Hukum

Pelaku Penganiayaan Calon Taruna PIP Semarang Dituntut 1 Tahun, Ibu Korban Kecewa

SEMARANG (Aswajanews.id) – Sidang lanjutan perkara Nomor 411 yang digelar di PN Semarang dengan agenda pembacaan tuntutan JPU perihal kasus penganiayaan dan kekerasan yang dilakukan oleh pelaku yang saat ini ditahan di Rutan titipan Kejaksaaan Negeri Semarang terhadap calon taruna PIP Semarang a/n korban MG, diwarnai kekecewaan ibu korban Yk setelah sidang usai, Kamis (05/9/2024).

Didalam tuntutannya JPU telah membacakan bahwa para pelaku telah melanggar pasal 170 Jo Pasal 351 KUHP dan hanya menuntut dengan tuntutan 1 Tahun Penjara.

Jika mengacu kepada Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur tentang tindak pidana pengeroyokan. Pasal ini berbunyi :

Barang siapa yang dengan terang-terangan dan menggunakan tenaga bersama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan.

Jika kekerasan yang dilakukan mengakibatkan luka-luka, pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.

Jika kekerasan yang dilakukan mengakibatkan luka berat, pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.

Jika kekerasan yang dilakukan mengakibatkan maut, pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.

Pasal 170 KUHP bertujuan untuk melindungi kepentingan masyarakat dari gangguan ketertiban umum, bukan untuk melindungi kepentingan individu.

Team liputan berhasil mewawancarai Ibu korban dan pendamping korban dari LBH Semarang.

Disampaikan oleh Yk, “Jujur saya kecewa, bingung dan tidak percaya atas pembacaan tuntutan yang disampaikan oleh JPU, padahal para pelaku ini telah melanggar pasal 170 KUHP Jo pasal 351, anak saya mengalami luka berat, antara lain kencing darah dan trauma psikologis berkepanjangan, bahkan harus terhenti pendidikannya selama 2 tahun, dan mengubur cita-citanya sebagai calon PNS”.

“Selain itu, kan mestinya lamanya tuntutan berbeda-beda antara yang melakukan penganiayaan, yang menyuruh, dan yang merencanakan penganiayaan secara fisik, terlebih karena ancaman penganiayaan tersebut sudah kami laporkan sebelumnya ke pimpinan kampus (Direktur, Wadir & Kepala Pusat Pembinaan Mental) 2 hari sebelum kejadian penganiayaan ke-3 itu,” ungkapnya.

“Saya tetap berdoa dan yakin bahwa Majelis Hakim akan bertindak adil, bijaksana dan dapat memberikan putusan yang sesuai dengan apa yang dilakukan oleh para pelaku sehingga ada efek jera dan tidak ada lagi korban-korban lainnya serta tidak terjadi lagi hal-hal seperti ini didunia pendidikan khususnya,” imbuhnya.

Sementara itu Ridho selaku pendamping korban dari LBH Semarang menyampaikan, “Kami menghormati apa yang menjadi kinerja Jaksa Penuntut Umum, tentunya kami berharap seperti yang disampaikan oleh Ibu korban agar majelis hakim dapat menjalankan keyakinan nya dalam putusan yang terbaik yang seadil-adilnya bagi klien kami selaku korban kekerasan/penganiayaan.

“Dan kami pun akan terus mengawal jalannya sidang selanjutnya hingga diakhir sidang putusan oleh majelis hakim. Harapan kami selaku pendamping korban dari awal pendampingan adalah para pelaku diberikan hukuman yang setimpal agar membuat efek jera dan tidak terjadi lagi kekerasan di lingkungan Pendidikan,” pungkas Ridho. *(Team Liputan)

www.youtube.com/@anas-aswaja