tidak efisien dan tidak efektif: Alokasi 100% untuk PBI mengabaikan fungsi promotif–preventif kesehatan, sedangkan serapan rendah di Satpol PP dan DKUKMP menunjukkan perencanaan lemah.

  3. Penyimpangan tujuan DBHCHT (PP 4/2022): Proporsi dana tidak mencerminkan tiga sektor utama—kesehatan, pemberdayaan, dan fasilitas sosial.

  4. Indikasi parkir anggaran: Rendahnya serapan dan pernyataan “biarkan disilpakan” menunjukkan SILPA disengaja.

  5. Koordinasi antar-OPD lemah: Perencanaan tidak sinkron dengan alokasi akhir.

  6. Disfungsi dana talangan: OPD kesulitan menjalankan kegiatan karena kas daerah tidak siap.


Evaluasi Menyeluruh Diperlukan

Polemik DBHCHT Kota Banjar 2025 menunjukkan lemahnya perencanaan dan pengawasan lintas sektor. Dana yang seharusnya menjadi motor pembangunan justru menjadi sumber ketimpangan dan inefisiensi.

Pemerintah pusat melalui Kemendagri dan BPK diminta turun tangan melakukan evaluasi mendalam agar DBHCHT dikelola sesuai prinsip value for money—ekonomis, efisien, dan efektif.

Masyarakat Banjar berhak mengetahui ke mana dana cukai yang sejatinya merupakan hak mereka digunakan.
(Nana S/Tim)


Eksplorasi konten lain dari aswajanews

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.