Beranda Kajian Menjadi Santri: Belajar Tegar dalam Ujian, Tumbuh dalam Iman

Menjadi Santri: Belajar Tegar dalam Ujian, Tumbuh dalam Iman

39
Oleh: A’isy Hanif Firdaus, S.Ag.

[Edisi Kangen Mondhok]

Hidup sebagai santri adalah pilihan yang tidak semua orang mampu menjalaninya. Banyak orang melihat kehidupan pondok pesantren dari luar sebagai tempat yang sederhana dan penuh banyak aturan. Tapi lebih dari itu, menjadi santri adalah perjalanan hidup yang penuh tantangan, ujian, dan pembelajaran yang dalam tidak hanya tentang ilmu, tetapi juga tentang makna hidup.

Dalam keseharian di pondok pesantren, santri dihadapkan pada banyak persoalan. Mulai dari bangun dini hari untuk salat tahajud dan subuh berjamaah, menghafal pelajaran yang menumpuk, sampai harus bisa bersabar dalam keterbatasan fasilitas. Tak jarang pula santri harus beradaptasi dengan berbagai karakter teman satu kamar, berbeda daerah, bahkan berbeda latar belakang budaya. Semua itu bukan perkara ringan. Tapi justru dari situlah jiwa para santri ditempa.

Namun, yang luar biasa dari para santri adalah semangat dan kesabaran mereka. Mereka tetap bertahan, meskipun lelah. Mereka tetap belajar, meskipun terkadang sulit. Mereka tetap menjalankan amanah dan tanggung jawab, meskipun di tengah keterbatasan. Apa yang membuat mereka kuat? Jawabannya adalah keimanan.

Santri tidak hanya diajarkan tentang apa yang benar dan salah, tetapi juga ditanamkan nilai tawakal dan keikhlasan sejak dini. Ketika santri mengalami masalah baik secara pribadi, akademik, maupun sosial mereka tahu ke mana harus kembali: kepada Allah SWT. Kepasrahan kepada Allah bukan berarti menyerah, tetapi justru bagian dari keyakinan bahwa setelah usaha sungguh-sungguh, hanya Allah-lah yang mampu memberi jalan keluar.

Inilah kekuatan utama santri. Mereka tidak mengandalkan emosi saat menghadapi tekanan. Mereka diajarkan untuk menyikapi masalah dengan sabar, doa, dan ikhtiar. Ketika hati sudah penuh dengan keimanan dan keyakinan kepada Allah, maka rasa optimis pun akan tumbuh. Bahwa masalah seberat apa pun pasti bisa dilalui. Bahwa setiap ujian, pasti ada hikmahnya. Dan bahwa tidak ada satu pun kesulitan yang Allah hadirkan tanpa sekaligus memberi jalan keluar.

Melalui kehidupan di pesantren, para santri juga belajar bahwa hidup bukan hanya tentang kesenangan dan kenyamanan. Hidup adalah perjuangan, dan dalam perjuangan itu, seseorang akan mengenal siapa dirinya, dan sejauh mana dia bergantung pada Tuhannya. Meskipun jauh dari keluarga, para santri tidak sendiri. Mereka punya Allah yang selalu dekat, dan itulah kekuatan sejati yang menjaga mereka tetap berdiri tegak.

Yang patut kita renungkan dari semangat para santri adalah bahwa mereka tidak mudah putus asa. Mereka sadar bahwa kesuksesan tidak datang dari jalan yang mudah. Bahkan Nabi pun menghadapi banyak rintangan dalam menyampaikan dakwah. Maka, ketika para santri bersungguh-sungguh, berusaha sebaik mungkin, lalu bertawakal kepada Allah, itu adalah bentuk keimanan yang nyata.

Oleh karena itu, sebagai sesama muslim, kita pun bisa belajar dari kehidupan santri. Bahwa dalam menghadapi problematika hidup, kita jangan cepat menyerah. Kita harus berusaha, berdoa, lalu menyerahkan hasilnya kepada Allah. Jangan biarkan diri kita larut dalam keputusasaan. Karena Allah sudah menjanjikan, Allah SWT berfirman QS. Al-Insyirah: Ayat 6 (Juz 30)

اِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًاۗ

“Sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 6)

Yakinlah, tidak ada masalah yang datang tanpa solusi. Setiap air mata yang jatuh dalam kesabaran akan diganti dengan senyum bahagia di waktu yang tepat. Dan setiap doa yang tulus, pasti akan dijawab oleh Allah, meskipun tidak selalu dengan cara yang kita duga. Wallahu A’lam Bish Showwab


Eksplorasi konten lain dari aswajanews

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.