Jakarta (Aswajanews.id) – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendukung dan mendorong pemerintah RI untuk terus mengembangkan vaksin virus corona (Covid-19) nasional buatan dalam negeri. Hal tersebut merupakan salah satu keputusan dalam Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama (NU) 2021 di bidang kesehatan pada Minggu (26/9/2021).
“Ada penekanan sebagaimana yang kemarin ditekankan Kiai Said bahwa pemerintah (didorong) harus terus mendukung dan memprioritaskan pengembangan vaksin nasional agar tidak bergantung pada vaksin impor dari negara lain,” kata Sekretaris Komisi Rekomendasi, M Kholid Syeirazi dalam keterangan resminya.
Kholid mengatakan bahwa PBNU akan terus mendorong pemerintah untuk segera memperkuat kemandirian farmasi di dalam negeri.
“Selama ini pemerintah kerap mengimpor vaksin Covid-19 dari luar negeri,” kata dia.
Rekomendasi Munas dan Konbes NU 2021 juga mendorong pemerintah untuk segera menambah jumlah rumah sakit dan produksi alat kesehatan. Hal itu bertujuan agar pemerintah siaga menghadapi bencana non-alam seperti pandemi.
PBNU menilai kemandirian farmasi dan vaksin nasional merupakan upaya yang harus dilakukan pemerintah di sisi hilir. Selain itu, Dokter dan tenaga kesehatan juga harus ditambah. Hal itu untuk memperkuat kapasitas ekosistem kesehatan.
“Kesejahteraan tenaga kesehatan yang mau ditugaskan ke daerah 3T (terdepan, terpencil, tertinggal) harus ada jaminan kesehatan,” tambah Kholid.
Lebih lanjut, Komisi Rekomendasi Munas-Konbes NU 2021 juga mendorong agar pemerintah membenahi sistem kesehatan nasional dengan meningkatkan rasio dan keandalan fasilitas kesehatan seperti rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas).
PBNU juga mendorong pemerintah mengurangi kesenjangan distribusi fasilitas dan tenaga kesehatan seperti dokter atau dokter spesialis, perawat, dan bidang harus.
Melihat hal itu, PBNU meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) harus mengoptimalkan untuk mengoordinasikan dan mengonsolidasikan data dan penanganan pandemi, dibantu Satgas Covid-19 Pusat dan Daerah.
Tak hanya itu, Munas-Konbes NU 2021 mendorong pemerintah agar proses vaksinasi massal harus mencapai 70 persen populasi sebelum tenggat waktu satu tahun untuk mencapai target kekebalan komunitas atau erd immunity.
NU juga mendukung pengaturan penyelenggaraaan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dalam peraturan perundang-undangan di Tim hal itu untuk mengurangi emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya sebagai upaya untuk mengatasi pemanasan global dan melestarikan lingkungan hidup. Hal itu juga menjadi satu butir kesepakatan Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama.
“Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dapat berupa bentuk pajak karbon, perdagangan karbon, dan pembayaran berbasis kinerja atas capaian kawasan pengurangan emisi,” kata sekretaris komisi membahas perundangan-undangan, Sarmidi Husna.
Sarmindi menilai pajak karbon merupakan kompensasi kerugian atas kerusakan lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat emisi karbon.
Hasil pajak karbon, kata dia, wajib dialokasikan untuk penjagaan dan kelestarian lingkungan hidup, termasuk pembayaran kompensasi terhadap capaian kawasan pengurangan emisi.
“Penerapan pajak karbon harus konsisten dengan tujuan utamanya, yaitu perbaikan lingkungan hidup dan upaya pengalihan energi berbasis fosil kepada energi baru terbarukan, bukan semata-mata pemasukan pendapatan negara,” kata Sarmidi.
“Penerapan pajak karbon harus disinkronkan dengan perdagangan karbon sebagai bagian dari roadmap green economy dan harus ada pembahasan ulang tentang cara penghitungan karbon agar tidak dapat digunakan alat persaingan bisnis,” tambahnya.
Sarmidi juga mengungkapkan bahwa Nahdlatul Ulama pada Muktamar ke-29 tahun 1994 di Cipasung Jawa Barat telah memutuskan bahwa masalah lingkungan hidup bukan lagi hanya merupakan masalah politis atau ekonomis saja, melainkan juga menjadi masalah teologis (diniyah). Hal itu dikarenakan dampak kerusakan lingkungan hidup juga memberi ancaman terhadap kepentingan ritual agama dan kehidupan umat manusia. Karena itu, usaha pelestarian lingkungan hidup harus dipandang sebagai salah satu tuntutan agama yang wajib dipenuhi oleh umat manusia, baik secara individual maupun secara kolektif.
“Sebaliknya, setiap tindakan yang mengakibatkan rusaknya lingkungan hidup merupakan perbuatan maksiat (munkar) dan haram, karena termasuk tindakan merugikan,” kata dia. *(Munas Alim Ulama & Konbes NU)