Pelayanan Publik

Petani Jangan Bergantung pada Pupuk Kimia

KABUPATEN CIREBON (Aswajanews.id) Aplikator Biokonsorsiomol mengadakan sosialisasi ketahanan pangan dan kesehatan masyarakat dengan intensifikasi pertanian metode pertanian zaman purba sistem TOT (Tanpa Olah Tanah) berbasis mikroba dan pemanfaatan sampah untuk pertanian (waste to agriculture) di Desa Sindangjawa, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, Selasa (19/7/2022).

Aplikator Biokonsorsiomol, Deden Lesmana menjelaskan, ketahanan pangan tidak hanya menjadi tugas TNI tapi juga masyarakat. Pasalnya, menurut Deden, unsur yang paling banyak justru masyarakat.

“Dengan metodelogi tanaman purba semua menggunakan kearifan lokal seperti sampah organik, kotoran hewan dan ramuan probiotik ketika tanam mereka bertahan sampai satu tahun tidak harus olah tanah lagi dan cost-nya pun sangat murah. Itulah yang dinamakan ketahanan pangan,” kata Deden dalam kegiatan yang dihadiri perwakilan Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Cirebon dan Kelompok Wanita Tani Sindangjawa tersebut.

Menurut Deden, ketahanan pangan yang dikonversi dengan teknologi tinggi dan biaya tinggi, tidak diminati petani.

“Ketahanan pangan dengan teknologi tinggi tapi biaya tinggi sudah bukan ketahanan pangan karena petani tidak mau,” ujarnya.

Deden mengatakan, semestinya teknologi semakin tinggi cost-nya harus semakin rendah. Hal itu agar Indonesia bisa mampu bertahan hidup, apalagi di saat proses global warming.

“Saat ini ada salah satu negara yang menyatakan bangkrut dan itu nanti bisa menular pelan-pelan. Harapannya Indonesia jangan sampai krisis pangan,” ujarnya.

Melalui kegiatan itu, pihaknya berharap masyarakat tidak bergantung kepada proses kimia seperti pupuk-pupuk kimia yang banyak beredar di pasaran.

“Masyarakat Indonesia jangan bergantung sama pupuk kimia yang sekarang makin susah didapat apalagi sekarang pemerintah mengurangi subsidi artinya pupuk akan semakin mahal,” katanya.

Pihaknya melatih masyarakat menggunakan sampah dan kotoran hewan untuk dijadikan pupuk.

“Di sini perlu adanya peran pemerintah desa yang membina kelompok tani agar program ini bisa berjalan,” katanya.

Ia mengaku memilih Cirebon dalam menjalankan program karena berdasar angka statistik pertaniannya paling rendah.

“Saya melihat angka statistik Jawa Timur dan Jawa Barat, Cirebon dengan angka statistik pertanian paling rendah. Kemudian pada tahun 2020 sewaktu program petani milenial dari provinsi saya disampaikan oleh Kepala Dinas Holtikultura Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Cirebon masuk lima daerah termiskin di Jawa barat,” tegasnya.

Diakui Deden, tidak semua lahan pertanian di Kabupaten Cirebon masuk kategori lahan subur.

“Pertama kali saya melakukan TOT di Argasunya di bekas lahan galian pasir di bekas lahan galian pasir dan berhasil panen. Keberhasilan kami didengar oleh Pemerintah Kabupaten Cirebon untuk melakukan proses demplot di daerah Sindangjawa. Ini adalah desa yang pertama kali yang meminta demplot ke kami,” tuturnya.

Menurut Deden, pihaknya siap bekerja sama dengan semua desa dengan syarat lahan untuk TOT disiapkan.

“Saya berharap Cirebon jangan menjadi lima kota termiskin di Jawa Barat lagi ke depannya, karena Cirebon itu notabenenya nomer 1 pertaniannya di Indonesia ketika zaman VOC dulu,” harapnya.

Sementara itu Kuwu Sindangjawa, H E Kasturi menegaskan pihaknya sangat mendukung dan mengapresiasi kegiatan tersebut, karena dapat menggerakkan roda pembangunan pertanian.

“Sesuai dengan program Bupati bahwa ketahanan pangan harus meningkat. Dengan ketahanan pangan kuat Kabupaten Cirebon menjadi lebih maju lagi,” kata Kasturi.

Diakui Kasturi, kemajuan masyarakat perdesaan sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan pembangunan pertaniannya. Melalui penerapan inovasi teknologi pertanian yang efisien dalam biaya produksi, menurut Kasturi, diharapkan mampu meningkatkan produktivitas secara nyata.

“Saya berharap dengan adanya program ini lahan-lahan yang tadinya tidak produktif bisa kembali dimanfaatkan oleh para petani yang ada di desa kami,” pungkasnya. (SC)