BREBES, Kamis (8/12/2022) Halaqoh Fiqih Peradaban dengan Sub Tema Rekontekstuali Fiqih Siyasi dalam Kehidupan Berbangsa dan bernegara, acara digelar dalam rangka menyambut 1 abad NU (1344-1444 H), bertempat di Pondok Pesantren Yambu’ul Ulum Lumpur Losari Brebes.
Halaqoh dihadiri oleh Kapolres Brebes AKBP Faisal Febrianto, S.I.K., M.Si. Sekaligus memberikan sambutan pada acara pembukaan. Hadir pula Rois Syuriah PCNU Kabupaten Brebes K.H. Hudalloh Karim, Ketua Tanfidziah PCNU Brebes K.H. Sholahudin Masruri Mughni, Kyai Nur Iman selaku Katib dan DR. K.H. Akrom Jangka Daosat Kasi PD Pontren Kementerian Agama Kabupaten Brebes.
Adapun narasumber Halaqah Fikih Peradaban, pertama KH Ulil Abshar Abdalah dari Lakpesdam PBNU, dan DR K.H. Abdul Ghofur Maimun dari Rois Syuriah PBNU. Sedangkan acara diskusinya dipandu oleh K. Maimun Abdul Ghofur.
Tema halaqah yang disampaikan oleh Gus Ulil “Politik Sebagai Dimensi Terpenting dalam Fiqih Peradaban,” sedangkan Gus Ghofur Maimun panggilan akrab DR KH Abd Ghofur Maimun yang memaparkan “Dimensi politik global yang bersumber dari kitab-kitab klasik berbahasa Arab.”
Menurut Gus Ulil ada 250 titik dalam penyelenggaraan Halaqoh Fikih Peradaban PBNU yang dimulai di Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta dan akan ditutup dengan Muktamar Internasional Fiqih Peradaban.
Bicara Peradaban seorang tokoh yang memulai dengan istilah tersebut adalah Ibnu Khaldun. Kitab yang berjumlah 6 jilid dengan jilid pertama tentang Mukadimah dan sangat jarang Kyai Pesantren yang membaca kitab tersebut. Satu satunya Kyai yang saya temukan dalam koleksi di perpustakaannya adalah punya kakek saya sendiri K.H. Muhammadun Pondoan Pati.
Dimensi terpenting dalam Fiqih Peradaban adalah tentang Politik. Hal tersebut karena pasca runtuhnya khilafah Turki Usmani umat Islam sedunia mencari perlindungan kekuatan politik. Oleh karena itu Imam Ghozali menyampaikan bahwa agama dan kekuasaan adalah dua saudara kembar. Keduanya saling membutuhkan.
Kita lihat dalam sejarah Islam pernah terjadi kelompok budak menjadi penguasa. Sehingga menjadi raja disuatu negara. Disinilah terbukti bahwa politik merupakan dimensi terpenting dalam Fiqih Peradaban. Demikian disampaikan Ulil Abshar Abdalla saat menjadi Pemateri dalam Halaqoh Fiqih Peradaban di Pondok Pesantren Yanbu’ul Ulum Lumpur Losari.
Lebih lanjut Ulil menegaskan, sebagai dimensi terpenting dalam sebuah peradaban politik kekuasaan dan keagamaan menjadi kekuatan dalam satu negara. Manakala keduanya tidak terjadi harmoninisasi maka Ulama dan kekuasaan akan berpisah. Hal ini seperti halnya Pendiri Pondok Pesantren Buntet Mbah Muqoyim yang akhirnya memilih Buntet sebagai persinggahannya. Karena Keraton Cirebon saat itu sudah bekerja sama dengan pihak Kompeni. Sebagai bentuk reaksi tidak sejalan dengan pemikiran Ulama yang berjuang melawan penjajah.
Adapun tentang Jihad sebagaimana termaktub dalam kitab Fathul Mu’in merupakan Fardu Kifayah dan dilaksanakan minimal satu kali setahun.
Kenapa Kyai dan Ulama Pesantren tidak melakukan itu kecuali hanya sekali, saat Resolusi Jihad 22 Oktober.
Hal ini karena Kyai Pesantren dalam menerapkan dan memahami kitab lebih menekankan pada konteksnya, tidak terbatas pada teks. Sehingga disinilah kelebihan orang Pesantren dibanding mereka yang belajar di luar Pesantren.
Dimensi Politik menjadi penting karena menyangkut kedaulatan dan kekuasaan. Maka dulu Al Maghfurlah K.H. Hasyim Asy’ari begitu mendengar Indonesia akan merdeka. Beliau langsung mengutus putra terbaiknya K.H. Wachid Hasyim untuk mengikuti sidang BPUPKI, punkas Ketua Lakpesdam PBNU. *Ahmad Sururi, LTN PCNU Brebes