Setiap malam Rabu di Pondok Pesantren Al Fattah Tegalgandu Kec Wanasari Kab Brebes diselenggarakan pengajian rutin ala pesantren salaf. Kegiatan pengajian ini merupakan wujud keterpanggilan Gus Syafa selaku pimpinan Pondok Pesantren Al Fatah untuk menghidupkan tradisi pesantren salaf. Lebih dari itu juga atas dorongan dari beberapa rekan rekan alumni Pondok Pesantren agar Pondok Pesantren Al Fattah membuka kajian kitab kuning ala Pesantren.
Pengajian yang diikuti oleh sebagian besar alumni Pondok Pesantren dimulai setelah isya sampai setengah sepuluh malam. Mereka datang dari beberapa desa wilayah Kec Larangan, Bulakamba, Wanasari, Jatibarang,Brebes dan Ketanggungan. Selain alumni Pesantren, orang tua, tokoh masyarakat dan juga turut mengikuti pengajian tersebut. Bahkan komunitas perempuan juga menjadi peserta pengajian di tempat yang secara khusus untuk mereka.
Salah satu kitab yang dikaji pada malam Rabu adalah kitab Hikam karya Syekh Athoillah As Sakandari. Kitab yang berisi aforisme tasawuf dibaca oleh KH Akhmad Jarukhi, tokoh ulama Kab Brebes yang pernah nyantri di Pesantren Lirboyo dan Batokan Kediri.Satu kata demi kata Kyai Jarukhi memberikan makna ala Pesantren yang didengarkan secara seksama oleh seluruh peserta pengajian sambil ngesahi (memberi makna) di kitab.
Kajian hikam yang berlangsung pada hari Selasa malam Rabu, 3 Juni 2025, mengangkat tentang Ma’rifat dan amal Ibadah. Pada intinya ibadah seorang hamba yang dilaksanakan dengan Ma’rifat lebih baik meskipun sedikit dibandingkan dengan ibadah yang banyak tapi dilaksanakan tanpa Ma’rifat.
Terjemahan dari aforisme Hikam yang dibacakan oleh Beliau sebagai berikut: “Ketika Dia membukakan bagimu (suatu) Wajah Pengenalan, maka jangan engkau sandingkan (hadirnya) pengenalan itu dengan sedikitnya amal-amalmu; karena sesungguhnya Dia tidak membukakan pengenalan itu bagimu kecuali (bahwa) Dia semata-mata menginginkan untuk memperkenalkan (Diri-Nya) kepadamu.
Tidakkah engkau mengetahui bahwa sesungguhnya (suatu) pengenalan itu (semata-mata) Dia yang menginginkannya atasmu, sedangkan amal-amal itu (semata-mata) suatu hadiah dari engkau kepada-Nya; maka tidaklah sebanding antara apa-apa yang engkau hadiahkan kepada-Nya dengan apa-apa yang Dia inginkan untukmu.”
Penegasan yang disampaikan oleh Kyai Jarukhi sangat gamblang bahwa orang yang beribadah dengan ma’rifat tidak akan memandang bahwa kemampuan ibadah muncul dari dirinya. Namun sesungguhnya kemampuan melaksanakan ibadah dari Alloh. Disinilah kita tidak boleh sombong dalam beribadah sebagaimana pernah disampaikan oleh Al Maghfurlah KH Jamaludin dari Jombang.
Beberapa contoh yang disampaikan oleh Kyai Jarukhi terkait dengan ibadah seorang hamba sering dirasakan. Bagi yang sudah pada tingkatan Marifat tentu lebih memilih ibadah untuk kebutuhan ukhrowi. Saat kita sedang sholat kemudian ada tamu datang membawa rezeki misalnya, kita pilih yang mana ?. Bagi yang sudah ma’rifat tentu akan memilih sholat dulu dengan khusyuk. ***