Pasca reformasi bergulir di republik Indonesia geliat pendidikan keagamaan mulai tampak seiring dengan kebebasan berekspresi. Pendidikan Keagamaan didalamnya Madrasah Diniyah diselenggarakan oleh masyarakat setelah puluhan tahun selama orde baru tidak tampil dipermukaan, pasca reformasi beberapa daerah memulai pergerakan dengan sentuhan regulasi dari Pemerintah Daerah setempat.
Hal tersebut searah dengan UU Otonomi Daerah,maka kebijakan pendidikan menjadi kewenangan daerah setempat dengan tetap bersandar pada payung hukum nasional. Lebih dari itu pertimbangan sosiologis dan filosofis menjadi acuan dalam menentukan kebijakan daerah terkait dengan Perda. Pertimbangan lain yang mendasari tentu berhubungan dengan politik keberpihakan kepada komunitas Madrasah Diniyah.
Tercatat munculnya Perda No 2 tahun 2003 di Kab Indramayu menjadi babak baru dalam sejarah pendidikan Madrasah Diniyah dengan regulasi yang secara khusus berbunyi ” Wajib Belajar Madrasah Diniyah Awaliyah”. Setelah Indramayu disusul oleh Kab Cirebon dengan Perda No 62 tahun 2004 tentang Madrasah Diniyah Awaliyah. Tahapan berikutnya di Kab Lebak Banten menerbitkan Perda Nomor 12 tahun 2005 tentang Wajib Belajar Madrasah Diniyah.
Kemunculan Perda Wajib Belajar Madrasah Diniyah Awaliyah (saat itu belum ada tambahan Takmiliyah) meramaikan jagad komunitas pendidikan keagamaan Islam di Indonesia. Beberapa komunitas Madin yang tergabung dalam KKMD atau nama lainnya mencoba menggali dengan study banding di Kab Indramayu. Bahkan beberapa Pemerintah Daerah bersama dengan anggota DPRD setempat yang memiliki sensitivitas dan kepedulian kepada Madin melakukan kunjungan kerja untuk memperoleh data informasi sebagai acuan yang akan diterapkan di daerahnya.
Setelah tiga daerah tersebut di atas, menyusul beberapa Kab/Kota di Haaa Barat dan Banten menerbitkan Perda terkait dengan Madrasah Diniyah. Dalam rentang kurang lebih sepuluh tahun mayoritas Kab/Kota di Jawa Barat dan Banten sudah memiliki Perda Madin.Lebih lebih pasca Pemerintah menerbitkan PP No 55 th 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, beberapa daerah di Indonesia bergerak mewujudkan Perda tentang MDT. Revisi Perda juga dilakukan untuk menyesuaikan dengan PP tersebut sebagai payung hukum nasional.
Dampak diterbitkannya Perda Madin sangat merasa dalam penyelenggaraan Madrasah Diniyah di daerah. Eksistensi MDT yang sebelumnya dipandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat, pasca munculnya Perda Madin semakin mendapatkan pengakuan di masyarakat. Pengakuan tersebut beririsan dengan kesadaran pentingnya mempelajari ilmu agama bagi untuk membangun spritualitas dan moralitas generasi. Terkait dengan dengan pengakuan tersebut, ijazah MDTA memiliki nilai yang sangat penting untuk PPDB setingkat SMP.
Beberapa implikasi lain yang siginifikan adalah tumbuh subur perkembangan Madin di wilayah yang diberlakukan Perda. Kabupaten Indramayu sebelum Perda terbit jumlah Madin hanya berkisar 250 lembaga,namun setelah terbitnya Perda menjadi lebuh dari 850 Madin. Sehingga setiap sore hampir semuanya mengikuti pendidikan MDTA. Di Kabupaten Tegal sebelah terbit Perda MDT hanya berkisar 700 lembaga, setelah Bupati menerbitkan Perda No 7 tahun 2017 tentang Pendidikan Keagamaan, saat sekarang Madin di Kab Tegal mencapai 1000 lebih.
Adapun implikasi yang berhubungan dengan kelembagaan MDT semakin banyak siswanya. Beberapa lembaga MDT dibanjiri peserta didik dari SD/MI setempat. Dengan bertambahnya peserta didik maka biaya pengelolaan MDT tertopang dari iuran syahriyah santri. Lebih dari itu munculnya Perda memiliki konsekuensi logis bantuan dari Pemda setempat sebagai implementasi Perda.Hal ini bisa dirasakan oleh beberapa daerah yang sudah memiliki Perda Madrasah Diniyah Takmiliyah.
Sebagai babak baru dalam perkembangan MDT di Indonesia dengan munculnya Perda Madin, Kemenag RI sangat mengapresiasi daerah Kab/Kota memilki perhatian kepada pendidikan keagamaan. Kemenag RI memberikan penghargaan kepada pimpinan Daerah (Bupati/Wali Kota) yang memiliki kepedulian dan perhatian kepada Pendidikan Keagamaan. Ini menjadi bukti bahwa Kementerian Agama RI memilki perhatian kepada Pendidikan Keagamaan Islam.
Meskipun hari ini regulasi masih terbatas pada Peraturan Pemerintah, namun Kementerian Agama dalam hal ini Subdit MDT melakukan inovasi kegiatan peningkatan mutu pendidikan MDT secara berkala. Hal ini menjadi bagian langkah tahap demi tahap untuk memberdayakan MDT. Lebih dari itu jajaran struktural Kemenag RI sampai dengan tingkat Kabupaten sudah memiliki bagian yang secara tupoksi mengurusi MDT. Dibawah Direktorat PD Pontren ada Subdit MDT, di bawah Kabid PD Pontren Kanwil Kemenag ada Ketua Tim MDT dan di Kab /Kota ada Seksi PD Pontren. (*)