PEKALONGAN (Aswajanews) – Di tengah kesejukan alam Wisata Kali Paingan, Linggoasri, Pimpinan Cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PC ISNU) Kabupaten Pekalongan menggelar Sarasehan Moderasi Beragama, Sabtu (13/12/2025). Kegiatan ini menjadi ruang dialog lintas iman dalam upaya merawat kebhinekaan dan memperkuat harmoni sosial di tengah masyarakat majemuk.
Sarasehan tersebut terselenggara atas kerja sama PC ISNU Kabupaten Pekalongan dengan Kelas Moderasi Beragama Program Studi Tadris Bahasa Indonesia (TBI) serta Program Studi Ilmu Gizi UIN K.H. Abdurrahman Wahid (UIN Gus Dur) Pekalongan.
Acara diawali dengan suasana khidmat melalui lantunan Indonesia Raya, Hymne UIN Gus Dur, dan Mars Syubbanul Wathon. Kegiatan ini diikuti oleh sekitar 50 mahasiswa dari kedua program studi, serta dihadiri jajaran pengurus PAC ISNU Kecamatan Kedungwuni dan PAC ISNU Kecamatan Tirto.

Sarasehan menghadirkan tiga narasumber lintas iman yang memberikan pandangan komprehensif mengenai esensi moderasi beragama. Diskusi dipandu oleh Khairul Anwar, M.E., Ketua PAC ISNU Tirto sekaligus dosen pengampu Mata Kuliah Moderasi Beragama di Prodi Ilmu Gizi UIN Gus Dur.
Narasumber pertama, Pendeta Evi Julianti Rumagit Zebua, S.Si-Teol., memaparkan perspektif Kristen tentang moderasi beragama yang berakar kuat pada ajaran kasih. Ia mengutip Matius 22:39 tentang perintah untuk mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri.
“Inti iman adalah cinta kasih, bukan kekerasan atau penindasan atas nama agama. Moderasi menolak ekstremisme dengan mempromosikan dialog ekumenis,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa penghormatan terhadap kebebasan beragama juga tercermin dalam Kisah Para Rasul 17:26–27. Menurutnya, di Indonesia nilai tersebut terwujud melalui praktik gotong royong lintas iman yang membangun harmoni tanpa mengorbankan keyakinan pribadi.
Sementara itu, tokoh Agama Konghucu Herman Mulyanto menjelaskan konsep moderasi melalui ajaran Zhongyong atau Jalan Tengah yang diwariskan Kong Zi. Ajaran ini menekankan keseimbangan antara individu, masyarakat, dan alam semesta.
“Moderasi mendorong sikap rendah hati dan harmoni sosial melalui lima hubungan dasar atau Wulun. Umat Konghucu dipanggil untuk tidak memaksakan keyakinan, melainkan membangun Li (etika) dan Ren(kemanusiaan) demi perdamaian bersama,” jelasnya.
Dari perspektif kearifan lokal, tokoh Penghayat Kepercayaan Sri Rengganis menekankan filosofi Sang Hyang Widisebagai sumber kesatuan seluruh kehidupan. Menurutnya, moderasi beragama diwujudkan melalui ritual inklusif seperti tradisi slametan yang menghindari fanatisme sempit.
“Ini selaras dengan ajaran leluhur Jawa memayu hayuning bawana, yakni menjaga dan memperindah kehidupan. Moderasi berarti menjaga keseimbangan batin (manunggaling kawula gusti) serta menghormati keragaman sebagai manifestasi Tuhan Yang Maha Esa,” terangnya.
Menutup kegiatan, Ketua PC ISNU Kabupaten Pekalongan, Dr. Moh. Nasrudin, M.Pd.I., memberikan closing statement yang menggugah. Ia menyampaikan apresiasi kepada para narasumber dan berharap mahasiswa mampu menjadi Duta Moderasi Beragama di lingkungan masing-masing.
Dr. Nasrudin menegaskan bahwa toleransi merupakan keniscayaan dalam kehidupan bangsa Indonesia yang majemuk, sekaligus mengingatkan pentingnya menjaga relasi harmonis tidak hanya antarumat beragama, tetapi juga dengan alam semesta.
“Jangan sampai di antara kita saling menyakiti hanya karena perbedaan keyakinan,” tegasnya.
Ia menutup sarasehan dengan pesan filosofis tentang nilai persaudaraan universal:
“Jika kita tidak bersaudara dalam seiman, maka kita adalah saudara senegara. Jika kita bukan saudara senegara, maka kita adalah saudara sesama manusia. Dan jika kita bukan saudara sesama manusia, maka sesungguhnya kita adalah saudara sesama ciptaan Tuhan.”
(Kontributor: Anwar)
Eksplorasi konten lain dari aswajanews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
































